Tahun 1980 an, persaingan media cetak di Bandung sedang ramai-ramainya. Saling berlomba menarik simpatik pembaca dengan suguhan beragam rubrik khasnya sesuai arah kebijakan redaksi. Nyaris tak ada media yang tidak laku. Semuanya laris diburu pembaca.
Tentu, masing-masing koran – begitu istilah lumrahnya saat itu – memiliki segmentasi pasar berbeda. Ada koran yang mengklaim sebagai bacaan kalangan pejabat atas dan pengusaha sukses, ada juga yang memproklamirkan sebagai koran kalangan menengah kebawah.
Segmentasi pasar itu dibedakan dengan suguhan berita yang dimuatnya. Segmen pejabat atas dan pengusaha sukses umumnya memuat berita-berita seputar pemerintahan, ekonomi dan politik. Diperkokoh dengan artikel-artikel yang ditulis oleh penulis-penulis sohor saat itu.
Lalu, koran yang mengklaim sebagai koran kelas menengah kebawah. Beritanya didominasi oleh berita kriminal dan kasus-kasus penyalahgunaan uang negara. Lazim disebut oleh kalangan wartawan: berita kasus. Di koran ini sedikit sekali persentase pemuatan artikel. Lebih cenderung kepada tulisan-tulisan peristiwa yang terjadi dari keseharian rakyat biasa.
Berita-berita olahraga dan artis, disajikan setiap terbitan hari Minggu yang disebut Edisi Minggu. Koran saat itu memang kerap membedakan isi berita antara hari-hari biasa dengan hari Minggu. Edisi Minggu lebih kepada menyuguhkan tulisan-tulisan feature, tips, laporan perjalanan, biografi, profil, resensi, cerpen, puisi dan ulasan budaya serta pariwisata.
Pikiran Rakyat yang dekade tahun itu menjadi koran terbesar di Jawa Barat cukup beragam dalam menyajikan rubrikasinya. Edisi harian berhasil memposisikan dirinya sebagai korannya pejabat teras, para pengusaha dan cendikiawan. Berita-berita pemerintahan dan politik serta beragam analisis ekonomi menjadi ciri khas yang sulit tertandingi koran lain kala itu.
Pun begitu dengan edisi Minggu-nya. Pikiran Rakyat memang jago dalam menyuguhkan tulisan-tulisan sastra baik cerpen, puisi maupun essai, sehingga tak sedikit sastrawan dan budaya yang lahir dari koran yang bermoto: dara rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat ini.
Namun, Pikiran Rakyat bukan berarti tak punya pesaing. Sederet koran lain eksis menyebar di seantero Jawa Barat. Ada Bandung Pos, Gala, Mandala, dan koran berbahasa Sunda yakni Giwangkara, Kudjang, Galura dan Mangle. Koran-koran ini pun tak kalah menariknya dan diburu pembaca hingga bisa mencapai oplah ribuan per hari.
Bandung Pos, Gala dan Mandala adalah tiga koran harian yang memiliki ciri khasnya yang berbeda dengan Pikiran Rakyat. Ketiganya lebih kuat pada tulisan-tulisan kriminal. Sebuah berita yang sangat dinanti kalangan masyarakat menengah kebawah. Setiap pagi selalu diburu pembaca ada atau tidak ada peristiwa kriminal yang terjadi kemarin atau tadi malam.
Ketiga koran ini juga terbit pada edisi minggu. Menyuguhkan tulisan-tulisan artis lokal yang sedang gandrung saat itu. Banyak artis penyanyi yang kemudian tenar menasional berawal dari pemuatan tiga koran ini. Umpamanya Anggun C Sasmi, Nike Ardila, Nicky Astria, Yosi Lucky, Popi Mercury, Nais larasati, Hari Mukti dll.
Lalu, Giwangkara dan Kudjang. Giwangkara terbit satu minggu dua kali. Koran berbahasa Sunda ini selain menyajikan berita-berita pemerintahan, juga mengkhususkan diri menjadi korannya pendidikan, dihiasi dengan carita pondok (carpon/cerpen). Sama persis dengan Kudjang.
Mangle dan Galura, lebih kepada menyajikan tulisan-tulisan sastra (sunda) berbentuk carpon, puisi dan essai. Mangle berbentuk majalah dan Galura berbentuk tabloid. Dua media ini diasuh oleh penulis-penulis sastra dan budayawan sunda yang sukup dikenal, seperti Abdullah Mustaffa, Aam Amelia, Yayat Hendaya, Us Tiarsa, Aan Merdeka Permana, dll.
Dari dua media ini lahir sederet penulis sastra yang sukses dan dikenal masyarakat penikmat sastra sunda, seperti Hadi Aks, Dadan Sutisna, Edi R Panjunan, Holisos ME, Endang Gg, Ajat Drajat, Rosyid E Abi dll. Hingga kini mereka masih eksis menulis.
Gempuran media ibukota
Media terbitan Bandung harus meladeni gempuran media ibu kota, Jakarta dan dari daerah lain yang tak kalah hebatnya dan laku juga di Bandung. Ada Kompas, Tempo, Pos Kota, Suara Karya, Suara Pembaruan, Sinar Pagi, Berita Buana dan Pelita.
Lalu ada juga Merdeka, Santana, Barata, Simponi, Singgalang, detik, Intijaya dll. Semua itu mampuh hadir menyemarakan dua pers di tatar Jawa Barat, khususnya Bandung.
Seperti apa pergolakan persaingan media di Bandung saat itu, simak artikel ini dibagian kedua.***
Editor: denkur