Masyarakat modern cenderung serba materialistik dan individualistik. Pola hubungan sering dinilai dengan materi, sehingga orang-orang kaya lebih mendapat tempat terhormat dalam lingkungannya. Orang berada yang bermobil mewah, berpakaian merk terkenal, dan selalu menenteng telepon genggam terbaru, sepertinya lebih dihargai dibanding orang-orang biasa.
Kepedulian terhadap orang lain pun tidak seperti pada masyarakat tradisional, karena orang-orang disibukkan oleh berbagai aktivitas. Terkadang kepada tetangga sendiri pun tidak kenal meski sering berpapasan di jalan.
Dalam kondisi tertentu, seba-gian orang terjebak dalam pera-saan terasing atau dalam bahasa sosiologi disebut teralienasi. Ada perasaan hampa, tidak memiliki teman, merasa hidup sendiri, dan ada kalanya berujung bunuh diri.
Gejala ini sesungguhnya tidak perlu terjadi jika manusia benar-benar memahami Alquran sebagai pandangan hidup. Alquran tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Sang Khalik, tetapi juga hubungan manusia dengan sesama.
Relasi sosial dibangun secara setara, tanpa memandang kedudukan, pangkat, jabatan, dan status sosial karena derajat manusia hanya ditentukan oleh ketakwaan. Begitu pula kasih sayang ditebar bagi orang-orang sekitar sesuai peran islam sebagai rahmat bagi sekalian alam.
Manusia juga didorong untuk menyeimbangkan kehidupan, antara pemenuhan kepentingan dunia dengan kebutuhan di hari akhir kelak. Dalam hal penguasaan sumber-sumber ekonomi, manusia diajarkan menjaga keseimbangan, baik dalam mengeksploitasi sumber daya alam maupun berbagi penghasilan melalui instrumen zakat.
Alquran yang disertai sunnah Rasulullah SAW juga mengajarkan kejamaahan atau kebersamaan dalam ibadah sosial dan ibadah ritual; kesendirian ataupun saat bersama orang lain; sehingga ada istilah fardu ai’n atau wajib untuk setiap individu seperti salat, zakat, puasa, dan naik haji; serta fardu kifayah yakni wajib untuk komunitas seperti mengurus jenazah.
Maka ketika seseorang mempelajari Alquran, sesungguhnya tidak perlu merasa terasing karena banyak hal yang bisa dilakukan, minimal membacanya. Bahkan dengan membaca saja bisa melahirkan banyak manfaat di dunia dan insyaallah di akhirat kelak.
Allah berfirman dalam surat Faathir ayat 29-30, “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mengerjakan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”.
Rasulullah SAW juga pernah bersabda, “Bacalah Alquran karena dia akan datang pada hari kiamat sebagai juru syafaat bagi pembacanya.” (Riwayat Muslim)
Namun belajar dan membaca saja tidak cukup karena ada tugas mulia lain, yakni mengajarkan ALquran kepada orang lain. Rasulullah SAW dalam sebuah hadits bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.”
Belajar dan mengajar merupakan dua hal yang saling berkaitan. Jika belajar memperluas kemampuan dan pengetahuan tentang Alquran, maka mengajarkannya identik dengan berbagi dan mengalirkan keberkahan bagi orang lain.
Mempelajari Alquran adalah proses terus-menerus tanpa batas, karena ilmu yang dipelajari sangat luas, dan segala keterbatasan ini pula yang bisa dibagikan kepada orang lain yang membutuhkan.
Mudah-mudahan pula proses belajar dan mengajar Alquran menjadi bagian dari ikhtiar kita untuk mendekatkan segala kebaikan, terutama untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas kehidupan umat, sekaligus memudahkan solusi atas berbagai persoalan kehidupan saat ini.
Mencari ketupat untuk lebaran
Didapat di pasar murah
Terangi jiwa dengan Alquran
Agar hidup lebih berkah
Kata ditata menjadi pantun
Ditulis dalam kertas lipatan
Jadikan Alquran penuntun
Agar keluar dari kesulitan.***
Artikel ini sudah ditayangkan di laman resmi Humas Pemkot Bandung
Editor: denkur