Tahapan Pilkada 2020 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, terancam terganggu akibat belum cairnya anggaran dari Pemkab Bandung sesuai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk penyelenggara pemilu baik Bawaslu maupun KPU.
DARA | BANDUNG – Koordinator Divisi Hukum, Humas dan Hubungan Antarlembaga pada Bawaslu Kabupaten Bandung, Ari Hariyanto mengungkapkan, penyebab anggaran dari NPHD untuk Bawaslu tak kunjung cair adanya perbedaan angka hibah antara NPHD dan DPA, sehingga terdapat selisih angka sebesar Rp330.084.000 yang lebih kecil dari NPHD.
“Laporan dari sekretariat Bawaslu Kabupaten Bandung, sampai saat ini belum melihat adanya anggaran di rekening. Padahal, awal Januari 2020, Panwascam kami yang sudah bekerja berikut dengan jajaran sekretariat harus sudah mendapatkan honor di awal Februari ini. Kalau begini caranya, sepertinya mereka akan mengalami keterlambatan pencairan honor,” ujar Ari saat ditemui di Kantor Bawaslu Kabupaten Bandung, Soreang, Kamis (30/1/2020).
Parahnya lagi, kata Ari, semua penyelenggara pemilu belum mendapatkan kepastian kapan anggaran itu cair. Jika kondisi ketidakpastiaan ini terus dibiarkan, maka bisa dipastikan tahapan penyelenggaraan Pilkada di Kabupaten Bandung menjadi terganggu.
Lebih lanjut Ari mengungkapkan, alasan Pemkab Bandung enggan mencairkan lantaran adanya ketidaksesuaian angka NPHD dan DPA. Padahal, Pemkab Bandung sudah tiga kali menggelar pertemuan khusus dengan melibatkan Bawaslu dan KPU untuk mencari jalan keluar atas persoalan tersebut, tapi tetap buntu.
“Disisi lain, sesuai dengan Permendagri Nomor 54/M Tahun 2019 pasal 16 ayat 3 disebutkan, pencairan dana hibah bertahap. Pada tahap I sebesar 40% dari NPHD setelah 14 hari penandatangan NPHD. Tahap II sebesar 50% dari NPHD paling lambat 4 bulan sebelum hari H, dan tahap III sebesar 10% yang dicairkan paling lambat satu bulan sebelum hari pemungutan suara,” terangnya.
Ada juga penegasan di Surat Edaran Mendagri No 470/463/SJ tertanggal 20 Januari 2020 tentang implementasi Permendagari Nomor 54 Tahun 2019 bahwa diangka 2 huruf b disebutkan bahwa Lemda dan/atau DPRD tidak diperkenankan merubah besaran NPHD yang telah dianggarkan dalam APBD tanpa melalui kesepakatan bersama.
“Saat ini adanya perbedaan angka NPHD dan DPA ini, menurut keterangan yang disampaikan oleh Kabag Tapem Setda Kabupaten Bandung, disebabkan kesalahan ketik. Begitu juga dengan KPU yang ada selisih Rp 120 juta,” katanya.
Anehnya, kata Ari, kesalahan ketik itu jumlah anggaran untuk Bawaslu yang hilang jauh lebih besar ketimbang KPU. Meski demikian, pihaknya berharap bagaimana caranya anggaran secepatnya cair karena menyangkut hak orang lain agar tahapan Pilkada tidak terganggu.
“Kalau sudah seperti ini siapa yang mau bertanggungjawab. Bukan saatnya lagi saling menyalahkan, tapi kami inginkan solusi konkret agar tahapan penyelenggaraan tidak terganggu,” ujarnya.
Sekalipun ada peluang untuk menyampaikan informasi prihal kesiapan Pilkada kepada Kementerian Dalam Negeri, pihaknya belum melaporkan kondisi anggaran 2020 yang masih belum cair akibat kesalahan administrasi ini.
“Padahal Kemendagri sudah mengeluarkan himbauan bahwa Pemda yang tak segera cairkan anggaran Pilkada terancam akan mendapatkan sanksi, mulai dari teguran hingga pemberhentian sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Masalah Pemilu ini penting jadi jangan main-main,” jelasnya.***
Wartawan: Muhammad Zein | Editor: denkur