Mahfud MD: Undang-undang ITE tidak akan Dicabut

Sabtu, 12 Juni 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Moh. Mahfud MD. (Foto: Kemenko Polhukam)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Moh. Mahfud MD. (Foto: Kemenko Polhukam)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Moh. Mahfud MD menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak akan dicabut. Tetapi, berdasarkan hasil Tim Kajian UU ITE yang dilakukan Kemenko Polhukam, ada dua produk untuk memenuhi arahan Presiden terkait revisi UU ITE.


DARA – “Pada tanggal 15 Februari, Presiden berpidato agar dilakukan kajian ulang. Pertama harus ada pedoman implementatif agar tidak dimain-mainkan seperti karet. Kedua, supaya dikaji mungkin substansinya memang kurang tepat. Berdasar itu, maka Menko Polhukam membentuk tim yang dipimpin oleh Deputi III, Sugeng Purnomo, yang kemudian melakukan telaah, yang hasilnya UU ITE tidak akan dicabut,” tutur Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (11/6/2021).

“Kesimpulan ini diperoleh sesudah kita melakukan FGD dengan tidak kurang dari 50 orang akademisi, praktisi hukum, NGO, korban UU ITE, pelapor UU ITE, politisi, jurnalis baik perorangan maupun organisasi, tetapi ada 2 produk untuk memenuhi arahan Presiden itu,” sambungnya.

Mahfud menegaskan, 2 produk itu pertama adanya Surat Keputusan Bersama yang akan dikeluarkan oleh Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri, yang isinya pedoman implementasi kriteria-kriteria agar sama berlakunya bagi setiap orang. Kedua, akan dilakukan revisi terbatas, sifatnya semantik tapi substantif uraiannya.

“Misalnya masalah kesusilaan yang disebut di dalam Pasal 27 ayat (1). Sekarang ditegaskan pelaku yang dapat dijerat oleh Pasal 27 ayat (1) UU ITE terkait dengan penyebaran konten kesusilaan adalah pihak yang memiliki niat menyebarluaskan untuk diketahui oleh umum,” ungkap Mahfud.

“Jadi bukan yang melakukan kesusilaan, tetapi yang menyebarkan itu yang kena. Jadi kalau orang cuma bicara mesum, membuat gambar-gambar melalui elektronik tetapi dia bukan penyebarnya itu tidak apa-apa. Dia bisa dihukum tetapi bukan dengan UU ITE, ada UU nya sendiri misalnya UU Pornografi,” tambahnya.

Sementara untuk pencemaran nama baik dan fitnah seperti diatur pasal 27 ayat (3). Di dalam usul revisi, dibedakan norma antara penyebaran nama baik dan fitnah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50.PU.6.2008 termasuk perubahan ancaman pidananya, diturunkan.

“Misalnya ada yang terbukti benar “Pak Mahfud itu di punggungnya banyak tato, itu dulu adalah anggota preman”. Sesudah diperiksa tidak terbukti, itu namanya fitnah. Tapi kalau diperiksa betul ada tato itu namanya pencemaran, ghibah, bisa dihukum,” tandas Mahfud.

“Kalau tidak terbukti namanya fitnah, tapi kalau terbukti namun saya tidak tenang cerita itu didengar orang lain, maka bisa dihukum juga. Selain itu, ada delik aduan bahwa pihak yang menyampaikan pengaduan dalam pencemaran, fitnah, menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menggunakan sarana ITE hanya korban yang boleh menyampaikan pengaduan,” lanjutnya.

Menko Polhukam mencontohkan, misalnya ada orang menghina seorang profesor menyangkut pribadi, yang boleh mengadu hanya profesor atau kuasa hukumnya, bukan orang lain yang tidak ada kaitannya.

“Sekarang menurut Surat Edaran Kapolri dan kita adopsi di sini harus orang yang langsung menjadi korban yang melaporkan itu,” Mahfud.

Selanjutnya, pemerasan atau pengancaman, Pasal 27 ayat (4). Dalam usul revisi dipertegas normanya dengan menguraikan unsur ancaman pencemaran, ancaman akan membuka rahasia, memaksa seseorang supaya memberikan barang seluruhnya atau sebagian kepunyaannya itu, supaya misalnya membuat pernyataan hutang yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik. Sekarang jadi diurai agar tidak menjadi pasal karet.

Terakhir terkait ujaran kebencian. Dalam UU ITE normanya hanya menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat berdasar SARA. Dalam revisi dipertegas dengan norma bukan hanya menyebarkan masalah SARA tetapi menghasut, mengajak, atau mempengaruhi ketika dia menyebarkan informasi itu.

“Kalau cuma menyebarkan tanpa niat, ini tidak bisa. Itu semua ditujukan untuk menimbulkan rasa benci, atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat berdasarkan SARA,” pungkas Menko Polhukam.***

Editor: denkur

Berita Terkait

Catatan Diskusi “Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China”
Simak Nih, Pernyataan Keras Erick Thohir Usai Dikalahkan Jepang
Kapolri: Selamat HUT ke-79 Korps Marinir TNI AL
Usai Dikalahkan Jepang, Begini Peluang Indonesia Jika Ingin Lolos ke Piala Dunia 2026
Kenali Gejala dan Penyebab Gondongan
Operasi Jantung Metode Robotik di RSJPD Harapan Kita Sukses, Tawarkan Biaya Lebih Murah dan Sembuh Lebih Cepat
Presiden Prabowo Subianto Dianugerahi Tanda Kehormatan Tertinggi “Grand Cross of the Order of the Sun of Peru”
Sultan Bahas Kerja sama Pertahanan dan Pangan Dengan Beberapa Senator Rusia
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 16 November 2024 - 14:49 WIB

Catatan Diskusi “Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China”

Sabtu, 16 November 2024 - 13:47 WIB

Simak Nih, Pernyataan Keras Erick Thohir Usai Dikalahkan Jepang

Sabtu, 16 November 2024 - 10:07 WIB

Kapolri: Selamat HUT ke-79 Korps Marinir TNI AL

Sabtu, 16 November 2024 - 09:50 WIB

Kenali Gejala dan Penyebab Gondongan

Sabtu, 16 November 2024 - 09:43 WIB

Operasi Jantung Metode Robotik di RSJPD Harapan Kita Sukses, Tawarkan Biaya Lebih Murah dan Sembuh Lebih Cepat

Berita Terbaru

NASIONAL

Kapolri: Selamat HUT ke-79 Korps Marinir TNI AL

Sabtu, 16 Nov 2024 - 10:07 WIB