Gajih guru honorer selama ini jadi tanggungjawab pemerintah daerah. Namun, nyatanya masih jadi problem, sehingga pemerintah pusat perlu hadir menyelesaikan masalah itu.
DARA | JAKARTA – Begitu kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Upaya yang dilakukan Nadiem terkait persoalan itu adalah pengubah persentase dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menjadi maksimal 50 persen untuk gaji guru honorer.
Namun, Nadiem pun mengakui itu bukan solusi. Tapi, ini merupakan bentuk kehadiran pemerintah dalam memecahkan masalah banyaknya guru honorer yang digaji tidak layak.
“Jadi ini bukan solusi untuk honorer, tapi langkah pertama. Kami dari kementerian juga ada rasa tanggung jawab atas berbagai macam guru honorer yang layak dibayar. Ini langkah pertama,” kata Nadiem, dalam bincang-bincang pendidikan di Kantor Kemendikbud, seperti dikutip dari republika, Rabu (12/2/2020).
Nadiem menyatakan pihaknya masih terus mencari solusi yang lebih baik. Selama menunggu solusi yang lebih tepat tersebut, Kemendikbud memberikan kebebasan yang lebih besar bagi sekolah untuk menggunakan dana BOS.
Nadiem mengatakan, penggunaan dana BOS untuk gaji guru honorer tidak boleh diberikan kepada guru honorer yang baru diterima. Tapi, harus terdaftar di data pokok pendidikan (dapodik) paling lambat Desember 2019.
Sisi lain Nadiem berharap pemerintah daerah bisa mandiri menggaji guru honorer. Namun, diakui hingga saat ini pihaknya masih belum menemukan solusi yang tepat agar pemerintah daerah bisa membayar guru honorer dengan gaji yang layak. “Guru honorer itu wewenang kepala sekolah dan juga dinas daerah yang mengontrol daerah itu,” ujarnya.***
Editor: denkur | Sumber: republika