DARA | BANDUNG – Buku merupakan titik awal kebangkitan sebuah peradaban. Oleh karena itu buku memiliki peranan yang sangat penting untuk mencerdaskan dan meningkatkan derajat suatu bangsa.
Peradaban Islam maju dan berkembang karena para ilmuwan Islam membuat buku.”Peradaban Islam itu dimulai dengan buku. Secara tersirat dan tersurat Allah memulai mengajarkan Islam dengan kata iqra. Iqra, membaca, itu berkorelasi dengan menulis. Oleh karena itu di kalangan umat Islam sekarang harus ada kesungguhan membaca dan menulis,” ujar Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Jabar, Mahpudi, dalam pertemuan dengan 15 pesantren di Aula Wakaf Buku Lantai 4 Dispusipda Jawa Barat, Kota Bandung, kemarin.
Pertemuan itu sebagai persiapan peluncuran Wakaf Literasi (Wali) yang akan dilaksanakan dalam Book Fair 2019 di Caruban Convention Center, Kota Cirebon, 3 Oktober 2019.
Menurut Mahpudi, dipilihnya Cirebon sebagai tempat kegiatan karena di sana banyak naskah kuno yang berusia 400 tahun berupa kitab, naskah, dan manuskrip yang manfaatnya masih dirasakan oleh masyarakat muslim. Selain itu, lanjutnya, berkaitan dengan momentum Hari Jadi ke-650 Cirebon, sekaligus menyambut gerakan literasi pesantren yang dicanangkan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Ia menjelaskan, pameran buku yang diselenggarakan atas kerja sama Ikapi Jabar, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (Dispusipda) Jawa Barat , Badan Zakat Nasional (Baznas) Jabar, dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Jawa barat ini bukan hanya untuk menjual buku, melainkan ingin mendorong masyarakat agar gemar membaca sekaligus bisa menghasilkan buku.
“Membaca dan menulis itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu kami membuatan gerakan literasi, mulai dari tingkat SD. Nah, di Cirebon kami akan memulai dari pesantren. Kami akan mengajak para kiyai untuk menulis. Insya Allah kegiatan ini akan diluncurkan oleh pak gubernur,” kata Mahpudi.
Mahpudi menjelaskan, prioritas gerakan literasi ini, yakni mereka yang memiliki banyak ilmu pengetahuan, seperti guru, kiyai, dan jurnalis. Diprioritaskannya gerakan menulis buku bagi para kiyai, lanjut Mahpudi, sebagai bentuk keprihatinan sekaligus kepedulian Ikapi Jabar terhadap minimnya karya tulis para kiyai Indonesia.
“Berdasarkan data yang kami miliki dari setiap pameran, penulis buku agama hampir semuanya terjemahan. Sangat sedikit naskah yang ditulis ulama Indonesia. Padahal di Jawa Barat ada 8.000 pesantren. Artinya, ekspektasinya, jika 10% saja dari pesantren yang ada, maka kita sudah memiliki 800 judul buku agama karya para kiyai,” katanya.
Mahpudi sangat meyakini, ilmu pengetahuan itu sudah berada dalam hardis alami berupa otak para kiyai. Persoalannya, yakni mengeluarkan isi kepala para kiyai dalam bentuk buku.
“Nah, kami dari Ikapi dan tim akan mendampingi para kiyai sekaligus memberikan pelatihan untuk menuangkan isi kepala para kiyai ke dalam bentuk tulisan. Kami juga punya 320 penerbit dan 550 percetakan yang siap membantu mencetak dan menerbitkan karya para kiyai,” ujarnya.
Memprihatinkan
Ketua Tim Akselerasi Jabar Juara (TAJJ), Chatimul Banin Muhyiddin, sangat prihatin melihat masyarakat muslim yang masih buta literasi. Menurut dia, minat baca masih sangat rendah, demikian juga di kalangan pesantren.
“Mereka belum mau membaca apalagi menulis. Bahkan, saya melihat minat menulis para dosen pun masih rendah,” kata Pimpinan Pontren Pagelaran Subang yang lebih akrab dipanggil Mang Iim.
Oleh karena itu, pihaknya sedang menggodok 17 pesantren di Jawa Barat dalam program Literasi Pesantren sesuai program Gubernur Jawa Barat. “Kami kembangkan Qiraatil Kutub menjadi literasi pesantren. Programnya antara lain menyelenggarakan perpustakaan 15 pesantren kerja sama dengan Dispusipda. Ini untuk memicu santri untuk membaca,” jelasnya.***
Editor: Ayi Kusmawan