Bandung Punya Cerita (2): Gempuran Koran Jakarta dan Pertarungan Strategi Dagang

Minggu, 19 September 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi (Foto: Pewarta Indonesia)

Ilustrasi (Foto: Pewarta Indonesia)

Dibagian pertama dijelaskan, dalam dekade tahun 80-an, persaingan koran di Bandung sedang ramai. Gempuran koran terbitan Jakarta pun ikut memanaskan suasana. Hingga muncul sebuah pertarungan sengit, yakni pertarungan strategi dagang, pemasaran oplah koran.


Kawasan Cikapundung saat subuh, berderet bandar-bandar koran bak pasar di tepi jalan. Sejumlah koran terbitan Jakarta masuk ke situ, per sekian menit hampir berbarengan dengan kedatangan koran terbitan Bandung.

Kecepatan koran-koran Jakarta tiba di Cikapundung nyaris membuat kalangkabut tim produksi koran-koran Bandung. Terlebih jika ada sebuah peristiwa nasional yang menyedot perhatian publik, koran Jakarta begitu cepat laksana kilat. Pukul empat subuh sudah sampai di Cikapundung.

Sesaat kemudian, selepas adzan subuh berkumandang, para agen koran berdatangan. Membeli koran untuk dilemparkan ke para loper dan asongan. Mereka akan membeli koran yang laku keras di daerahnya. Berbeda-beda. Umpamanya, kalau Gala laris di Majalaya, maka Mandala laku keras di Ledeng. Sedangkan Bandung Pos merajai kawasan Bandung Timur.

Lalu dimana Pikiran Rakyat berada? Menyebar dimana-mana ada, terutama di instansi pemerintahan dan perkantoran swasta. Sama persis dengan koran-koran Jakarta. Tak mampu kuasai eceran, tapi bertengger di meja-meja pejabat teras dan direktur perusahaan besar.

Daya pikat jual koran tak hanya mengandalkan nama besar koran tertentu, tapi juga tergantung berita yang diterbitkan hari itu. Para agen tahu berita dan rubrik apa yang akan dan selalu diburu pembaca. Lebih tahu dari pemimpin redaksi koran tersebut.

Tunjuk contoh saat ada pertandingan Persib atau peristiwa pembunuhan mengegerkan, maka para agen akan membeli koran yang memberitakan pertandingan tersebut hingga melebihi jumlah yang dibeli kemarin. Pun begitu jika ada peristiwa nasional, sebut saja berita politik yang sedang ramai jadi perbincangan, para agen akan membeli koran yang memberitakan peristiwa itu.

Bahkan, katanya tidak jarang para agen memesan kepada tim redaksi untuk mengangkat sebuah berita yang bakal laku di pasaran. Agen seolah menjadi tim litbang pengembangan koran saat itu yang bisa memberi masukan kepada tim redaksi bahwa hari itu harus ada berita ini itu dan sebagainya.

Pagi menuju siang, bahkan hingga senja hari. Pasar koran berada di pinggir jalan sebelah timur alun-alun Bandung. Dikenal dengan sebutan Miramar. Di situ jongko-jongko koran berjejer. Tak hanya menjual koran harian dan mingguan, banyak juga majalah bulanan. Bahkan, majalah lama pun masih dijual disana.

Laku keras. Hingga pukul empat sore, koran harian paling tersisa tinggal lima eksemplar. Itu tak hanya koran Bandung seperti Gala, Bandung Pos dan Mandala, koran Jakarta pun cukup laris, seperti Harian Terbit, Jayakarta, Pos Kota, Pelita, Suara Pembaruan, Berita Yudha, Merdeka dan lain-lain.

Kompas, Suara Karya, Tempo dan Pikiran Rakyat ada memang di jongko-jongko, namun tak selaris koran lain. Ternyata empat media ini sudah memiliki jalur pemasarannya sendiri. Artinya, koran-koran ini lebih unggul dilangganan ketimbang dieceran.

Empat media atau koran ini mampu memiliki langganan ribuan dan menyebar di berbagai instansi dan perkantoran. Koran elit orang bilang, karena segmentasi pasarnya para pejabat tinggi, pengusaha sukses dan kaum cendikiawan.

Ditingkat eceran dan asongan pun ada, tapi sekali lagi pembelinya kurang. Kalah dengan koran-koran yang memposisikan sebagai koran menengah kebawah. Koran ini laku keras dieceran, loper dan asongan, sehingga banyak orang yang berminat jadi pedagang asongan koran di lampu stopan. Tahun 80-an, dagang koran jadi alternatif mata penceharian yang menjanjikan.

Lalu, bagaimana tentang langganan, koran segmentasi menengah kebawah juga memiliki langganan, termasuk di pemerintahan dan perkantoran swasta. Tapi jumlahnya tak sebanyak koran-koran elite. Begitu menurut orang-orang saat itu.

