Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan program pemerintah pusat berupa bantuan teknis (bantek) yang dirilis awal 2019 lalu. Presiden RI Joko Widodo menyampaikan, untuk kemudahan investasi di suatu daerah, pemerintah pusat perlu mempersiapkan dan menetapkan RDTR.
DARA | BANDUNG – Dari 58 RDTR yang dipersiapkan di Indonesia, Jawa Barat (Jabar) mendapat 8. Kabupaten Bandung sendiri mendapat proporsi paling banyak di Jabar, yaitu 2 RDTR.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR), memiliki rencana kota yang operasional. 2 RDTR yang disiapkan, yaitu Bojongsoang dan Tegalluar, sudah mendapat persetujuan subtansi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) / Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kepala DPUTR Kabupaten Bandung H. Agus Nuria A. mengatakan, Kabupaten Bandung harus punya nilai lebih untuk penyelenggaraan investasi. Oleh karenanya RDTR itu merupakan RDTR Online Single Submission (OSS) yang interaktif.
“Dengan adanya OSS, dalam penyelenggaraan pembangunan atau investasi, proses perijinannya bisa disetujui di belahan dunia manapun secara online (daring). Untuk mendapat persetujuan substansi, harus ada peta yang direkomendasi oleh BIG (Badan Informasi Geospasial), KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan juga ada rekomendasi dari gubernur. Dan persetujuan substansi ini, ada masa berlakunya,” ucap Kepala DPUTR di Soreang, Kamis (24/9/2020).
Agus Nuria secara ringkas membeberkan proses pemetaannya. Pertama, pihaknya mengidentikkan sumber peta dengan BIG di Bogor. Setelah proses identifikasi, keluarlah berita acara (BA) untuk mendapatkan peta dasar.
“Nah, peta dasar itu tidak sederhana. Ada banyak item sampai ke level nama daerah sampai kampungnya. Kita lakukan lagi BA untuk berlanjut pada peta tematik. Peta tematik itu ada judulnya, apakah untuk area persawahan, industri atau perumahan. Untuk peta tematik ini juga nanti di BA kan. Setelah BA final, barulah berlanjut ke materi teknis di Kementerian ATR/BPN,” papar Agus didampingi Kepala Bidang Penataan Ruang H. Ben Indra Agusta.
Untuk melakukan asistensi dan mendapatkan BA dari BIG, tambah Agus, membutuhkan proses yang tidak sebentar. Pihaknya harus mendapatkan nomor secara inden untuk asistensi satu bulan ke depan.
“Jadi bayangkan ada lebih dari 500 daerah, ingin membuat pemetaan RDTR ke BIG. Tahapan prosesnya sudah kita lakukan, dan kita sudah dapat sumber petanya meskipun belum final. Insya Allah dengan intensitas yang ada, kita bisa pertanggungjawabkan peta yang kita siapkan menjadi peta rencana,” tuturnya.
Selain kedua RDTR tersebut, DPUTR juga tengah mempersiapkan RDTR Soreang Terpadu yang mencakup Soreang-Katapang, Kutawaringin dan Margahayu-Margaasih. Namun saat ini, pihaknya lebih memprioritaskan Bojongsoang dan Tegalluar.
“Pertama, karena itu adalah program pusat. Kedua, tingkat industrialisasi di kedua wilayah itu sangat tinggi. Di Bojongsoang ada perumahan dan mal, kemudian di Tegalluar itu ada Stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), ada depo dan TOD (Transit Oriented Development) nya,” katanya pula.
Kedua wilayah tersebut diproyeksikan menjadi kota di Kabupaten Bandung. Pergerakan manusia di sana, tuturnya, akan sangat cepat. Dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Tegalluar, hanya membutuhkan waktu sekitar 40 menit dengan KCJB.
“Persoalannya, dari Tegalluar ini yang akan lama. Bisa berjam-jam karena penumpukan orang dan kendaraan keluar dari stasiun. Karena itulah kita siapkan RDTR ini,” tambah Agus.
Ia menjelaskan, tidak pernah ada rencana tata ruang melibatkan lintas lembaga dan kementerian. Dalam RDTR OSS, bukan hanya Kementerian ATR/BPN sebagai leading sector-nya saja yang terlibat.
“Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) sudah melayangkan surat kepada pemda (pemerintah daerah), untuk menyiapkan perda (peraturan daerah) nya. Ini merupakan Program Strategis Nasional (PSN) yang harus terakomodir dalam tata ruang wilayah. Saat ini raperdanya tengah dibahas pansus (panitia khusus) di DPRD,” pungkas Agus Nuria.***
Editor: denkur