Sejumlah fenomena alam hadir di tengah wabah corona atau Covid-19. Fenomena alam itu cukup membuat kaget, bahkan panik, terutama soal suara dentuman dan asteroid menambrak bumi.
DARA | BANDUNG – Fenomena alam yang terjadi selama wabah corona ini mulai dari suara dentuman misterius, matahari lockdown, asteroid melintas bumi, hari tanpa bayangan hingga Komet Swan dan Komet Atlas.
Fenomena itu tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh negara. Kecuali fenomena suara dentuman, terjadi di beberapa daerah di Indonesia saja.
Misteri suara dentuman itu baru-baru ini terjadi di Bandung, Jawa Barat. Tepatnya hari Kamis tanggal 21 Mei 2020. Pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB.
Sejumlah warga Bandung mendengar langsung suara dentuman misterius itu. Umpamanya salah seorang warga Kelurahan Gempolsari, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung, Atria Damayanti (25). Ia mengaku kaget mendengar suara dentuman tersebut beberapa kali.
Sebelumnya suara dentuman misterius itu juga terdengar di langit Jabodetabek awal April lalu dan Jawa Tengah pada 11 Mei.
Hingga kini suara dentuman itu masih jadi misteri. Pihak Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pun belum bisa memastikan dari mana sumber suara itu. Namun, yang jelas kata pihak BMKG, khusus suara dentuman di Bandung bukan disebabkan oleh gempa bumi dan petir.
Begitupun dengan suara dentuman yang terdengar di Jabodetabek. Pihak Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi ESDM, dan BMKG mengatakan, dentuman bukan akibat Gunung Anak Krakatau.
Pernyataan itu sekaligus menepis spekulasi awal yang menyebutkan dentuman itu karena aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau.
Senin dini hari (11/5/2020) di Jawa Tengah juga terdengar suara dentuman. Baik PVMBG dan BMKG mengatakan suara dentuman tidak berkaitan dengan peningkatan aktivitas erupsi gunung di Jawa Tengah.Hingga saat ini, belum diketahui penyebab suara dentuman itu.
Selain fenomena suara dentuman, ada sederet fenomena alam lain yang cukup menggegerkan terjadi selama virus corona mewabah. Berikut uraian singkatnya yang dikutip dara.co.id dari CNNIndonesia, Jumat (22/5/2020).
Matahari Lockdown
Ahli astronomi mengatakan saat ini Matahari sedang mengalami fase lockdown serupa dengan lockdown yang dilakukan beberapa negara di dunia akibat pandemi virus corona Covid-19.
Penggunaan kata lockdown Matahari menandakan penurunan aktivitas Matahari atau biasa disebut dengan periode solar minimum. Pengamatan para ilmuwan menunjukkan penurunan aktivitas permukaan matahari yang drastis.
Hal tersebut ditandai dengan bintik matahari yang menghilang. Ahli mengatakan penurunan aktivitas matahari berpotensi mengakibatkan kejadian bencana seperti periode Minimum Dalton pada abad 17.
Kala itu, aktivitas matahari sangat rendah pada periode 1790 hingga 1830. Rendahnya aktivitas memicu penurunan suhu global dan berimbas pada produksi pangan.
Periode tersebut ditandai dengan cuaca yang sangat dingin, gagal panen, kelaparan, dan letusan gunung berapi yang signifikan. Temperatur turun hingga 2 derajat celcius selama lebih dari 20 tahun, menyebabkan gangguan produksi pangan dunia, yang menyebabkan kelaparan.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengatakan fase Matahari lockdown atau penurunan aktivitas Matahari (solar minimum) tak akan menyebabkan bencana alam di Bumi.
Menurut peneliti LAPAN Rhorom Priyatikanto mengatakan aktivitas Matahari yang rendah saat ini belum terbilang ekstrem dibanding periode 1790-1830.
Selain itu, Rhorom mengatakan dunia modern saat ini telah siap menghadapi solar minimum. Belum lagi mengingat masalah pemanasan global yang tetap menjaga suhu Bumi meski terjadi penurunan aktivitas Matahari.
