Sekretaris DPC Partai Gerindra Kabupaten Bandung, Praniko Imam Sagita berharap para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) bisa memutuskan gugatan sengketa Pilkada Kabupaten Bandung dengan seadil-adilnya.
DARA – Menurut Niko sapaan akrabnya, putusan para hakim MK akan berdampak pada jalannya proses demokrasi di Indonesia. Demokrasi merupakan sesuatu yang mahal dan patut untuk dijaga marwahnya.
“Kami berharap para hakim di MK bisa memutuskan dengan hati nurani dan tidak terpengaruh oleh pihak lain,” kata Niko di Soreang, Selasa (16/3/2021).
Dikatakan Niko yang juga seorang praktisi hukum, putusan MK terkait gugatan sengketa Pilkada yang dilayangkan pasangan calon NU Pasti Sabilulungan akan menjadi sebuah yurisprudensi.
Di pemilu selanjutnya, yakni Pemilu 2024, lanjut Niko, hasil putusan MK akan menjadi bahan rujukan, baik di pelaksanaan Pileg, Pilkada, maupun Pilpres.
“Putusan ini akan menjadi sebuah rujukan. Dimana, putusan ini akan menentukan nasib demorkasi di Indonesia,” ujarnya.
Berbagai pihak akan mempercayakan putusan MK yang rencananya akan dikeluarkan antara tanggal 19-24 Maret 2021 ini. “Apalagi gugatan ini banyak yang menyoroti. Bukan masalah perselisihan angka hasil pemilihan umum, tapi lebih dari itu,” ujar Niko.
Niko juga mengatakan, banyak pihak yang berharap para hakim MK membuat keputusan dengan objektif dan bisa mengadili seadil-adilnya atas gugatan yang dilayangkan pemohon.
“Diterima atau ditolaknya permohonan gugatan ini tentu akan berdampak pada konstitusi ke depan,” imbuhnya.
Niko mengatakan, gugatan yang diperkarakan di MK tersebut mengenai visi dan misi salah satu pasangan calon yang didalamnya terdapat unsur dugaan money politics.
Pasalnya, kata Niko, dalam visi dan misi salah satu pasangan calon peserta Pilkada Kabupaten Bandung tercantum nominal yang dijanjikan kepada konstituen.
Uniknya, kata Niko, visi dan misi tersebut lolos setelah diverifikasi oleh penyelenggara Pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu.
Lolosnya visi dan misi tersebut ditandai dengan lolosnya pasangan calon untuk bertarung di kontestasi Pilakda Kabupaten Bandung 2020.
“Artinya mereka lolos dengan visi dan misinya saat diverifikasi pas masih menjadi kandidat pasangan bakal calon,” katanya.
Anehnya lagi, penyelenggara pemilu juga tak melakukan peneguran saat visi dan misi tersebut diaplikasikan ke bentuk kartu-kartu. Padahal jelas, kartu-kartu tersebut juga mencantumkan nominal yang dijanjikan kepada para pemegang kartu.
Apalagi, kata dia, kartu-kartu tersebut terdistribusi di 31 kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung. Padahal jelas, visi dan misi yang memuat nominal tersebut melanggar Pasal 187A UU Pilkada.
Dimana dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa penyelenggara dan peserta dilarang menjanjikan atau membujuk, atau memberikan sesuatu kepada konstituen untuk mendapatkan dukungan suara terbanyak.
“Yang kami soroti disini, dimana ketika konteksnya menyerempet tindak pidana apalagi pidana pemilu sudah terjadi dan terbukti, tentu akan ada pelanggaran administrasi di dalamnya,” ujar Niko.
Niko berharap putusan MK bisa adil, sebab putusan tersebut juga akan menjadi yurisprudensi dimana akan dijadikan sebuah rujukan untuk pemilu-pemilu selanjutnya di Indonesia.
“Rujukannya, jika gugatan dikabulkan maka ke depan tidak akan ada lagi peserta pemilu yang akan melakukan pelanggaran. Tapi jika sebaliknya, ini akan menjadi tanggung jawab MK. Karena, peserta pemilu akan berlomba-lomba melakukan pelanggaran dengan cara yang sama dan menciderai marwah demokrasi,” kata dia.
Niko berharap para hakim MK bisa menggunakan hati nurani dalam memutuskan hasil gugatan tersebut tanpa adanya intervensi dari pihak manapun.
“Masa depan demokrasi di Indonesia, saat ini ada di tangan para hakim MK. Kami percayakan putusan itu untuk demokrasi dan bagi masyarakat Indonesia umumya, serta masyarakat Kabupaten Bandung khususnya,” pungkas Praniko.***
Editor: denkur