Tatkala terjadi bencana alam, baik itu banjir, gempa atau tsunami yang baru saja terjadi di pesisir pantai Selat Sunda akan muncul berbagai pandangan atau perspektip manusia. Apalagi jika bencana itu memakan banyak korban jiwa tewas dan luka-luka.
Dari bencana itu akan ada pandangan orang yang menyatakan bencana itu sebagai azab dari Tuhan. Tetapi ada juga kaum yang menyatakankan diri sebagai kaum rasional dan berpengetahuan yang akan berpandangan bahwa bencana itu sebagai fenomena alam. Lantas merekapun mengemukannya dengan dalil dalil ilmu pengetahuan.
Pandangan yang menyatakan bencana itu sebagai peringatan dan bisa jadi azab dari Tuhan sangat berkaitan dengan nilai-nilai religiusitas sebagfian besar masyrakat Indonesia. Dan ini menjadi keyakinan yang berdasarkan agama serta adat atau tradisi lokal yang sudah hidup ratusan tahun di lingkungan masyarakat.
Ada kisah menarik dan diyakini kebenaranya oleh sebanyak-banyak umat manusia khususnya masyarakat Indonesia yakni kisah para nabi dengan berbagai ujian dan ajab terhadap umat yang membangkang atas perintah Tuhanya (baca: Allah SWT). Kisah yang paling dikenal adalah kisah banjir besar untuk umat Nabi Nuh disamping peristiwa yang terjadi di zaman Nabi Luth yakni peristiwa gempa bumi dahsyat dan letusan petir, serta keluarnya gas alam, dan lautan api sebagai hukuman untuk umat Nabi Luth.
Kecuali kisah soal banjir besar yang menimpa umat Nabi Nuh,dalam kepercayaan Nasrani juga dikisahkan tentang kekeringan hebat di Israel pada zaman Nabi Elia. Semua bencana itu dipercaya akibat dari kelakuan manusia yang tidak sesuai dengan perintah Tuhan.
Terlepas dari itu pada perspektif kepercayaan tradisi lokal yang orang menyebuytnya sebagai kearifan lokal banyak diceritakan tentang gunung meletus, gempa bumi, banjir, tanah longsor itu semuanya akibat tingkah polah manusia. Di masa kecil kita kerap mendengar cerita kemarahan alam semesta akibat kecerobohan manusia yang merusak alam itu.
Karenanya tak sedikit lahir cerita legenda di sejumlah daerah yang bermuasal dari kemarahan alam semeta itu. Pada cerita legenda itu tak tanggung akibat kurtukan alam semesta itu mengubah manusia menjadi batu, atau menjadi binantang bahwa ada satu daerah sebut saja desa yang ditenggelamkan karena manusia di desa itu membangkang terhadap kehendak alam semesta.
Kisah yang sebut saja legenda itu dijejalkan kepada kita di masa kecil. Bahkan menjadi ceirta bersambung dari generasi ke generasi berikutnya. Maka tak salah jika bencana yang rterjadi saat ini banyak yang menafsikan sebagai bentuk hukuman, kemarahan penguasa alam pada manusia.
Boleh jadi banyak orang yang mwmiliki pikiran bahwa bencana yang terjadi saat ini sebagai azab atau hukuman terhadap manusia. Pandangan seperti ini tidak bisa disalahkan. Pun tak bisa pula dibenarkan secara mutlak.
Kisah atau cerita yang kemudian tertanam dan menjadi satu sikap untuk titik pandang terhadap bencana akan bisa berbeda pada setiap orang. Artinya tergantung latar belakang yang mendasari pikiranya. Apakah akan bertitik pandang berdasar pada pengetahuan yang dimilikinya atau pada keyakinan yang melekatnya dari perspektip kepercayaan, agama atau tradisi lokal yang melingkupinya.
Jadi manakala ada sebagian masyrakat yang berpandangan bahwa bencana itu sebagai peringatan dari Tuhan atau kemurkaan alam semesta akibat tingkah polah manusia yang tak bermoral, itu sah sah saja. Atau merejka yang berpendapat bahwa bencana akibat fenomena alam dengan kajian ilmu pengetahuan dan dalil dalinya yang rasional, itupun tak salah.
Wal hasil bencana sekecil dan sebesar apapun, sikapilah dengan sikap yang terindah bahwa itu sebagai peringatan dari Tuhan (baca: Allah SWT) agar kita selelu mengingat keberadaanNya. Ini bagi yang beriman. Atau keluarkanlah dalil dalil yang menjadikan pembenaran bahwa ; bencana itu akibat fenomena alam yang musti terjadi dan semuanya akibat kecerobohan manusia. Terserah Anda, titik pandang atau perspektip mana yang akan ada pakai dalam menyikapi bencana yang terjadi itu.****