“Aktivitas Matahari yang rendah saat ini belum terbilang ekstrem. Era modern lebih siap menghadapi aktivitas matahari yang teramat minimum. Atau setidaknya, global warming memberi kita ‘surplus temperatur’ sekitar 1 derajat,” kata Rhorom.
Asteroid diprediksi akan melintasi Bumi
Pusat Studi Objek Dekat Bumi (Center for Near-Earth Object/CNEOS) dan Pusat Koordinasi Objek Dekat Bumi (NEOCC) menyebut ada 10 asteroid berukuran besar yang akan menjadi ancaman bagi Bumi tahun ini.
Kesepuluh asteroid itu yakni Asteroid 52768 (1998 OR2), Asteroid 136795 (1997 BQ), Asteroid 163373 (2002 PZ39), Asteroid 153201 (2000 W0107), Asteroid 163348 (2002 NN4), Asteroid 2019 UO, Asteroid 388945 (2008 TZ3), Asteroid 438908 (2009 XO), Asteroid 2012 XA133, dan Asteroid 363599 (2004 FG11).
Baru-baru ini asteroid 1997 BQ telah melintasi Bumi pada 21 Mei lalu, bertepatan dengan 28 Ramadan 1441 H.
Ada lima asteroid (2009 XO, 2020 JE, 2020 JF, 2020 HM4, 2016 HP6) yang mendekat ke arah Bumi pada 7 Mei 2020. Selanjutnya ada satu asteroid (2020 HB6) yang mendekati Bumi pada 8 Mei. Sementara itu, asteroid 2020 HC6 bergerak mendekati Bumi pada 9 Mei 2020.
Hari Tanpa Bayangan
Pada Maret masyarakat disuguhkan fenomena hari tanpa bayangan pada siang hari. Kulminasi atau transit atau istiwa adalah fenomena ketika Matahari tepat berada di posisi paling tinggi di langit di suatu daerah.
Saat Matahari berada di tepat di atas suatu daerah atau sama dengan lintang pengamat, fenomena ini disebut sebagai Kulminasi Utama.
Pada saat itu, Matahari akan tepat berada di atas kepala pengamat atau di titik zenit. Akibatnya, bayangan benda tegak akan terlihat ‘menghilang’ karena bertumpuk dengan benda itu sendiri. Hari kulminasi utama dikenal juga sebagai hari tanpa bayangan.
Fenomena ini akan terjadi lagi pada 8 Oktober 2020 pukul 11.40 WIB. Lalu fase kulminasi akan kembali terjadi di Indonesia mulai 6 September 2020 di Sabang, Aceh, yang jadi titik paling utara Indonesia. Kulminasi ini berlangsung hingga 21 Oktober 2020 di Ba’a, NTT yang ada di titik paling selatan Indonesia.
Titik kulminasi akan terjadi bergantian di tiap kota sesuai dengan garis lintang masing-masing kota. Setiap tahun tiap wilayah di muka Bumi bakal mengalami dua kali momen hari tanpa bayangan.
Komet Swan dan Komet Atlas
Pandemi Covid-19 juga diiringi dengan penampakan dua komet, yaitu Swan dan Atlas.
Observatorium Bosscha menyebut komet Swan dapat terlihat mulai 2-18 Mei 2020. Komet ini bisa diamati menggunakan kamera DSLR.
Lewat unggahan di akun Instagram resminya dikatakan komet SWAN pertama kali ditemukan 10 April 2020 oleh astronom amatir asal Australia bernama Michael Mattiazzo.
Sementara itu, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) mengatakan masyarakat bisa mengamati fenomena Komet Atlas yang akan melintas di langit utara Indonesia pada 9 April lalu. Masyarakat membutuhkan teleskop agar bisa mengamati fenomena alam ini
Komet merupakan batuan kecil yang berada di Tata Surya dan diselimuti es. Saat mendekati Matahari, komet akan melepaskan debu dan gas yang tampak seperti ekor.***
Editor: denkur