“Kan suka ada calon, kelihatannya iya berani segala macam, tapi nggak terukur, seringkali begitu dalam debat publik itu,” sambungnya.
DARA- BANDUNG- Sejumlah Pakar Politik dan Kebijakan Publik, memberikan penilaiannya terhadap pelaksanaan debat publik Calon Bupati/Wakil Bupati Bandung yang perdana, Sabtu (31/10/2020) kemarin. Debat bertema Peningkatan Pelayanan dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Bandung.
Pakar Kebijakan Publik UNPAD, Prof. Dr. H. Asep Sumaryana, M.Si mengatakan debat publik adalah pengujian kemampuan calon kandidat untuk menangani berbagai persoalan dan juga menyampaikan program yang akan dijalankan pada saat pemerintahannya kelak.
“Nah hal ini tentunya harus berangkat dari kondisi empiris yang ada di masyarakat. Agar pada saat penanganan-penanganan masalah dan melaksanakan program-program, sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh masyarakat Kabupaten Bandung,” ujar Asep saat dihubungi via telepon, Minggu (1/11/2020).
Kata Asep, ada kandidat yang berangkat dari keinginan untuk membuat program-program yang produktif dan visioner. Dan ada kandidat yang berangkat dari keinginan-keinginan, yang lebih pada upaya untuk memenangkan persaingan.
Yang perlu dihindari adalah jangan sampai kandidat yang tampil bermaksud untuk memprovokasi agar kemenangan berpihak kepadanya. Padahal ketika melaksanakan pembangunan dan merealisasikan program, itu susah.
“Nah itu yang tidak boleh, karena Pilkada mesti ditafsirkan dalam pembelajaran politik juga. Kalau Pilkada hanya sebatas menang kalah, itu salah. Karena yang harus dikedepankan adalah bagaimana Pilkada ini menjadi bagian dari pendidikan politik,” sambungnya.
Menurut Asep, masyarakat Kabupaten Bandung terbagi menjadi tiga yaitu masyarakat rasionalis, transvisional yaitu masyarakat yang lebih menginginkan harapan-harapan, kebutuhan-kebutuhan, kepentingannya untuk diakomodasi, dan juga ada masyarakat tradisional.
“Jadi, kalau dicermati kemarin pada debat publik itu, ada paslon yang ingin merealisasikan program-program yang diinginkan masyarakat, dan ada juga paslon yang berusaha merayu konstituen dan pemilih untuk berpihak kepadanya. Yang tidak boleh dilupakan para pemilih adalah realita, karena jangan sampai memilih karena iming-iming yang tinggi tanpa bisa direalisasikan. Itu saja yang harus disikapi masyarakat,” pungkas Asep.
Nia-Usman Memimpin
Praktisi Politik, H Ikhsan menjelaskan bahwa dalam panggung politik itu, ada yang disebut dengan adu gagasan atau debat. Hal tersebut bisa memunculkan pesan dan kesan.
Pesan adalah pasangan calon bisa menyampaikan penguasaan masalah, program yang terukur dan terencana. Sedangkan kesan adalah pasangan calon bisa memperlihatkan sikap tegas, cerdas, dan berani mengambil keputusan.
“Tapi pertanyaannya, mana yang lebih penting dalam debat itu, kelihatan retorikanya bagus dan jago. Atau yang dilihat adalah bahwa orang itu atau pasangan itu menguasai masalah, rasional, masuk akal, terukur, kan itu yang ingin ditampilkan,” jelas Ihsan.
Ihsan mengakui bahwa dalam debat publik pertama, pasangan nomor urut 1, Kurnia Agustina-Usman Sayogi, memimpin. Menurutnya, paslon nomor urut 1, lebih bagus, lebih biasa, lebih terukur dan menguasai masalah. Kemudian disusul oleh paslon nomor urut 2, Yena Iskandar Ma’soem-Atep, dan paslon nomor urut 3, Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan.
“Karena yang diukur bobotnya seperti ini, ya oke kamu bisa memaparkan masalah yang ada di Kabupaten Bandung, lalu ada cara keluar, kemudian ada bagaimana cara anda menyelesaikan masalah itu, solusinya apa,” paparnya.
“Kan suka ada calon, kelihatannya iya berani segala macam, tapi nggak terukur, seringkali begitu dalam debat publik itu,” sambungnya.
Hasil dari debat publik itu, adalah bagaimana menyakinkan para pemilih. Dan menyampaikan pesan kepada publik secara luas, bahwa seperti itulah gaya kepemimpinan para kandidat. “Ketika nanti kelak memimpin,” pungkasnya.
Editor : Maji