Persoalan bank emok yang belakangan ini ramai diperbincangkan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mendapat tanggapan dari anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung, Dedi Saeful Rohman.
DARA | BANDUNG – Banyak pihak yang menganggap, keberadaan bank emok meresahkan bagi masyarakat kecil. Namun, sebagian lain menilai bahwa bank emok bisa menjadi solusi bagi masyarakat kecil yang membutuhkan uang baik itu untuk kebutuhan sehari-hari maupun usaha, meski dengan bungan yang cukup tinggi.
Menurut Dedi Saeful Rohman, semestinya bank emok bisa selektif saat merekrut anggota. Karena permasalahan tersebut bisa menjadi konflik sosial.
Tidak jarang, kata Dedi, antar keluarga atau tetangga terjadi pertengkaran karena salah satu anggota tidak bisa membayar angsuran. Sementara anggota lain dengan terpaksa mau tidak mau harus siap tanggung renteng demi memenuhi pembayaran.
“Permasalahan itu naik kepermukaan karena ada sebagian anggota yang berlaku konsumtif bukan produktif,” kata Dedi saat ditemui dara.co.id di Kantor DPC Gerindra, Banjaran, Kabupaten Bandung, Sabtu (15/2/2020).
Munculnya masalah, tambah Dedi, terjadinya pertengkaran antar anggota yang meminjam untuk kebutuhan konsumtif pribadi. Sementara yang lainnya lebih dipergunakan ke penambahan modal usaha.
Ditegaskan Dedi, semestinya yang diwaspadai itu bank keliling atau renternir. Karena bank keliling yang merambah ke perkampungan dan pasar, memberikan bunga dari 50 persen hingga 100 persen. Jelas itu sangat memberatkan masyarakat.
“Bank keliling atau renternir semestinya yang harus diwaspadai dan ditindaklanjuti secara signifikan,” katanya.
Menurutnya, bank keliling lebih jahat karena jelas keberadaannya sangat merugikan masyarakat. Dan praktek renternirnya pun sudah bukan rahasia umum.***
Wartawan: Fattah | Editor: Muhammad Zein