Dewan Jabar desak pemprov mengkaji ulang pemberian bantuan non tunai alias BNT dengan bentuk sembako. Pasalnya, penyaluran sembako Banprov tahap kedua tertunda dengan tidak ada satu komoditi.
DARA | BANDUNG – Begitu kata Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Fraksi PKS Ir. H. Abdul Hadi Wijaya yang akrab disapa Gus Ahad.
“Resiko ini sudah diprediksi jika bantuan diberikan secara non tunai berbeda dengan sistem langsung tunai. Monopoli perdagangan sudah terjadi, misal saat ini satu komoditi barang hilang dari pasaran seperti sarden,” ujarnya, Senin (8/6/2020).
Kata Gus Ahad, guna mengantisipasi lambatnya penyaluran bantuan sembako yang menumpuk di gudang bulog, sebaiknya dan bisa saja barang yang gak ada di konpenasi dengan berbentuk uang.
Dalam komoditi yang diberikan pada masyarakat terdapat komoditi yang usianya pendek dan rentan membusuk, misalnya telur tidak bisa disimpan lebih 14 hari.
“Banyak resikonya jika penyaluran ditunda-tunda menunggu komoditi yang hilang ada lagi. Jangan sampai barang yang siap distribusi menjadi menumpuk. Nah kan kasian juga masyarakat,” ujarnya seperti dikutip dara.co.id dari galamedianews.com, senin (8/6/2020).
Ia juga berharap, Pemprov Jabar melakukan kajian ulang terkait penyaluran bantuan dengan sistem non tunai. Pasalnya, banyak resiko yang harus diperhatikan, termasuk nantinya terkait audit penggunaan anggaran.
“Resiko non tunai sangat besar, apalagi hilangnya satu komoditi, dampaknya akan menghambat pendistribusian,” ujarnya.
Berbeda dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT), kata Abdul Hadi, justru akan mempermudah serta bisa membantu meningkatkan perekonomian daerah.
“Dalam satu desa saja bisa puluhan juta perputaran uangnya jika menggunakan sistem BLT,” ujarnya.***
Editor: denkur