BANDUNG BARAT – Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) bisa jadi sasaran empuk bagi para predator. Biasanya ini terjadi pada lingkungan terdekat.
“Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melakukan pengawasan menyeluruh bagi anak-anak kita agar terjamin keselamatannya,” kata Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Barat yang juga Ketua Umum Jabar Bergerak, Atalia Praratya Kamil, saat mengunjungi korban pelecehan seksual seorang oknum Widyaiswara Madya, di Kabupaten Bandung Barat, kemarin.
Humas Jabar dalam humas.jabarprov.go.id, menyebutkan, oknum tersebut diperbantukan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jawa Barat, SR (50). Pelecehan diduga dilakukan saat korban penyandang disabilitas berusia 15 tahun itu, sedang mengikuti pelatihan di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (BRSPD) Dinsos Jawa Barat.
“Kami hadir untuk melihat sejauh mana perkembangan kasus ini,” ujar Atalia.
Pihaknya akan terus memonitor perkembangan kasus tersebut. “Saya minta korban terus didampingi dan jangan lepas dari pengawasan karena ABK seringkali kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi.”
Kedepan, pihaknya akan melakukan pendalaman lebih jauh, termasuk akan hadir di tempat-tempat rehabilitasi agar tahu lebih dalam proses pendampingan yang bersih dari hal seperti itu. Untuk mencegah insiden serupa, Atalia Praratya berharap ada perbaikan dalam pembagian pendamping siswa di BRSPD selama kegiatan pelatihan.
Salah satunya dengan menyamakan gender antara siswa dan pendamping. “Saya mendapat info kalau proses pelatihan selama delapan bulan mengharuskan siswa menginap,” kata dia.
Sementara itu, lanjut dia, ada laki-laki yang bisa langsung berinteraksi. Mereka (siswa) ini rata-rata dari berbagai latar belakang. “Tentu ini wajib jika para pendamping adalah dari gender yang sama,” katanya.
Ibu korban menutirkan, anaknya menginap di mes BRSPD selama mengikuti pelatihan. Pelatihan itu dimulai pada Maret hingga awal November 2019 dan hanya boleh dijenguk orang tua dalam dua hingga tiga bulan sekali.
Namun, menjelang lebaran, anak-anak dipulangkan ke keluarga pada 26 Mei dan mulai pelatihan kembali pada 10 juni 2019. Ibu korban mulai merasa ada keanehan setelah menjemput korban tanggal 26 Mei lalu dini hari.
Setelah pulang dari pelatihan, korban lebih suka menyendiri. Lalu korban bererita bahwa dia diberi pakaian, dapat perhatian lebih dari SR. “Saya cek handphone anak saya, ada beberapa pesan dari SR yang menjurus ke pelecehan.
Hal tersebut membuat ibu korban curiga. Setelah bertanya, korban menceritakan pelecehan tersebut.
Ibu korban pun langsung membuat laporan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat dan Polres Cimahi, lalu keluarga disarankan melakukan visum. Apapun hasil visumnya, ia hanya berharap pelaku tetap dihukum sesuai dengan peraturan.
“Dan semoga tidak ada korban lain,” ujar ibu korban.
Terkait proses hukum terhadap pelaku, pihak berwajib masih melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan alat bukti dan keterangan saksi-saksi, sehingga belum bisa menetapkan status hukum terhadap terduga. Namun, Atalia Praratya menjamin proses hukum akan terus berlanjut.***
Editor: Ayi Kusmawan