DARA | BANDUNG – Belum lama ini Pemprov Jabar melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) setempat bersama Polda Jabar menjemput tiga orang anak perempuan korban trafficking dari Nabire, Papua, Jumat (4/1/19). Dua korban berusia 15 tahun dan seorang berusia 18 tahun yang semuanya adalah warga Jawa Barat, berasal dari Kota Bandung dan Kabupaten Bandung.
Humas pemprov Jabar merilis, penjemputan ini bermula dari laporan orang tua dua orang korban ke Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jabar 21 Desember 2018, mengenai keberadaan anaknya di Nabire, Papua. LPA Jabar kemudian berkoordinasi dengan Pemkot Bandung dan Pemprov Jabar.
Setelah berkoordinasi dengan Polrestabes Bandung dan Polres Nabire, pada 31 Desember 2018 ketiga korban berhasil diamankan untuk segera dibawa pulang ke Jawa Barat. Ketiga korban mendapatkan penanganan (treatment) terlebih dahulu sebelum kembali ke daerah.
Menurut Gubernur Jabar, M Ridwan Kamil, kasus human trafficking tersebut terjadi karena faktor ekonomi. Selain itu, kurangnya pengetahuan para korban menjadi faktor lain terjadinya perdagangan orang.
Kasus human trafficking ini awalnya karena ada iming-iming ekonomi. “Tanpa diketahui bahwa mereka juga diperbudak secara seksual, sesuatu yang mengerikan dan mengkhawatirkan,” kata Gubernur Jabar, M Ridwan Kamil, saat menjadi nara sumber pada program Japri (Jabar Punya Informasi) di halaman belakang Gedung Sate, Bandung, Kamis (10/1/19).
Karena itu ia berpesan masyarakat jangan tergiur iming-iming pekerjaan dengan gaji fantastis untuk mencegah human trafficking atau Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dii dunia ini tidak mungkin mendapatkan pendapatan yang luar biasa tanpa sebuah skill apa-apa, pasti ada apa-apa.
“Apalagi kalau sampai mau dipindahkan jauh dari kampung halaman. Dua poin itu saja,” ujar dia.
Untuk itu, Pemdaprov Jabar memperbaharui komiten dan merapatkan jajarannya agar angka TPPO dapat ditekan dengan berbagai program, di antaranya Sekoper Cinta, Mesra, One Village One Company, dan Jabar Quick Response. Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pihak seperti aparat penegak hukum, Lembaga Perlindungan Anak, NGO, dan pihak lainnya juga.
“Oleh karena itu, fundamentalnya yang pertama adalah kita pastikan ekonomi Jawa Barat ini menguat, tidak bisa dibiarkan,” katanya.
Ia berharap dengan desa kuat ekonomi kuat, tidak ada lagi ibu-ibu yang terpakasa jadi TKW. “Tidak ada lagi anaknya yang terpaksa – tidak ada informasi, tidak ada kegiatan diiming-imingi, dibohongi, ditipu.”
Pihaknya juga terus mendorong keharmonisan dan ketahanan keluarga di Jabar melalui berbagai program, salah satunya program Sekoper Cinta yang diluncurkan beberapa waktu lalu oleh Menteri Pemberdayaan Peremuan dan Perlindungan Anak RI. Selain ekonomi, keluarganya juga harus harmonis.
“Ibunya harus bisa mapatahan, anaknya juga taat pada orang tua. Makanya program Sekoper Cinta kita launching,” katanya.
Tindak Pidana Perdagangan Orang sendiri menurut undang-undang didefinisikan sebagai kegiatan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan, atau menerima orang dengan tujuan eksploitasi atau membuat orang tersebut tereksploitasi dengan cara-cara tertentu dikualifikasi sebagai TPPO.
Menurut data International Organization for Migration (IOM) tahun 2011, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Timur merupakan sending area terbesar korban TPPO perempuan dan anak, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 74.616 hingga 1 juta orang per tahun. Di antara beberapa provinsi tersebut, sebanyak 80% korban TPPO berasal dari Jawa Barat.
P2TP2A Jabar mencatat pada tahun 2018 ada 17 kasus TPPO, dengan total penanganan kasus dari 2010 – 2018 sebanyak 245 kasus.***