DARA | JAKARTA – Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Pol Dedi Prasetyo, memastikan bakal ada tersangka baru pada kasus dugaan tindak pidana korupsi pencairan kredit fiktif Bank BJB Syariah ke PT Hastuka Sarana Karya (HSK) dan CV Dwi Manunggal Abadi.
Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri lanjut Dedi, tengah melakukan gelar (ekspose) perkara.
“Tim penyidik masih melakukan ekspose secara intenal. Setelah ekspose mengumpulkan keterangan dan alat bukti, statusnya akan naik ke penyidikan,” kata Dedi di Gelora Bung Karno, Jakarta Selatan, pada Ahad, (17/3/ 2019) seperti dilansir tempo.co.
Dedi menjelaskan, setelah melakukan ekspose perkara, penyidik akan langsung menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk meningkatkan status perkara tersebut dari penyelidikan ke penyidikan, yang diikuti dengan penetapan tersangka baru.
Alasan peningkatan status hukum kasus tersebut lanjut Dedi, karena ditemukan adanya perbuatan melawan hukum yaitu hilangnya uang negara sebesar Rp548 miliar akibat kredit macet.
“Di situ kan ada perbuatan melawan hukum itu. Harusnya Pak Aher tahu itu sebagai pemegang saham mayoritas di Bank BJB,” kata Dedi.
Penyebutan Aher itu adalah mantan gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan. Disebutkan Tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi memeriksa Aher secara intensif pada Rabu, (13/3/2019).
Kasus ini, polisi telah menetapkan mantan pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Bank Jabar Banten Syariah (BJBS) Yocie Gusman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian kredit BJBS kepada debitur atas nama PT Hastuka Sarana Karya periode 2014 hingga 2016. Perkaranya kini tengah berlangsung di PN Tipikor Bandung. Senin (18/3/2019) persidangan berlangsung dengan agenda keterangan terdakwa.
Yocie Gusman sebelumnya diketahui sebagai mantan Ketua Partai Keadilan Sejahtera Kota Bogor. Teungkap di PN Tipikor Bandung Jabar, Yocie didakwa tidak menaati prosedur saat memberikan kredit ke AW, selaku pimpinan PT HSK dalam memberikan fasilitas pembiayaan sebesar Rp548 miliar.
Dana sebesar itu itu digunakan PT HSK untuk membangun 161 ruko di Garut Super Blok. Penyaluran kredit tersebut belakangan diketahui dilakukan tanpa agunan.
Sebagai debitur, PT HSK malah mengagunkan tanah induk dan bangunan ke bank lain. Setelah dikucurkan, ternyata pembayaran kredit tersebut macet sebesar Rp548 miliar. ***
Bahan : tempo.co