Terdakwa korupsi ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bandung dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Dadang Suganda, dituntut hukuman 9 tahun penjara oleh penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
DARA – Dalam amar tuntutan yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Selasa (25/5/2021), selain penjara, terdakwa juga dituntut untuk membayar denda sejumlah Rp1 miliar subsider enam bulan penjara.
PU pun menuntut agar terdakwa membayar uang pengganti sekitar Rp 19 miliar. Apabila tidak dapat membayar uang pengganti tersebut dalam satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita. Bilamana harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka Dadang akan dihukum pidana badan selama 2 tahun.
PU menilai, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Terdakwa juga dinilai telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam melayangkan tuntutan, PU memertimbangkan sejumlah hal. Untuk hal memberatkan, PU menilai perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara melalui perbuatan tindak pidana korupsi dan TPPU. Kemudian perbuatan terdakwa menyimpang dari program pemerintah dalam memenuhi ketersediaan lahan terbuka hijau sesuai undang-undang yang berlaku.
“Terdakwa sebagai bagian dari proses jual beli tanah RTH yang merugikan keuangan negara, sehingga memperoleh keuntungan ilegal yang besar,” ujar PU KPK, di hadapan majelis hakim yang diketuai T Benny Eko Supriyadi.
Terdakwa dinilai telah merugikan keuangan negara sejumlah Rp 19 miliar lebih. Terdakwa memeroleh keuntungan akibat perbuatannya. Dadang disebut mendapat uang atau memperkaya diri sendiri sebesar Rp 30 miliar lebih.
“Memperkaya diri sendiri sebesar Rp 30 miliar lebih, dan memperkaya orang lain yaitu para pejabat negara hingga mencapai total sebesar Rp 69 miliar lebih,” ujar PU KPK.
Ditemui usai persidangan, Dadang mengaku kecewa dengan tuntutan yang diajukan PU KPK. Menurutnya, tampak terlihat bahwa dalam pengajuan tuntutan PU hanya berpatokan pada berita acara dakwaan dan tidak menerapkan rasa keadilan, serta tidak melihat fakta persidangan.
Dadang sendiri tak kaget dengan tuntutan tinggi yang diajukan PU KPK. Sebab dalam persidangan yang dijalani selama ini, tampak bahwa PU sangat semangat untuk membuktikan dirinya bersalah.
Namun yang terpenting, kata Dadang, selama pemeriksaan berlangsung, penuntut umum tidak bisa membuktikan dakwaannya.
“Disini terlihat bahwa penuntut umum ada kefrustasian, sebab sepanjang jalannya pemeriksaan, penuntut umum terlihat kebingungan dan belum bisa membuktikan dakwaannya, dan tetap menyebut saya makelar,” katanya.
Meski terbilang tinggi, Dadang tidak memersalahkannya. Dia pun berpandangan, bahwa keadilan pasti akan ditegakkan oleh hakim dalam memutus perkara.
Sementara itu, kuasa hukum Dadang, Efran Helmi Juni menilai, kasus korupsi pengadaan proyek RTH Kota Bandung merupakan perkara perdata yang dipaksakan menjadi pidana.
Dalam pledoi atau nota pembelaan yang bakal dibacakan dalam persidangan 10 Juni 2021, Efran menyatakan, pihaknya akan menyangkal penggunaan Pasal 3 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang.
“Ini adalah jual beli tanah yang dilakukan pihak swasta tidak ada kaitannya dengan menyalahgunakan jabatan. Tuntutan jaksa tidak sesuai dengan fakta di persidangan. Sehingga diduga ini perkara perdata yang dipaksakan menjadi pidana,” jelasnya.
Selain itu, tim kuasa hukum juga menyebutkan bahwa dakwaan yang disusun PU KPK tersebut, tidak lengkap, tidak cermat, sehingga kabur dan tidak bisa dibuktikan.
“Dalam berkas dakwaan, tidak rinci dimana tindakan terdakwa bersama-sama menimbulkan kerugian keuangan negara. Ini kapan dan dimana?” pungkasnya.***
Editor: denkur