DARA | CIANJUR – Wilayah selatan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, rawan terpapar hewan penular rabies (HPR), terutama akibat gigitan anjing. Mayoritas masyarakat di daerah itu memelihara anjing.
Hewan bertaring tersebut mereka pelihara untuk membantu melindungi lahan perkebunan atau ladang mereka dari serangan hewan buas lainnya. Namun kondisi itu kontradiktif dengan upaya pemeliharaannya.
Kepala Seksi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur, Agung Rianto, menyayangkan, anjing tersebut banyak yang tak dipelihara sebagaimana mestinya. “Mereka sengaja memelihara anjing untuk menjaga lahan kebun atau ladang dari serangan hewan buas,” katanya, kepada wartawan, Selasa (19/2.2019).
Untuk menghindari terjadinya penyebaran rabies yang akibat HPR, lanjut Agung, pihaknya rutin melaksanakan vaksinasi termasuk eliminasi. “Saat akan divaksinasi, hampir semua tidak ada yang mengaku memiliki anjing. Ini tentu jadi masalah,” ujarnya.
Kurun lima tahun terakhir, Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur sudah memvaksinasi 29.090 ekor HPR dan mengeliminasi sebanyak 3.480 ekor.
Rinciannya, pada 2014 jumlah HPR yang divaksinasi 4.410 ekor dan dieliminasi 923 ekor, pada 2015 divaksinasi 7.376 ekor dan dieliminasi .133 ekor, pada 2016 HPR yang divaksinasi 5.583 ekor dan dieliminasi 623 ekor. Sementara pada 2017 HPR yang divaksinasi 5.505 ekor dan dieliminasi 350 ekor, dan pada 2018 HPR yang divaksinasi 6.216 ekor dan dieliminasi 451 ekor.
Upaya eliminasi dilakukan dengan cara memberikan racun. Semestinya eliminasi dilakukan dengan cara dibius, tapi harganya relatif mahal.
Kasus gigitan HPR di Kabupaten Cianjur terakhir terjadi pada 2015. Lokasi kejadiannya di Kecamatan Takokak dengan jumlah korban 2 orang. “Mereka digigit anjing rabies. Pada 2001 juga terjadi 1 kasus gigitan anjing rabies di Kecamatan Sindangbarang dan pada 2004 terjadi 1 kasus gigitan anjing rabies di Kecamatan Parungkuda,” tutur dia.
Rabies, menurut Agung merupakan penyakit menular strategis karena jika terdapat korban gigitan HPR, maka bisa mengakibatkan kematian. HPR itu tidak hanya anjing, melainkan juga monyet.
Kalau ada manusia yang digigit HPR, pihaknya langsung memberikan AVR (Antivirus Rabies) atau SVR (Serum Virus Rabies). “Kami juga lakukan eliminasi karena ketika terjadi kasus gigitan HPR tidak ada masyarakat yang mau mengaku memilikinya,” kata dia.
Perkembangbiakan virus rabies biasanya akan cukup lama. Kondisi itu tergantung dari bagian tubuh yang kena gigitan HPR.
“Bisa setahun atau bahkan dua tahun. Jadi, misalnya hari ini ada yang digigit, hari ini juga meninggal dunia. Ada prosesnya dulu,” ujarnya.***
Wartawan: Purwanda
Editor: Ayi Kusmawan