“Para bandar ini punya segalanya. Mulai bahan baku, sampai pasarpun mereka punya. Ya, sistem tengkulak lah,” ujar Ghozin Kurnia.
DARA | BANDUNG – Nasib pengrajin layangan di Desa Singajaya, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, tidak berbanding lurus dengan para bandarnya. Mau harga naik ataupun kondisi marema, kondisi perekonomian para pengrajin tetap begitu-begitu saja.
Kepala Desa Singajaya, Ghozin Kurnia mengungkapkan, sistim jual beli layangan di daerahnya lebih didominasi kekuatan pemodal besar. Mereka inilah yang bisa memainkan harga karena pengrajin memiliki ketergantungan pada para bandar tersebut.
“Para bandar ini punya segalanya. Mulai bahan baku, sampai pasarpun mereka punya. Ya, sistem tengkulak lah,” ujar Ghozin, saat ditemui dara.co.id, Selasa (7/6/2020).
Ghozin tidak bisa berbuat banyak untuk menghilangkan cara perdagangan tengkulak. Karena menyangkut modal yang nilainya bisa mencapai miliaran rupiah itu.
Modal yang dibutuhkan, terutama untuk stok kertas yang dibeli dari pabrik di Tangerang, serta bahan baku lainnya seperti bambu, benang dan lem. Para tengkulak ini, bisa menyediakan bahan baku, hingga tembus pasar yang berada di Jakarta, Surabaya dan daerah lainnya.
“Andaikan saya punya uang Rp5 miliar, mungkin saya bisa menghilangkan sistim penjualan secara tengkulak. Tapi itu bukan uang sedikit,” keluh Ghozin.
Ia bisa menyebutkan angka tersebut berdasarkan hitung-hitungan secara kasar. Namun laba yang didapat juga, cukup menggiurkan jika telah menguasai pasar dan memiliki stok bahan baku.
Para bandar bisa membeli layangan dengan menekan harga. Jika dari pengrajin dibeli Rp400/ buah, kemudian dijual Rp1.000 per buah oleh bandar maka keuntungannya bisa berlipat-lipat.
Sayangnya, anggaran Dana Desa (DD)-pun tidak akan mampu untuk dijadikan modal untuk pembuatan layangan tersebut. “Kalau modalnya hanya sekitar Rp300 jutaan, mungkin kita bisa usahakan. Tapi modal segitu tidak akan cukup,” bebermya.
Disebutkan Ghozin, hingga saat ini di wilayahnya terdapat 1.200 pengrajin yang tersebar di Kp. Cikeuyeup RW 5, Kp Neglasari RW 8, Kampung Mekar Wangi RW 11, Kampung Pasir Wangi RW 6 dan Kampung Cihurang RW 4.
“Selama ini, mereka hanya sistim maklun saja. Jadi sulit berkembang. Inilah yang menjadi keinginan saya, untuk punya modal supaya mereka berkembang dengan usahanya,” pungkas Ghozin.***
Editor: Muhammad Zein