Universitas Paramadina dan Asosiasi Program Studi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM) wilayah Jabodetabek gelar webinar bertema: “Capaian Pembelajaran Lulusan Ilmu Komunikasi Berorientasi Merdeka Belajar-Kampus Merdeka”, Kamis kemarin (29/7/2021).
DARA – Bertindak sebagai pembicara adalah:
1. Prof. Aris Junaidi, Ph.D – Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbudristek.
2. Dr Beny Bandanadjaya, S.T, – Direktur Pendidikan Tinggi Vokasi & Profesi
Kemendikbudristek.
3. Sri Hastjarjo, Ph.D – Ka Dept. Kurikulum & Pengembangan ASPIKOM
Opening Speech:
1. Prof. Dr. Didik J Rachbini – Rektor Universitas Paramadina
2. Dr. Muhammad Sulhan – Ketua Umum ASPIKOM
3. Deddy Irwandy, M.Si – Ketua ASPIKOM Korwil Jabodetabek
Moderator: Sandra Olivia, M.Si, Kaprodi Ilkom Fisip USNI
Dalam paparannya Rektor Univesitas Paramadina, Prof Dr Didik J Rachbini mengatakan, Kampus Merdeka dalam bentuk Merdeka Belajar merupakan antitesis dari pendidikan yang selama ini dianggap hanya berfokus di lingkungan kampus.
Menurutnya, 30 tahun lalu ia memunculkan buku Pendidikan Kaum Tertindas oleh Paulo Freire. “Karena pendidikan yang mengekang di Brazil ternyata dianggap tidak memihak pendidikan yang berkualitas bagi kaum miskin. Sehingga kaum miskin perlu menangani sendiri pendidikan mereka untuk meningkatkan pendidikan yang berkualitas sesuai dengan situasi saat itu. Kondisi ini melahirkan pedagogy of freedom (pendidikan yang
membebaskan),” ujarnya, seperti dalam rilis yang diterima redaksi, Jumat (30/7/2021).
Didik juga menyarankan sebaiknya Konsep Merdeka diterapkan 15 persen-20 persen. “Konsep Kampus Merdeka harus dinilai positif, merdeka Belajar dipahami dengan baik, yakni merdeka yang tetap memiliki aturan, disiplin dan implementasinya diatur secara proporsional. Karena pendidikan memerlukan kedisiplinan di samping kebebasan,” kata Didik.
Sementara itu, Dr Muhammad Sulhan, Ketua Umum ASPIKOM menggaris bawahi amanat dari Mendikbud-
Ristek memiliki posisi yang signifikan terkait rekomendasi dari Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) dibidang pengetahuan dan ketrampilan khusus.
Sulhan menyinggung bahwa CPL terakhir adalah di tahun 2018, dimasa disruption dan 4.0 belum sehebat hari ini.
“Pembentukan dan rekomendasi CPL itu free will kita yang diletakkan sesuai kehendak bebas, ASPIKOM memberikan ruang bagi seluruh Program Studi di 3 region untuk menciptakan keunikan. Keunikan itu sendiri menjadi landasan aturan yang disampaikan oleh kebijakan negara,“ katanya.
Ia juga menyatakan bahwa prodi-prodi komunikasi di seluruh indonesia memiliki free will untuk menciptakan keunikan mereka sesuai dengan habitat baik itu “Tentu konsep free will tadi dengan nuansa berkehendak bebas tadi harus memiliki tanggung jawab kepada seluruh lulusannya. Dengan demikian apa yang sedang dilakukan ASPIKOM adalah menciptakan mekanisme harmonis antara kebebasan untuk menciptakan keunikan dengan
tanggungjawab untuk menghasilkan lulusan yang bertanggungjawab dan bermartabat,” katanya.
Sri Hastjarjo, Ph.D, Ketua Departemen Kurikulum dan Pengembangan ASPIKOM mengungkapkan tantangan yang dihadapi prodi adalah kesenjangan yang terlalu besar.
“Dari hampir 300 prodi rumpun ilmu komunikasi ada yang sangat besar dan berbeda jauh pemahamannya mengenai MBKM sementara indikator yang dipakai sama, hal ini akan menimbulkan persoalan,” ujarnya.
Ia menengarai lebarnya disparitas antar prodi, persepsi yang beragam tentang MBKM dan implementasinya, serta kecepatan untuk merespon dinamika pelaksanaan MBKM terutama dalam reorientasi kurikulum. “MBKM menuntut reorientasi kurikulum yang mendasar, tidak sekadar tambal sulam demi pragmatisme mengisi angka-angka indikator kinerja,” katanya.
Dr Beny Bandanadjaya, ST, Direktur Pendidikan Tinggi Vokasi dan Profesi Kemendikbudristek mengatakan, jumlah mahasiswa dan lembaga pendidikan vokasi negeri dan swasta di Indonesia ikut berkembang jumlahnya sesuai kebijakan pemerintah mengenai pendidikan vokasi.
“Kita harus terus memperbaiki piramida kualifikasi tenaga kerja kita agar menjadi tenaga kerja yang terlatih, terampil, agar terserap semuanya ke dalam industri-industri kita,” katanya.
Menurut Beny, arahan Presiden Joko Widodo adalah bahwa kita harus meningkatkan kapasitas SDM kita agar lebih produkstif dan lebih kompetitif, dan pendidikan vokasi menempati posisi penting dalam strategi pengembangan SDM. Mengutip pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim, “Optimalisasi keterlibatan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI) dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi adalah kunci terwujudnya link and match.”
Beny juga menyatakan untuk menyiapkan SDM yang terampil, diperlukan revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi yang disesuaikan dengan kebutuhan DUDI dan perkembangan teknologi.
“Fokus pada kurikulum, pembelajaran berbasis project riil dari dunia kerja, jumlah dan peran dosen/instruktur dari industri dan ahli dari Dunia Usaha Dunia Industri Dunia Kerja (DUDIKA), magang atau praktik kerja, sertifikasi kompetensi, dosen dan instruktur update teknologi dan pelatihan, riset terapan mendukung teaching factory/teaching industry, serta komitmen serapan lulusan oleh DUDIKA,” ujarnya.
Ketua Departemen Kurikulum ASPIKOM, Dr Rini Sudarmanti menyatakan penyelenggaraan kegiatan ini didukung oleh dosen dari program studi ilmu komunikasi yang tergabung dalam ASPIKOM wilayah Jabodetabek, seperti IKB LSPR, Universitas Gunadarma, Universitas Al Azhar Indonesia, Universitas Satya Negara Indonesia, Universitas Pakuan Bogor, Institut Pertanian Bogor, Universitas Budi Luhur, Institut STIAMI, Politeknik Negeri Jakarta, dan Politeknik Negeri Media Kreatif.
Rini juga menekankan pentingnya acara seminar secara daring ini dimaksudkan untuk memfasilitasi setiap program studi menyesuaikan orientasi kurikulum pendidikannya dengan kebijakan Permendikbud No 3 Tahun 2020 tentang Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM)” katanya.***
Editor: denkur