Wakil Bupati Garut, dr Helmi Budiman, mengatakan, Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang kurang aktif dalam melakukan verifikasi dan validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
DARA – Hal itu diungkapkan Helmi saat menggelar Rapat Koordinasi Virtual Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Garut dalam rangka “Penyelarasan Program Serta Pembinaan Sumberdaya Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Garut Tahun 2021 serta Sinergitas Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2022”, Jumat (23/7/2021).
Menurut Helmi, hingga Januari 2020 persentase perbaikan DTKS di Kabupaten Garut hanya 2,22 persen dengan usulan baru 2,98 persen dan termasuk kategori perbaikan rendah dengan prediksi akurasi data yang juga rendah.
“Dengan rendahnya tingkat keaktifan ini, Kabupaten Garut menduduki peringkat 349 diantara seluruh kabupaten/kota di Indonesia dalam rangking verivali dan validasi DTKS,” ujarnya
Helmi menyebutkan, dalam DTKS terdapat 1.544.181 jiwa atau 422.457 rumah tangga miskin dan rentan miskin di Kabupaten Garut yang tersebar di 42 kecamatan. Ia menuturkan, beberapa desa yang memiliki penduduk miskin dan rentan miskin paling banyak, di antaranya Kecamatan Garut Kota yaitu di Kelurahan Kota Kulon dengan 14.498 jiwa.
“Sementara yang paling sedikit adalah di Kecamatan Wanaraja di Desa Sindangpratu yaitu dengan 872 jiwa,” ujarnya.
Helmi juga mengungkapkan, dari seluruh penduduk yang terdaftar dalam DTKS tersebut, proporsi penerima dan komplementaritas program bantuan sosial di Tingkat Kabupaten Garut adalah sebanyak 67% sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan (JK).
Helmi berharap, pengelolaan data harus menjadi fokus perhatian semua, khususnya di dinas sosial yang memang mengelola dan meng-update data kemiskinan.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Garut, Agus Ismail, mengatakan, berdasarkan data dari badan pusat statistik, kemiskinan di Garut tahun 2020 mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya, mencapai 262.78 jiwa atau 9,98 persen, naik 1 persen atau (26,3 ribu jiwa) dari tahun 2019 sebanyak 235,19 jiwa atau 8,98 persen.
“Sedangkan persentase penduduk miskin masih berada di atas rata-rata Jawa Barat 8,43 persen serta di bawah nasional 10,16 persen,” katanya.
Agus memaparkan, tahun 2020 Kabupaten Garut berada di kuadran I dengan jumlah warga miskin diatas rata-rata provinsi (145,2 ribu jiwa) dan memiliki peningkatan angka kemiskinan di atas rata-rata (19,3 ribu jiwa).
Agus menyebutkan, beberapa program bantuan yang digulirkan oleh pemerintah adalah Bantuan Perlindungan Sosial, Program Indonesia Pintar, Program Rastra/BPNT, Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020, Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil, Program Murah Untuk Rakyat, dan Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu).
Ia berharap, rencana kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Garut tahun 2022 seluruhnya sudah menggunakan DTKS, Lokus Stunting, Angka Kematian Ibu Angka Kematian Bayi (AKI-AKB), Cakupan Akses Air Bersih, Cakupan Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) serta Angka Pengangguran,” ujarnya.
Agus juga berharap, pemerintah maupun masyarakat bisa bekerjasama dalam memerangi kemiskinan terutama di masa pandemi Covid-19 yang menjadi ancaman baru dalam peningkatan kemiskinan khususnya di Kabupaten Garut.
“Solidaritas sosial masyarakat harus terus ditingkatkan. Melawan pandemi tidak bisa hanya ditaruh pada satu pundak pemerintah atau masyarakat, tetapi harus ditaruh di atas pundak kita secara bersama-sama,” ujarnya.***
Editor: denkur