Komunitas Awi Cikancung (Kuaci) hadir di tengah dapuran bambu di sebuah dusun di Bandung Timur. Beranggotakan hanya 10 orang, namun memiliki pandangan jauh kedepan tentang bagaimana bambu bisa terbang ke mancanegara.
DARA | BANDUNG – Adalah Agus Salam, seorang warga Cikancung Kabupaten Bandung yang jatuh cinta terhadap pohon bambu itu. Ia memilih keluar dari pabrik, lalu beralih profesi sebagai pengrajin awi alias bambu.
Ternyata, kata Agus, kerajinan bambu prospeknya cukup bagus. Maka, ia pun mendirikan Komunitas Awi Cikancung alias Kuaci.
“Ada cangkir, gelas sama nampang, tekonya juga ada. Tempat lampu, replika kapal pinishing, terus ada juga dari batok, ini kincir air dan curug pancuran,” ujar Agus saat wawancara di Kecamatan Cikancung, Selasa (20/10/2020).
Agus sudah hampir tujuh tahun jadi pengrajin awi. Memasarkan produknya menggunakan sosial media facebook. Tapi sayang belum bisa melayani pesanan banyak, karena keterbatasan pengrajin.
“Kami nggak terlalu mempromosikan. Pemesan ada, namun pengrajinnya yang nggak ada. Jadi, kadang-kadang pesan sekarang seminggu baru ada,” ujarnya.
Terkait bambu, kata Agus, di Cikancung cukup melimpah. Dulu bambu itu bisa digunakan untuk bangun rumah dan pagar. Tapi sekarang tidak lagi. Lebih banyak sekadar dibuat bahan baku kerajinan saja.
Selain kekurangan pengrajin, Agus juga mengaku kesulitan modal dan peralatan, sehingga ia berharap ada bantuan dari pemerintah.
Agus mengatakan kalau untuk peralatan kerajinan ada, tapi kondisinya masih sederhana.
“Kami masih butuh banyak peralatan pendukung untuk menggenjot produksi, supaya lebih cepat dan hasilnya bagus. Jadi pendukung lainnya, seperti tuner trus alat lukis bakar, saya belum punya. Kalau sudah punya alat seperti itu mungkin kami bisa menggenjot produksi,” kata Agus.***
Editor: denkur