Memberi ketenangan kepada para petani saat menanam, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung gulirkan program asuransi. Petani hanya perlu membayar iuran sebesar Rp36 ribu per hektar untuk setiap masa tanamnya. Jika mengalami kerugian, petani bisa mengklaim asuransi tersebut.
DARA | BANDUNG – Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Ina Dewi Kania mengatakan, guna membantu petani di tengah kondisi rawan kekeringan yang bisa menimbulkan kerugian, maka Dinas Pertanian Kabupaten Bandung mengadakan program asuransi bagi petani. Setiap masa tanam, petani hanya perlu membayar Rp36 ribu per hektar
“Misalnya, terjadi kekeringan atau gagal panen, mereka bisa dapat kompensasi sebesar Rp6 juta,” kata Ina di ruang kerjanya, Senin (14/9/2020).
Menurut Ina, asuransi petani ini sudah berjalan selama empat tahun dan sudah ada petani yang melakukan klaim terhadap asuransi tersebut yakni petani di Kecamatan Banjaran dan Kecamatan Kutawaringin.
Ina menuturkan program asuransi petani tersebut dikerjasamakan dengan Jasindo. Adapun cara mengiikuti asuransi tersebut yaitu petani hanya perlu mendatangi perbankan, dalam hal ini adalah BRI, kemudian membayar iuran sebesar Rp36 ribu per hektar, lalu mengisi formulir yang disediakan.
“Sosialisasi tidak hanya dilakukan oleh dinas, tapi juga oleh Jasindonya,” kata Ina.
Saat ini, sudah tiga ribuan petani yang mengikuti program asuransi ini. Para petani ini sudah memahami pentingnya memiliki asuransi, apalagi sudah pernah ada petani merasakan manfaat dari program asuransi ini. Program asuransi ini boleh diikuti oleh petani yang menanam padi dengan ternak.
“Program ini juga disubsidi oleh pemerintah. Jadi, iuran yang dibebankan kepada petani lebih ringan. Program ini akan memberikan ketenangan petani dalam menanam. Apalagi ditengah kondisi iklim yang tidak bisa diprediksi, yang bisa menyebabkan hama penyakit,” tutur Ina.
Ina menambahkan, saat ini sudah ada laporan mengenai kekeringan yang melanda beberapa wilayah di Kabupaten Bandung. Namun, jika melihat kondisi iklimnya, saat ini sedang terjadi kemarau basah. Jadi, ada beberapa wilayah masih ada yang turun hujan, walaupun dengan intensitas yang masih terbatas.
“Saat ini, petani sudah semakin paham dengan kondisi cuaca. Jadi, mereka akan nisa mempertimbangkan, apakah mereka harus tanam padi atau tanam komoditas lain. Istilahnya, petani bisa berhitung lah, kalau kondisi seperti ini sebaiknya tanamnya apa,” papar Ina.
Selain dari kemampuan petani yang mampu memahami kondisi iklim, lanjut Ina, juga banyak varietas tanaman padi yang tahan kering, seperti inpago atau padi dilahan gogo. Jadi, dengan kondisi air yang terbatas pun, masih bisa menghasilkan.
Meski demikian, memasuki musim kemarau ini, pihaknya sudah menghimbau para petani untuk melihat ketersediaan air. Jika ketersediaan airnya cukup, maka boleh menanam padi, namun jika tidak, maka sebaiknya menanam komoditas lainya, seperti palawija atau menanam sayuran dataran rendah.
“Jadi, lahan bisa dimanfaatkan dengan komoditas yang lain,” lanjutnya.
Lahan sawah di Kabupaten Bandung yang rawan kekeringan adalah Ciparay, Sumbersari, Solokan jeruk, dan Rancaekek. Tapi, didaerah-daerah tersebut sudah banyak dukungannya, seperti pompa, saluran irigasi dan pembuatan embung-embung. Sehingga, saat ini para petani masih bisa menanam.
“Karena ada pompa yang mampu memompa sumber air di Sungai Citarum, jadi tidak ada istilah kemarau,” ujar Ina.
Kata Ina, kekeringan itu ada beberapa kategori. Misalnya, kekeringan biasa yang bisa ditangani dengan pompa air dan juga ada kekeringan berat yaitu kondisi dimana tidak ada sumber air sama sekali.
Ina meyakini, kekeringan di Kabupaten Bandung masih bisa ditangani. Apalagi, jika masih ada sumber air. Selain itu, dinas pertanian juga memiliki alat-alat pertanian yang bisa dipinjamkan kepada masyarakat.
“Misalnya, di wilayah Rancaekek ada sumber air, tapi jauh. Maka, petani bisa meminjam pompa ke dinas,” pungkas Ina.***
Editor: denkur