Tantangan pola pengasuhan anak di masa adaptasi kebiasaan baru (AKB) setelah mengalami pandemi yang cukup lama memang memiliki kesulitan tersendiri.
DARA | BANDUNG – Begitu kata Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bandung Kurnia Agustina Naser.
Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi challenge bagi para orangtua khususnya para ibu dimana anak-anak dipaksa untuk bisa beradaptasi dengan situasi saat ini.
“Misalnya anak harus memakai masker, berapa lama sih anak bisa standby, duduk, diam memakai masker. Belum lagi harus cuci tangan setiap habis melakukan kegiatan, seberapa patuhnya sih mereka terhadap itu, dan anak-anak itu senang bermain berkumpul bersama temannya, susah sekali untuk memberi pemahaman soal social distancing kepada mereka,” ujarnya saat diwawancara dara.co.id di Soreang, belum lama ini.
Hal lain yang menjadi tantangan adalah pola pendidikan juga menggunakan online, lanjut Nia, untuk awal-awal pasti terjadi bounding antara ibu dan anak. Namun, seiring berjalan waktu dengan banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan akhirnya si anak akan menjadi bosan.
“Ini challenge di keluarga, lebih bagus kalau keluarga bisa melakukan inovasi atau kreatifitas seperti menciptakan permainan di rumah bersama seluruh anggota keluarga, biar nggak bosen,” lanjutnya.
Namun, menurut Nia yang paling dikhawatirkan adalah jika orangtua ikut stress, salah-salah anak yang jadi sasaran. Itulah yang menjadi program P2TP2A dimana anak-anak jangan sampai menjadi korban kekerasan baik fisik atau verbal akibat orangtua yang stress menghadapi situasi sulit di masa pandemi misalnya menjadi misbar akibat kehilangan pekerjaan dan sebagainya.
Di sisi lain, untuk keluarga yang salah satu anggotanya terindikasi terpapar covid-19, pihaknya bekerja sama dengan Dinas Kesehatan yang berjejaring dengan puskesmas dan gugus tugas seperti dinsos untuk melakukan giat parenting kepada para regal yaitu tetangga-tetangga di sekitar rumah korban untuk tidak menciptakan stigma buruk ketika kasus positif terjadi, bahkan harus memberikan support.
Sedangkan untuk keluarga yang anggotanya terkena covid-19, mereka harus melakukan rapidtest dan swabtest termasuk anak-anaknya juga.
“Kebetulan di Kabupaten Bandung ada rumah karantina di BLK Manggahang, Baleendah yang memungkinkan untuk bisa menampung para keluarga yang terindikasi terpapar covid-19, bahkan anak anaknya pun bisa ditampung disana sesuai dengan protokol yang berlaku,” ujar Nia.
Lebih jauh Nia menuturkan di Kabupaten Bandung terdapat beberapa kampung tangguh covid-19 seperti misalnya yang terpantau olehnya di Desa Cileunyi Kulon yang mana mereka berupaya menguatkan ketahanan warga desa termasuk giat posyandu tidak berhenti untuk menjaga imun dan daya tahan tubuh anak terutama balita.
Untuk pelaksanaan kegiatan posyandu, Nia mengaku pihaknya terus mengcompare dengan rekan-rekan dari dinas kesehatan terkait protokolnya, karena menurutnya kader harus terjamin keselamatannya, sementara Bidan juga tidak mungkin menyuntik imunisasi secara virtual.
Semuanya harus sesuai protap minimal pada saat pelaksanaan harus memakai APD namun jangan sampai membuat takut si anak, “Ini challenge banget ya, soalnya anak-anak lihat badut aja takut apalagi lihat orang pake APD,” katanya.
“Sebelum terjadi pandemi, memang kita punya program untuk pencegahan stunting dimana imunisasi itu tidak boleh terputus. Namun, saat terjadi pandemi secara otomatis selama tiga bulan tidak ada kegiatan imunisasi dan pada saat sekarang dilaksanakan lagi, kita tetap tidak boleh abai terhadap protap protokol kesehatan karena kader, bidan dan keluarga yang datang ke posyandu pun harus terjamin keamanan, keselamatan dan kesehatannya,” imbuhnya.
Editor: denkur