Kepala Desa Lengkong Kecamatan Bojongsoang, Agus Salam meminta Pemerintah Kabupaten Bandung segera membentuk relawan atau satgas khusus untuk pemulasaraan jenazah Covid-19 yang meninggal ketika melaksanakan isolasi mandiri (isoman).
DARA – Agus menuturkan selama ini pihaknya kebingungan jika ada masyarakat yang mengadukan perihal warga isoman yang meninggal, karena masyarakat tidak tahu tata cara pemulasaraannya, sehingga akhirnya ia dan aparat desa juga puskesos yang bertindak sebagai relawan yang turun untuk memulasara meski dengan segala keterbatasan.
“APD yang kita gunakan itu hanya jas plastik yang harganya empat puluh ribuan, jenazah juga dimakamkan hanya dengan menggunakan kantung jenazah, tidak pakai peti mati,” ujar Agus melalui sambungan telepon, Minggu (4/7/2021).
Ia menyebut, sejak tanggal 18 Juni 2021 sampai sekarang sudah ada empat warga Desa Lengkong yang meninggal dunia saat isoman, tiga diantaranya dipulasara oleh aparat desa dengan kelengkapan seadanya.
Menurut Agus, beberapa waktu lalu sempat dilaksanakan zoom meeting terkait pemulasaraan jenazah covid-19 oleh Pemkab Bandung.
Namun, ia merasa keberatan jika hal itu dikembalikan kepada pemerintah desa atau masyarakat setempat karena keterbatasan yang dimiliki oleh desa ataupun masyarakat. Padahal, ia sempat melakukan kroscek ke daerah (Kabupaten) lain, dimana ketika ada yang meninggal saat melaksanakan isoman itu dipulasaranya oleh satgas Covid-19 kabupaten.
“Nah untuk di Kabupaten Bandung ini harus gimana? masyarakat menuntut kami, akhirnya kami turun, terus kalau misalnya pakai tenaga kami, nanti gimana kalau kami terpapar?” katanya.
Agus meminta kepada Bupati dan pihak kecamatan untuk memberikan petunjuk dan berharap Pemkab Bandung segera membentuk satgas yang ditempatkan di tiap kecamatan untuk khusus pemulasaraan jenazah.
Dengan perasaan emosional (menahan tangis), Agus menceritakan bagaimana selama ini pihaknya turun untuk memulasara jenazah Covid-19 dengan perasaan tidak karuan karena takut terpapar karena tidak memiliki peralatan dan ilmu yang memadai untuk melaksanakan itu, sementara di sisi lain pihaknya memiliki tanggung jawab besar terhadap masyarakat.
Ia mengkhawatirkan peralatan yang bekas dipakai untuk memulasara seperti APD, sarung tangan, dan sepatu boot yang tidak sesuai standar itu bisa menularkan virus kepada oranglain.
Belum lagi, para aparat desa dan Puskesos yang menjadi relawan itu merupakan orang-orang yang setiap harinya harus bertemu dengan banyak orang, baik dalam pelayanan masyarakat (urusan pemerintahan) ataupun mengecek kondisi dan membagikan oksigen kepada masyarakat yang sedang menjalankan isoman.
“Jangan sampai seperti yang sudah terjadi ini, masyarakat sampai galau, itu harus ada solusi, masyarakat banyak yang mengeluh ke pihak desa, kalau misalnya kami (aparat desa) terpapar kan gimana nanti menjalankan pemerintahan desa?” ujarnya.
Agus juga meminta Pemkab Bandung memantau satgas-satgas covid-19 di kecamatan, sejauh apa koordinasi yang sudah dilakukan, jangan sampai hanya membuat spanduk sesuai intruksi saja, sementara realisasinya tidak ada, sebab saat ini bukan lagi berbicara proses pencegahan, tetapi kita harus langsung berhadapan dengan penanganan.
“Kalau pencegahan kan masyarakat sudah sangat paham, tetapi yang terjadi di masyarakat itu sudah bukan lagi berbicara terkait pencegahan tetapi bagaimana konsep penanganan,” tegasnya.
Saat ini hampir semua rumah sakit sudah kewalahan, oleh sebab itu penanganan covid-19 di tingkat desa itu harus terus di suport oleh Pemerintah Kabupaten, jadi tidak hanya pada tataran intruksi tapi pengontrolan juga.
“Ada berapa tabung oksigen yang dimiliki, APD, kantong jenazah, dan segala macamnya terus nanti pemanfaatannya seperti apa kan itu harus diketahui, jadi penanganan ini memang membutuhkan kerjasama semua pihak,” pungkasnya.***
Editor: denkur