Meski ditengah pandemi Covid-19, bisnis kelinci justru makin meningkat, kata peternak kelinci asal Cangkuang Kabupaten Bandung, Suwardi (40).
DARA | BANDUNG – “Kalau menurut saya mah, pas waktu tiga bulan pertama emang ngaruh, pengiriman enggak ada. Setelah itu, Alhamdulillah permintaan makin banyak,” ujar Suwardi warga RT 04 RW 03 Desa Cangkuang Kecamatan Cangkuang, Kabupaten bandung, Jawa Barat, Jum’at (25/12/2020).
Bisnis ternak kelinci ini sudah dijalani sejak tahun 1997 dan merupakan bisnis turun temurun. Saat ini, Suwardi telah memiliki sepuluh jenis kelinci, diantaranya jenis Rex, flamish, puji lop, anggora, plenis giant, dath dan yang lainnya.
“Potensinya bagus, keuntungannya kalau diitungkan sama gajih UMR pabrik mah, masih gede peternak,” ujarnya.
Menurut Suwardi, proses perawatan dalam beternak kelinci gampang dan susah. Katanya, jika dibawa enjoy maka hasilnya akan lebih baik. Untuk makan, dua kali sehari kelinci-kelinci tersebut akan diberi ampas tahu dan juga pelet.
“Biasanya kalau melahirkan minimal empat ekor, paling banyak sepuluh ekor,” jelasnya.
Harga per ekor kelinci itu berbeda-beda, kata Suwardi, tergantung jenisnya. Jika kelinci lokal, harganya Rp20 ribu. Kemudian kelinci jenis Dath dijual dengan harga Rp35 ribu, jenis Rex Rp50 ribu, jenis anggora Rp60 ribu, kemudian kelinci jenis plenis giant dengan kualitas pure bisa dijual dengan harga diatas Rp1 juta.
“Paling mahal yang plenis giant pure. Karena merupakan impor. Jadi, bibitnya dari luar yaitu Amerika dan Kanada,” ujarnya.
Salah satu yang menjadi kendala dalam menjalankan bisnis ternak kelinci adalah supply kelincinya. Apalagi, hingga saat ini masih belum terbentuk paguyuban peternak kelinci Bandung Selatan.
“Ada tiga orang yang pengiriman ke Jakarta, tapi dia enggak mau bersatu. Kalau pendapat saya mah, maunya bersatu, kalau saya kurang, ambil dari dia atau sebaliknya,” ujarnya.
“Kedepannya pengen berkembang, se-Bandung Selatan ada paguyuban. Supaya tidak ada gontok-gontokan masalah harga, masalah pengurusannya dimana. Kemauan mah ada, cuman belum terjadi,” lanjut Suwardi.
Suwardi menuturkan terkadang ada orang yang menginginkan daging kelinci. Memang disediakan, tapi Suwardi mengaku lebih banyak melakukan pembesaran anak kelinci. Jika musim hujan banyak kelinci yang mati.
“Pasokan kita masuk sementara ke Jatinegara, ke Tanggerang-Banten sama ke Cikampek, tiga tempat yang masih tersupply. Juga ada permintaan buat ke Bali, bukan buat pakan manusia, tapi untuk pakan hewan peliharaan,” papar Suwardi.
Disinggung mengenai bantuan dari pemerintah, Suwardi mengaku belum pernah mendapatkannya. Hanya saja, jika pemerintah membutuhkan bibit, barulah datang kepadanya.
“Perhatian pemerintah kurang, saya juga belum pernah ditanggapi, kesini juga tidak ada, cuman kalau ada pengadaan bibit baru permintaan ke tempat kita,” tutup Suwardi.***
Editor: denkur