“Nah ini ‘PR’ bagi kita, bagaimana supaya distribusi produk-produk kita itu bisa efisiensi, sehingga diterima konsumen itu dalam keadaan segar, dan bagus serta harga relatif harusnya lebih murah,” ujarnya.
DARA| Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung terus melakukan langkah-langkah konkret untuk pengendalian inflasi di daerah. Hal ini terungkap dalam pelaksanaan Rakor Pembahasan Langkah-langkah Konkret Pengendalian Inflasi di daerah melalui zoom meeting di Command Center Kabupaten Bandung dengan pihak Kemendagri/Bagian Perekonomian, Senin (4/12/2023).
Bupati Bandung Dr. HM. Dadang Supriatna melalui Staf Ahli Bupati Bidang Pembangunan dan Ekonomi Dr. Ir. H. A Tisna Umaran, M.P., mengatakan langkah konkret pengendalian inflasi di daerah, khususnya di Kabupaten Bandung, salah satunya melalui program strategis Bupati Bandung.
“Di antaranya tiga program prioritas, yaitu insentif guru ngaji, pinjaman bergulir tanpa bunga dan tanpa anggunan, kemudian insentif bagi petani,” kata Tisna Umaran di Command Center Kabupaten Bandung di Soreang, Senin pagi.
Ketiga program strategis Bupati Bandung itu, imbuh Tisna, memiliki nilai ekonomi dan jumlah uang yang cukup besar yang digulirkan Pemkab Bandung di tengah-tengah masyarakat.
“Jadi secara ekonomi mikronya, dengan bertambahnya uang yang bergulir, itu akan menjadi pelindung bagi daya beli masyarakat. Jadi inflasinya bisa terkendali,” tutur Tisna.
Langkah-langkah konkret pengendalian inflasi lainnya, disebutkan Tisna, program prioritas dari Bupati Bandung, seperti ada pemberian insentif PKK, insentif RT/RW, insentif Linmas dan sebagainya.
“Program prioritas dari Pak Bupati itu dapat merangsang pertambahan jumlah uang yang bergulir di masyarakat, yang tentu juga ini berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Sehingga kemarin harga-harga yang tinggi, itu relatif dampaknya terhadap inflasi di Kabupaten Bandung relatif sedikit pengaruhnya,” tutur Tisna.
Menurutnya, jadi program-program itu menjadi baper bagaimana masyarakat mempunyai ketahanan terhadap disparitas harga di beberapa komoditi.
“Nah kedepan barang kali, ini harus terus diwaspadai program-program yang bagus, kemudian risiko peningkatan kembali nilai inflasi itu dari apa saja. Misalnya dari pertanian, kemarin beras harga tinggi, saat ini harga cabe. Yang sebetulnya kita relatif barang kali bisa mengambil langka-langka agar itu tidak terjadi di Kabupaten Bandung,” jelasnya.
Tisna mengungkapkan, contoh kasus cabe, di pasar harganya Rp 80.000/kg, dan dilihat di petani harganya setengahnya yaitu Rp 40.000/kg.
“Nah bagaimana supaya harga di tingkat petani itu disparitasnya sampai kepada konsumen tidak terlalu tinggi atau tidak sampai dua kali lipat,” katanya.
Ada langkah-langkah, kata dia, misalkan kemarin pertanian ada penjualan langsung ke konsumen. Apakah nanti oleh pasar tani, maupun BUMD, atau pegiat-pegiat yang lain.
“Bagaimana supaya produk-produk pertanian Kabupaten Bandung bisa dijual langsung ke konsumen. Karena Bandung selain sebagai produsen, komoditas pertanian pada umumnya, juga sebagai konsumen karena jumlah penduduknya banyak,” ujarnya.
Mekanisme biasa, lanjut dia, melalui pengepul, melalui bandar, pasar induk, pasar biasa, ke warung dan sebagainya.
“Jadi selisih yang diterima oleh konsumen itu terlalu tinggi. Sementara petani mendapatkan nilai setengahnya. Jadi kalau misalkan cabe harganya Rp 40.000/kg, ya untung bagi petani dan enggak apa-apa itu. Tapi bagaimana caranya sampai ke konsumen tidak terlalu tinggi,” ucapnya.
“Nah ini ‘PR’ bagi kita, bagaimana supaya distribusi produk-produk kita itu bisa efisiensi, sehingga diterima konsumen itu dalam keadaan segar, dan bagus serta harga relatif harusnya lebih murah. Jangan seperti di tempat lain, karena kita selain produsen, ya juga konsumen,” imbuhnya.
Ia mengatakan Kota Bandung bagian dari konsumen, sehingga mereka tergantung bagaimana distribusi pasar. “Kalau kita distribusi rantai pasok komoditas itu bisa dimodifikasi oleh kita supaya bisa langsung ke konsumen,” katanya.
Kemudian antisipasi menjelang hari besar keagamaan, kata Tisna, di antaranya menghadapi Hari Raya Natal 25 Desember 2023 yang sudah dekat, sehingga harus diantisipasi komoditas apa yang resisten terhadap kenaikan harga.
Kemudian bagaimana menata rantai pasok atau rantai distribusi. Rantai pemasaran di tingkat petani. “Pada prinsipnya petani harus diberi keuntungan, difasilitasi bagaimana bisa harga yang diterima tinggi oleh petani, tetapi tidak memberatkan konsumen,” ucapnya.
Lebih lanjut Tisna mengungkapkan program-program Bupati Bandung yang disebutkan tadi sangat bagus, seperti program penjualan komoditas hasil pertanian dengan harga murah dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bandung, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bandung dan Koperasi.
“Saya pikir itu jadi kekuatan Kabupaten Bandung, sehingga Kabupaten Bandung dalam menekan angka inflasi mendapat apresiasi dari pemerintah pusat. Yaitu diberi reward berupa pemberian DID (Dana Inflasi Daerah) mencapai Rp 18 miliar. Bagaimana inflasi di kita bisa ditekan,” sebutnya.
Ia mengungkapkan program-program yang digulirkan Bupati Bandung, sangat tepat, walaupun tidak langsung hal itu untuk menekan atau mengendalikan inflasi. Seperti pemberian insentif guru ngaji untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
“Tapi di situ ada perguliran uang, dengan uang insentif Rp 350.000/bulan/orang bagi sekian ribu orang di Kabupaten Bandung dengan anggaran Rp 100 miliar lebih,” katanya.
Kemudian program pinjaman bergulir tanpa bunga dan tanpa jaminan dengan anggaran Rp 70 miliran, dan hibah untuk pertanian sebesar Rp 25 miliar. “Tentu uang yang bergulir di masyarakat bawah itu, berdampak inflasi di Kabupaten Bandung yang terkendali. Bahkan mendapat pujian dari pusat,” katanya.
Editor: Maji