Setelah acara selesai seluruh raja pun kembali ke kerajaannya masing-masing, termasuk Raja Ciptarasa yang pulang ke Saunggatang.
DARA|TASIKMALAYA- Situ Sanghyang yang berada di Desa Cibalanarik, Kecamatan Tanjungjaya, Kabupaten Tasikmalaya memiliki keindahan alam tersendiri, airnya pun tak pernah surut walaupun dilanda kemarau panjang.
Hal tersebut dipercaya masyarakat dikarenakan ada sumber air yang selalu keluar dari dasar danau atau Situ Sanghyang.
Konon, Situ Sanghiang merupakan sebuah kerajaan dengan nama Saunggtang. Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang ksatria tampan dan gagah berani bernama Raden Ciptarasa.
Itulah suguhan awal cerita dari tokoh masyarakat setempat, Ikbal Nasihin (50) saat dara.co.id menyambangi kediamannya yang tidak jauh dari Situ Sanghiang, Jumat (2/4/2021).
Sambil menikmati segelas kopi hitam dan ubi rebus, Ikbal pun melanjutkan ceritanya, bahwa Saunggatang adalah sekutu dari kerajaan Mataram dan pada suatu suatu ketika, seluruh raja-raja sekutu Mataram mendapat undangan untuk berkumpul selama 40 hari di mataram.
Setelah acara selesai seluruh raja pun kembali ke kerajaannya masing-masing, termasuk Raja Ciptarasa yang pulang ke Saunggatang.
Di tengah perjalanan pulang, Ciptarasa bertemu Raden Rarangbuana yang merupakan pemimpin dari kerajaan Galuh yang terlambat hadir ke Mataram.
Kedua raja pun saling menyapa hingga akhirnya meneruskan perjalanan masing-masing. Saat itu, Raden Rarangbuana tidak didampingi permaisurinya. Usai pertemuan itu, tiba-tiba Ciptarasa teringat perkataan banyak orang bahwa permaisuri Raja Galuh memiliki paras menawan bahkan tercantik di antero Pulau Jawa.
Penasaran dengan itu, Raja Saunggantang pun bergegas menuju kerajaan Galuh untuk membuktikan tentang informasi akan kecantikan sang permaisuri.
Singkat cerita, sesampainya di depan Keraton Kerajaan Galuh, Ciptarasa tidak bisa masuk karena penjagaan yang super ketat. Namun, dengan ilmu kanuragan yang tinggi, Ciptarasa berhasil membuat seluruh penjaga keraton tertidur dan dengan leluasa masuk kedalam istana.
“Melihat seorang Ksatria yang gagah dan tampan, permaisuri Raja Galuh yang bernama Ayu Cindera Wulan kaget, begitupun dengan Raja Saunggatang yang baru pertama kali melihat seorang putri cantik bak bidadari dari kahyangan,” ungkap Ikbal sambil merogoh ubi rebus.
Yang lebih mengagetkan Ciptarasa, sang permaisuri ingin ikut kemanapun dirinya pergi. Maka dibawalah Ayu Cindera Wulan keluar dari dalam istana kerajaan Galuh.
Sesampainya di Kerajaan Saunggatang, Ciptarasa dan Ayu Cindera Wulan disambut seluruh abdi dalem. Raut penuh tanya terlihat dari seluruh abdi dalem ketika melihat seorang putri cantik yang dibawa rajanya tersebut, terlebih mereka tidak mengetahui darimana tempat asalnya.
Seorang abdi dalem kerajaan pun memberanikan diri bertanya kepada sang raja. “Sembah sinuwun nu kapihatur (maaf seribu maaf,) siapakah bidadari yang dibawa ini, tuan dan putri ini bagaikan kembang sepasang yang harum nan indah semerbak,” tanyanya.
Raja pun menjawab, putri ini adalah hadiah dari Kerajaan Mataram, maka kawinkan kami saat ini juga.
“Siapkan segalanya, buat makanan dan minuman yang enak, keluarkan seluruh beras, mainkan gamelan dan seluruh kesenian. Undang juga seluruh rakyat untuk bergembira, dan adakan pesta tujuh hari tujuh malam di dalam keraton,” perintah Ciptarasa.
Pernikahan dengan pesta meriah pun digelar sesuai rencana dan keinginan sang raja, riang gembira pun terdengar hingga ke balik benteng keraton Kerajaan Saunggatang.
Dari seluruh rakyat kerajaan yang hadir dalam acara tersebut. hanya seorang nenek tua rentak penumbuk padi yang tidak mengikuti pesta rajanya. Dia hanya mendengarkannya dari luar istana dan terus menumbuk padi untuk mencukupi kebutuhannya.
Dikala Kerajaan Saunggatang tengah berpesta pora. Sementara di Kerajaan Mataram, Raja Galuh justru mendapat firasat buruk tentang keberadaan permaisurinya. Raden Rarangbuana pun kembali ke istananya.
Benar saja sesampainya di istana, raja mendengar tangis memilukan dari seluruh kerabat keraton yang meratapi permaisuri yang hilang entah kemana. Dan seluruh abdi dalem pun menghampiri sang Raja Galuh dan memberitahukan bahwa permaisuri hilang tanpa ada sebab jelas.
Raden Rarangbuana ini memang manusia yang baik budi pekertinya, adil, bijaksana serta berilmu tinggi. Sang Raja pun tidak kaget ketika menerima laporan dari para abdi dalem keraton.
“Bahkan dengan penuh kewibawaan Raden Rarangbuana menenangkan para abdi istana dan raja sudah mengetahui, Dia mengatakan bahwa apa yang terjadi sudah menjadi guratan takdir Illahi yang tak bisa dipungkiri,” kata Ikbal Nasihin sejenak menghentikan ceritanya kemudian menyeruput kopi yang tersaji. (Bersambung).
Editor : Maji