Garut mendapatkan penilaian dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai tiga daerah terburuk dalam penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
DARA – Itu diungkapkan Wakil Bupati Garut, yang juga Wakil Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Garut, dr Helmi Budiman.
Helmi menyampaikan, semua itu harus menjadi perhatian semua pihak untuk meningkatkan kepatuhan tersebut.
“Kita hasil nomor tiga terburuk dalam menjaga jarak. Ini merupakan evaluasi dan masukan, sekaligus juga bagaimana kita dituntut untuk membuat langkah perencanaan agar menjaga jarak ini menjadi yang perlu diperhatikan oleh seluruh masyarakat Garut,” ujarnya, Sabtu (23/1/2021).
Menurut Helmi, pemerintah provinsi secara objektif telah melakukan kajian dan menilai bahwa Kabupaten Garut masuk dalam tiga daerah terburuk penerapan protokol kesehatan selain Kota Depok dan Kota Tasikmalaya.
Meski mendapatkan nilai terburuk, namun Helmi menyampaikan terima kasih kepada pemerintah provinsi yang secara berkala terus mengevaluasi dan memberikan penilaian ke pemerintah daerah terkait upaya mencegah dan memutus rantai penyebaran Covid-19.
“Kami ingin menyampaikan bahwa ini hasil evaluasi yang objektif, yang tentunya perlu ditanggapi, bukan hanya oleh pemerintah tapi juga oleh seluruh masyarakat Garut,” kata Helmi.
Helmi menyebutkan, upaya penerapan protokol kesehatan memang sudah seharusnya penggerak utama adalah pemerintah yang selanjutnya dipatuhi oleh semua elemen masyarakat.
Menurutnya, aturan yang harus dipatuhi bersama tersebut di antaranya selalu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan tidak berkerumun sebagai langkah untuk terhindar dari penularan virus corona itu .
“Jadi pemerintah motornya, pemerintah penggeraknya, oleh karena itu tetap kami imbau dan dalam semua kesempatan kami sampaikan salah satunya adalah bagaimana kita menjaga jarak,” katanya.
Helmi menambahkan, saat ini Pemkab Garut sedang menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang mengatur tidak boleh ada kerumunan orang, dan membatasi jam operasional usaha.
Selain itu, lanjut Helmi, pihaknya juga melarang kegiatan yang mengundang banyak orang, seperti resepsi pernikahan dan lainnya karena hal itu bisa memicu terjadinya kerumunan orang, sehingga dikhawatirkan muncul klaster penularan Covid-19.
“Kita juga di lapangan sudah melakukan hal yang strategis, pertama kita membatasi kegiatan-kegiatan, termasuk pernikahan hanya boleh dilakukan oleh keluarga inti,” ujarnya.***
Editor: denkur