Bijak Menilai Bid’ah

Senin, 19 September 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi (Foto:Liputan6.com/net)

Ilustrasi (Foto:Liputan6.com/net)

Hal masyhur di dalam masyarakat ada yang disebut bid’ah. Hal itu lahir dari hadis kullu bidatin dholalah. Bid’ah adalah sesuatu yang pasti ada seiring dengan perkembangan zaman karena itu penting mendudukkan kategori bid’ah.


DARA – Empat mazhab yang dikenal di dunia Islam memiliki pandangan masing-masing terhadap masalah ini. Al Hanafiah dalam Hasyiah Ibnu Abidin berpandangan bahwa bid’ah itu terbagi ke dalam kategori wajib, mubah, dan juga makruh.

Az Zarqani saat mensyarah kitab Muwattha’, Imam Malik membagi bid’ah menjadi lima kategori; Wajib, Mubah, Sunnah, Makruh dan Haram. Al Syafi’iah dalam Hilyatul Auliyaa membaginya ke dalam dua kategori besar; Bid’ah Mahmudah dan Bid’ah Mazmumah

Kemudian al Hanabilah seperti yang diungkap oleh Al Ba’liy dalam kitab al Muthliy ‘Ala Abwabil Muqni’ membagi bid’ah menjadi dua; Bid’ah Dhalalah dan Bid’ah Hudaa.

Kedua kategori ini selanjutnya bercabang menjadi lima kategori, mirip dengan pembagian ke tiga ulama mazhab sebelumnya. Bid’ah wajib misalnya adalah menyusun argumentasi dalil untuk melawan firqah-firqah sesat.

Penyusunan ilmu nahwu serta kaidah-kaidah memahami Al-Quran dan Sunnah juga bagian dari bid’ah yang wajib. Bid’ah sunnah seperti membentuk yayasan amal untuk meningkatkan taraf pendidikan umat, seperti membangun sekolah, pesantren dan sebagainya.

Al Izzu bin Abdis Salam dalam kitab Qawaidul Ahkam menyatakan bahwa kategorisasi bid’ah dapat mudah dilakukan. Caranya adalah dengan mengembalikan apa yang dinilai bid’ah itu ke dalam kerangka syariat. Jika ia masuk dalam koridor wajib, maka bid’ah itu menjadi wajib. Jika sunnah, maka sunnah. Demikian seterusnya dengan mubah, makruh dan haram.

Para ulama dalam kurun waktu 12 abad yang lalu, telah menyepakati bahwa terdapat bid’ah yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Ibn Thaimiyah misalnya di dalam kitab Iqtidhau as Shirat al Nustaqim h.297 menuturkan bahwa:
فتعظيم المولد واتخاذه موسما قد يفعله بعض الناس ويكون له فيه أجر عظيم
لحسن قصده وتعظيمه لرسول الله صلى الله عليه وآله وسلم.اهـ

Mengagungkan hari kelahiran Nabi saw dan menjadikannya sebagai hari perayaan telah dilakukan oleh banyak orang. Aktivitas itu akan mendapatkan pahala yang besar. Hal itu disebabkan oleh niat tulus karena ingin mengagungkan Rasul saw.

Konklusinya adalah bid’ah itu ada yang hasanah, karena itu dibutuhkan kebijaksanaan dalam melihat apakah amalan-amalan tertentu itu adalah bid’ah yang sesat ataukah ia adalah bid’ah hasanah.*** (ISR)

Artikel ini sebelumnya sudah ditayangkan MUIDigital/muisulsel.com dengan judul: GORESAN HATI: Bijak Menilai Bid’ah.

Berita Terkait

Pelunasan Biaya Haji Khusus Diperpanjang Hingga 21 Februari 2025
Isra Mi’raj Puncak Perjalanan Seorang Hamba Menuju Sang Pencipta
Jangan Asal Baca, Begini Ketentuan Membaca Surat Al-Fatihah Ketika Shalat
Khutbah Jumat: Muharram dan Memuliakan Anak Yatim
Mau Ngusir Jin? Baca Doa Ini
10 Amalan yang Pahalanya Setara dengan Haji dan Umrah
Tahun 2024, Pengumpulan Zakat, Infak, dan Sedakah Tumbuh Pesat
Malam Tahun Baru di Kota Bandung, Ini Enam Masjid Pilihan untuk Muhasabah
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 17 Februari 2025 - 12:34 WIB

Pelunasan Biaya Haji Khusus Diperpanjang Hingga 21 Februari 2025

Senin, 27 Januari 2025 - 09:14 WIB

Isra Mi’raj Puncak Perjalanan Seorang Hamba Menuju Sang Pencipta

Senin, 20 Januari 2025 - 10:03 WIB

Jangan Asal Baca, Begini Ketentuan Membaca Surat Al-Fatihah Ketika Shalat

Jumat, 10 Januari 2025 - 10:50 WIB

Khutbah Jumat: Muharram dan Memuliakan Anak Yatim

Minggu, 29 Desember 2024 - 18:55 WIB

Mau Ngusir Jin? Baca Doa Ini

Berita Terbaru

Foto: Istimewa

JABAR

Panglima TNI Kunjungi Makodim 0607/Kota Sukabumi

Sabtu, 22 Feb 2025 - 10:31 WIB