Belakangan heboh soal viralnya video yang memperlihatkan para santri menutup telinganya ketika hendak divaksinasi. Aksi santri itu dilakukan lantaran di tempat vaksinasi diputar alunan musik.
DARA – Kontroversi mengemuka. Komentar bernada kecaman pun muncul. Namun, kemudian dijawab oleh sejumlah tokoh Islam yang menyayangkan ramainya komentar yang seolah menyudutkan para santri itu.
Putri mantan Presiden Indonesia Gus Dur, yakni Yenny Wahid tegas membela para santri tersebut. Menurutnya, seharusnya masyarakat tidak mudah memberikan cap radikal kepada orang lain hanya karena berbeda.
Yenny pun mengingatkan bahwa menghafal Al Quran itu sulit dan butuh ketenangan serta konsentrasi yang lebih agar mampu menghafal Al Quran.
Kemudian Sekjen MUI, Amirsyah Tambunan meminta agar masyarakat berhenti mengolok-olok para santri yang menutup telinga tersebut.
“Salah satu sifat tercela adalah mengolok-olok sesama manusia, baik karena faktor etnis, suku maupun karena agama,” ujarnya, seperti dikutip dara.co.id dari galamedianews.com, Kamis (16/9/2021).
Sujiwo Tedjo tak ketinggalan memberi komentar. Menurutnya, itu adalah hak mereka dan seharusnya masyarakat menghargai pilihan para santri tersebut.
“Jangan ngaku demokratis bila ketawa-ketawa ngece melihat mereka menutup telinganya dari musik. Itu hak mereka, hargai,” kata Sujiwo Tedjo.
M Ziyad, Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta semua pihak menghormati sikap para santri tersebut. Ia yakin para santri itu merupakan para penghafal Alquran yang tengah menjaga hafalannya agar tak terganggu dengan suara musik.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), Ustadz Jeje Zainuddin, mengatakan apa yang dilakukan sejumlah santri tersebut adalah hal yang wajar.
“Menurut saya, sikap yang diambil para santri tersebut hal yang biasa dan wajar. Terutama bagi para santri yang sedang konsentrasi menargetkan hafalan Alquran,” kata Ustadz Jeje, seperti dikutip dari Republika, Kamis (16/9/2021).
“Sama wajarnya dengan orang-orang yang sudah memiliki tingkat kebersihan hati yang tinggi, yang tentu saja tidak akan terpengaruh dengan suara musik di sekitarnya,” imbuhnya.
“Sebagaimana wajar juga bagi orang yang sudah memiliki tingkat kebersihan qolbu yang mapan tidak terpengaruh dengan suara musik dan nyanyian yang berisik di sekelilingnya dari konsentrasi zikir atau menghafal Alquran,” kata Ustadz Jeje.
Yang aneh dan tidak wajar, lanjut Ustandz Jeje, adalah ketika mengeksploitasi kasus tersebut untuk kepentingan politik kebencian, yaitu untuk mendeskreditkan para santri yang sedang belajar wara (menerapkan kehati-hatian yang ketat dari perkara yang menimbulkan keburukan) sebagai korban pendidikan kelompok ekstremis radikal. Kemudian membangun narasi dan opini bahwa itu adalah ciri-ciri kaum ekstremis.
Jeje berpendapat bahwa apa yang dilakukan para santri tersebut tidak merugikan pihak manapun. Para santri, kata dia, hanya ingin berkonsentrasi dan menjaga hafalannya dengan menjauhi musik tersebut.
Jeje bahkan menyinggung perilaku buruk anak-anak muda yang kecanduan musik tetapi tidak diusik dan justru dibiarkan.
“Lalu apa salahnya dan siapa yang merasa terancam atau dirugikan jika sekelompok anak-anak muda lebih memilih berkonsentrasi kepada menghafal Alquran dan menjauhi musik-musik yang menjijikan? Sebaliknya banyak anak-anak muda yang rusak perilakunya karena kecanduan musik dan nyayian yang tidak mendidik malah dibiarkan,” singgung Jeje.
“Lain halnya apabila sikap menjauhi musik dan nyanyian itu diiringi dengan sikap kebencian dan permusuhan kepada pihak lain, dan menganggap mereka yang berbeda paham sebagai perbuatan kafir dan murtad,” ujarnya.***
Editor: denkur | dari berbagai sumber