Banyak perempuan yang menikah namun belum siap secara fisik dan mental, sehingga mengalami hal tidak diinginkan.
DARA – Begitu dikatakan Bupati Cirebon Drs H Imron, MAg dalam pertemuannya dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) Republik Indonesia di Pendopo Bupati, Kota Cirebon.
Pertemuan juga dihadiri Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kemenpppa Rohika Kurniadi Sari, SH, MSi, perwakilan United Nations Fund for Population Activities (UNFPA) Anjali Sen, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni, dan sejumlah pejabat lainnya.
“Di Kabupaten Cirebon dan daerah Pantura, perempuan khususnya harus bisa menunda pernikahan. Jangan sampai memaksakan anak belum siap nikah nanti bisa menimbulkan masalah,” kata bupati.
Tingginya angka pernikahan pada perempuan, kata bupati, disebabkan berbagai faktor, salah satunya kemiskinan, sehinga diharapkan program dari pemerintah pusat untuk perempuan bisa menyelesaikan masalah tersebut.
“Pendekatan kepada perempuan harus dilakukan lagi oleh perempuan supaya lebih efektif. Intinya, pemerintah selalu berpihak kepada perempuan,” katanya.
Sementara itu, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kemenpppa Rohika Kurniadi Sari mengatakan, di Kabupaten Cirebon sudah banyak memiliki program yang melibatkan perempuan dan anak.
Di salah satu pesantren di Kabupaten Cirebon ada sosok perempuan yang menjadi pemimpin. Menurutnya, sosok tersebut mampu menjadi agen perubahan secara nasional dan internasional.
“Saya yakin aset-aset ini bisa mempengaruhi cara pandang seluruh pesantren bagaimana melaksanakan upaya penanganan kekerasan berbasis gender ini,” kata Rohika.
“Nantinya, Kabupaten Cirebon akan mempunyai sistem yang menjamin pemenuhan hak dan menjamin tidak adanya kekerasan perempuan dan anak,” imbuhnya.
Kepala DPPKBP3A Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni, mengatakan, pemerintah daerah sudah menjamin perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan. Hal tersebut sesuai peraturan daerah tentang pemberdayaan dan perlindungan terhadap anak.
Selain itu, Kabupaten Cirebon memiliki puluhan unit pelayanan teknis (UPT) pengendalian penduduk, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak.
“Kami juga melakukan berbagai upaya mulai dari kampanye stop kekerasan perempuan dan anak. Kemudian kampanye stop perkawinan anak. Sekarang tinggal peningkatan sinergitas saja,” katanya.
Editor: denkur