Sempat viral, ada suami istri serta dua anaknya pulang kampung, berjalan kaki. Takut kena operasi penyekatan? Ternyata alasannya bukan itu.
DARA – Pasutri ini ternyata warga Kampung Bojong Sayang Rt03 Rw01 Desa Pananjung, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung.
Jadi, bisa dibayangkan betapa lelahnya pasutri itu. Mereka jalan kaki dari Gombong Jawa Tengah ke Kabupaten Bandung.
Pasutri itu, Dani Rahmat (39) dan Masitoh Ainun (36).
Lucunya, setibanya di Desa Pananjung, Dani kaget sebab kedatangannya disambut puluhan warga yang mengatakan bahwa namanya viral di media sosial.
“Saya kaget, ketika masuk ke wilayah Bandung tiba-tiba banyak yang nanyain katanya saya dan suami itu viral di media sosial,” ujar Masitoh saat ditemui di tempat karantina posko PPKM Desa Pananjung, Cangkuang, Minggu (9/5/2021).
Tapi kemudian Masitoh ingat dalam perjalanan sempat bertemu beberapa orang yang mewawancarai mereka, tepatnya di daerah Banjar dan Ciamis.
“Waktu itu kan kami sedang cape sekali, bingung banyak yang nanya jadi kami jawab asal aja, bukan yang sebenarnya,” katanya.
Lalu bagaimana kisah hidup pasutri ini? Masitoh menuturkan sejak ada pandemi, ekonominya murat marit, sehingga memutuskan hidup berpindah-pindah (nomaden) di jalanan dengan harapan akan mendapat rezeki untuk sekadar makan.
Sebelumnya, suami Masitoh bekerja sebagai penjahit pakaian di konveksi. Namun, dihantam pandemi covid, perusahaannya gulung tikar hingga mesin jahit yang biasa dipakai bekerja diambil sang majikan, sehingga tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukan.
“Dengan kondisi itu, saya memutuskan untuk turun ke jalan, membawa serta anak-anak saya. Alhamdulillah selama setahun ini, ada aja rezeki, kalau untuk makan mah nggak susah. Tapi kami tidak pernah mengemis, kalau toh ada yang mau memberi bantuan ya kami terima, nggak mungkin kami tolak, itu rezeki anak-anak,” jelasnya.
Jadi, menurut Masitoh, perjalanan mereka dari Gombong ke Kabupaten Bandung itu tujuannya memang bukan untuk mudik, karena kondisi seperti itu (berpindah tempat dengan berjalan kaki) sudah setahun dijalaninya.
Bahkan, sebulan sebelum bulan Ramadan mereka sempat pulang ke rumah orangtuanya di Pananjung, mereka baru berangkat lagi pada awal Mei 2021.
“Sebulan sebelum puasa itu kita pulang kesini ke rumah orangtua, kebetulan waktu itu saya dan suami mengalami kecelakaan jadi memutuskan untuk istirahat disini, baru pada awal Mei lalu, kami turun lagi ke jalan melewati beberapa daerah di Jawa Barat hingga sampai ke Gombong. Lalu kami memutuskan untuk pulang sambil menunggu kiriman uang dari keluarga saya di Medan,” paparnya.
Selama satu tahun terakhir, Masitoh mengatakan sudah mengelilingi berbagai daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur.
Setiap harinya, mereka memulai perjalanan sehabis adzan subuh hingga pukul sepuluhan pagi. Kemudian beristirahat di SPBU, di Mesjid bahkan di emperan hingga sore.
Lalu, mereka melakukan perjalanan lagi dari sore hingga malam atau dini hari.
“Kita tidak pernah kesulitan, anak-anak juga anteng selama perjalanan. Paling takut itu kalau harus melewati hutan di malam hari, tapi kita nggak pernah sampai ketemu orang jahat,” katanya.
Pasca viral di media sosial, mereka akhirnya sampai di rumah orangtuanya Sabtu (8/4/2021) subuh dan pagi harinya sudah meninggalkan lagi rumah tersebut untuk mencari kontrakan di daerah Soreang, namun pada pagi hari ia menerima telepon dari pihak kepolisian, dimana mereka diminta untuk datang ke Mako Polresta Bandung.
Sesampainya di Mako Polresta Bandung, Soreang, keluarga tersebut diperiksa kesehatannya termasuk rapid test dan hasilnya negatif. Namun, sesuai aturan mereka harus menjalani karantina lima hari kedepan sebelum bisa beraktifitas normal kembali.
“Ini mungkin hikmahnya, kami bisa beristirahat total disini (karantina) walaupun sebenarnya suami dan saya sendiri sempat merasa stress dan malu karena berita kami ada dimana-mana, wajah kami terutama anak-anak kami jadi viral. Jujur saya malu, saya shock, terutama keluarga saya di Medan, orangtua dan kakak saya sampai jatuh sakit,” ujarnya.
Setelah kejadian tersebut, wanita yang ternyata merupakan seorang lulusan salah satu sekolah tinggi ilmu kesehatan di Medan itu berencana untuk kembali ke kampung halamannya di Medan untuk mengurus orangtua dan menetap disana.
“Semua ini sudah jalannya dari Tuhan, ini semua diluar rencana saya dan suami. Kami memutuskan hidup di jalan karena keterpaksaan, pilihan hidup yang sulit ditengah kesusahan ekonomi kami. Kami juga sebenarnya punya dua anak lagi yang sudah besar yang saat ini tengah menempuh ilmu di pesantren dan kami tidak mau kedua anak kami mengetahui keadaan kami ini, kami mau mereka tahunya kami baik-baik saja,” ungkapnya.***
Editor: denkur