Tak ada pembeda dalam strategi dagang. Semua koran memasarankan pada dua sisi, yakni langganan dan eceran. Namun, ‘ya itu tadi, koran segmen menengah ke atas lebih kuat di langganan, sedangkan segmen menengah kebawah lebih laku di eceran. Semuanya hidup dan bisa bertahan dengan kadarnya masing-masing saat itu.

Pertarungan strategi dagang justru terjadi pada pemuatan berita. Suara Karya umpamanya, koran ini begitu tangguh dan menjadi buming setelah membuka halaman suplemen atau sisipan yang bernama Halo-Halo Bandung. Di halaman ini pembaca disuguhkan dengan tulisan-tulisan laporan, investigasi tentang beragam kondisi dan peristiwa yang terjadi dan belum dikupas oleh koran lain.

Empat wartawan Suara Karya Perwakilan Bandung: LM Sinaga, Agus Dinar, Wawan Priatna dan Aceng Abdullah, begitu cerdas memilih materi berita yang bakal menarik minat pembaca. Dengan akurasi data dan menyajian gaya tulisan investigatif menjadikan koran ini naik oplah di Bandung dan umumnya Jawa Barat.

Dari Halo Halo Bandung itulah tampaknya koran lain terilhami, sehingga menjamurlah halaman sisipan serupa. Koran Jayakarta umpamanya, muncul sisipan bernama Bumi Siliwangi. Sukses juga mendulang oplah di Bandung.

Kompas lebih beragam lagi. Semua bidang diolah jadi sisipan atau suplemen, mulai dari olahraga, ekonomi, fashion, rumah hingga keluarga dan otomotif. Lebih detail, akurat dan beragam.

Pikiran Rakyat pun sama. Koran ini membuat supleman yang lebih beragam menyentuh berbagai sisi dengan penyajian yang akurat dan menarik. Pun begitu dengan koran-koran lain. Suplemen seolah menjadi gaya baru dalam tampilan koran dekade tahun 80-an.

Tujuannya hanya satu yaitu ingin memuaskan pembaca, sehingga tak berpaling ke koran lain, dan itulah pertarungan strategi dagang yang sesungguhnya.

Lalu, bagaimana dengan kinerja wartawan di tahun 80-an, sejauhmana kinerja wartawan mampu mengimbangi perkembangan koran yang sedang perang sengit dalam strategi dagangnya saat itu?

Tahun 80-an kwalitas wartawan di Bandung cukup dikagumi dan ditakuti berbagai pihak. Kegigihannya dalam memburu berita, kepintarannya dalam memilih berita yang layak muat serta kejujurannya atas profesinya, bahwa wartawan adalah sebuah profesi mulya ada di Bandung saat itu.

Simak bagian selanjutnya yang mengupas tentang bagaimana sengitnya persaingan antar wartawan Bandung di tahun 80-an.***

Editor: denkur

 

Berita Terkait

Presiden Prabowo Panen Raya di Majalengka, Bupati Bandung di Ciparay
Pemudik di Wilayah KAI Daop 6 Yogyakarta Bisa Periksakan Matanya Secara Gratis
Kepala DPMTSP Jabar Dedi Taufik Siapkan Strategi Jaga Iklim Investasi di Jabar
GEJOLAK KOREA SELATAN MK Tanpa ‘Dissenting Opinion’
Amilin Zakat Fitrah DKM Binaul Makmur Desa Banyusari Tunaikan Amanah
Menghapus Jenuh Saat Mudik Lebaran, Daop 2 Bandung Sediakan Arena Bermain Anak
PT KAI Daop 2 Bandung Berangkatkan 17.893 Orang, Pucak Mudik Sudah Terlewati
Simak Nih, Pesan Bupati Bandung buat Warganya Yang Mudik Lebaran
Berita ini 5 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 7 April 2025 - 13:23 WIB

Presiden Prabowo Panen Raya di Majalengka, Bupati Bandung di Ciparay

Senin, 7 April 2025 - 12:54 WIB

Pemudik di Wilayah KAI Daop 6 Yogyakarta Bisa Periksakan Matanya Secara Gratis

Minggu, 6 April 2025 - 09:19 WIB

GEJOLAK KOREA SELATAN MK Tanpa ‘Dissenting Opinion’

Minggu, 30 Maret 2025 - 22:21 WIB

Amilin Zakat Fitrah DKM Binaul Makmur Desa Banyusari Tunaikan Amanah

Minggu, 30 Maret 2025 - 21:54 WIB

Menghapus Jenuh Saat Mudik Lebaran, Daop 2 Bandung Sediakan Arena Bermain Anak

Berita Terbaru


Bupati Bandung Dadang Supriatna menghadiri panen raya padi di Desa Sumbersari, Kecamatan Ciparay.(Foto: maji/dara)

BANDUNG UPDATE

Presiden Prabowo Panen Raya di Majalengka, Bupati Bandung di Ciparay

Senin, 7 Apr 2025 - 13:23 WIB