Longsor di Maryamekar, Cilawu Garut hingga Senin kemarin masih terjadi. Jumlah pengungsi pun terus bertambah.
DARA – Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Garut, Tubagus Agus Sofyan, mengatakan, data terakhir jumlah pengungsi mencapai 90 kepala keluarga (KK) atau 308 jiwa. Berasal dari Kampung Cipager dan Kampung Babakan Kawung.
Menurut Tubagus, para pengungsi saat ini menempati lokasi SDN Karyamekar 2 dan madrasah setempat yang lokasinya dinilai aman.
“Ya, masih ada pergerakan-pergerakan kecil, jadi semakin meluas. Jumlah pengungsi juga terus bertambah,” ujarnya, Senin (22/2/2021).
Tubagus mengatakan, Pemerintah Kabupaten Garut memperpanjang status tanggap darurat di wilayah itu hingga tujuh hari ke depan. Ia memastikan kebutuhan logistik untuk para pengungsi aman selama masa tanggap darurat bencana.
Tubagus menuturkan, pihaknya masih menunggu kajian dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait relokasi, sebab hingga kini tim dari PVMBG masih belum datang melakukan kajian di Kecamatan Cilawu.
“Kan lagi banyak kejadian, jadi harus antre yang akan dikaji oleh tim dari PVMBG,” ujarnya.
Diungkapkan Tubagus, penanganan pascalongsor di Desa Karyamekar Cilawu pasti akan memakan waktu lumayan lama. Apalagi hingga saat ini pihak kecamatan belum menyiapkan tanah untuk relokasi warga jika harus dipindahkan.
“Pihak kecamatan masih terus mencari tanah untuk relokasi warga terdampak longsor. Kalaupun nanti sudah ada harus dikaji dulu oleh PVMBG kelayakannya untuk permukiman,” katanya.
Tubagus menambahkan, untuk kebutuhan logistik pengungsi, pihaknya hanya bisa memastikan selama masa tanggap darurat. Setelah masa tanggap darurat berakhir, akan ada masa transisi.
“Nanti akan dibahas lagi untuk kebutuhannya,” ujarnya.
Tubagus juga mengatakan pihaknya akan menyiapkan hunian sementara (huntara) untuk warga yang terdampak. Ada tiga alternatif yang disiapkan, yaitu membuat huntara, menyewa tempat untuk menampung warga, atau tetap di tempat pengungsian.
Keputusan itu, ujarnya, nantinya akan ditetapkan bersama Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Cilawu.
Menurut Tubagus, BPBD Kabupaten Garut juga telah melakukan kajian bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat zonasi di wilayah tersebut.
Dari hasil kajian ditetapkan tiga zonasi wilayah terdampak, yaitu zona merah yang berjarak 5 meter dari bibir longsoran, zona kuning yang berjarak 10 meter dari longsoran, dan zona hijau yang berjarak 15 meter dari longsoran.
“Dari hasil kajian bersama ITB, rumah warga yang berada hingga zona kuning harus direlokasi. Artinya, terdapat 140 KK yang harus direlokasi dari wilayah itu. Tapi itu bukan legal aspek, hanya pegangan kita. Kajian resminya tetap harus nunggu dari PVMBG,” ujarnya.
Tubagus juga mengakui jika pada 2015 pihak PVMBG pernah melakukan kajian di wilayah tersebut. Hasil dari kajian itu, permukiman warga yang berada di zona merah direkomendasikan untuk direlokasi. Namun saat itu masyarakat tak mau untuk direlokasi.
“Karena masarakatnya tak mau, kita tetap berupaya bikin EWS (early warning system), membuat desa tangguh, sosialisasi, serta memodifikasi lokasi itu mahkota longsoran dengan TPT (tembok penahan tebing) dan lainnya. Tapi tetap longsor,” katanya.***
Editor: denkur