Desa Wisata Baros menawarkan alam yang indah dengan udara yang segar. Aliran air Sungai Citalutug begitu menenangkan, dan pohon-pohonnya yang rindang terasa menyejukan. Sangat cocok untuk menghilangkan kepenatan keseharian.
DARA – Desa wisata ini berada di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung.
Di sekitar Sungai Citalutug, didirikan beberapa saung yang terbuat dari bambu untuk tempat niis (berteduh). Disana juga digunakan pengunjung untuk berkumpul bersama keluarga atau rekan sambil menikmati alam sekaligus menyantap makanan yang mereka bawa.
Sauma Pratiwi (24) seorang pengunjung asal Banjaran mengaku sangat senang bisa berkunjung dan sejenak menikmati alam di Desa Wisata Baros. Ia datang bersama keluarga dan teman-temannya.
“Suasananya sangat menenangkan, terlebih bagi saya yang sedang hamil besar, kan orang hamil memang butuh suasana yang nyaman untuk healing,” ujar Sauma, Senin (20/12/2021).
Menurutnya, ditengah situasi pandemi covid-19, objek wisata alam memang diperlukan sebagai terapi, terutama bagi masyarakat yang kesehariannya harus bekerja dari rumah.
“Bagus sih kalau ada yang semacam ini, kan kita udah kerja secara daring terus menerus, mata dan pikiran lelah, begitu juga badan yang memang ruang geraknya selama ini dibatasi akibat covid-19, kalau melihat suasana yang hijau-hijau begini kan jadi fresh lagi,” katanya.
Walaupun menyajikan suasana alam terbuka, Desa Wisata Baros tidak serta merta abai terhadap protokol kesehatan. Pengelola wisata mengimbau masyarakat yang berkunjung kesana untuk mematuhi protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak). Hal itu bertujuan untuk mengurangi resiko penyebaran covid-19 diantara pengunjung.
Desa Wisata Baros sendiri sudah mulai terbangun sejak delapan bulan yang lalu. Pada tiga bulan pertama, Desa Wisata Baros berhasil masuk 300 besar pada ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Pengelola Desa Wisata Baros, Firman mengatakan modal awal pengembangan Desa Wisata Baros menggunakan keuntungan yang diperoleh dari UMKM telah terbangun. 25 persen keuntungan dari UMKM tersebut digunakan untuk membeli material dan lain-lain.
“Kita prinsipnya mandiri, kita bisa tanpa pemerintah. Anak-anak bergerak berbulan-bulan tanpa membayar, jadi secara swadaya. Ini (Desa Wisata) jadi simbol awal gotong royong warga Desa Baros,” ujar Firman.
Dikatakan Firman, setelah Desa Wisata Baros ini banyak dikunjungi oleh masyarakat membuat investor berbondong-bondong menawarkan diri untuk memberikan bantuan dana. Namun Firman mengaku menolak tawaran tersebut.
“Banyak investor yang mau bangun, segala macam, tapi saya tolak karena saya enggak mau merusak yang ada. Kalau mau masuk pun silahkan investor tapi buat Desa Baros buka buat disini (Desa Wisata Baros),” tutur Firman.
“Jika memang ada anggaran, silahkan itu untuk sarana prasarana atau insfrastruktur untuk Desa Baros. Desa Wisata Baros hanya simbol pertama kali gotong royong warga Baros,” katanya.
Awalnya di Desa Wisata Baros ini hanya ada satu panggung yang digunakan untuk bikin konten atau mengadakan pertunjukan. Selanjutnya, dilakukan kegiatan bersih-bersih Sungai Citalutug, kemudian dibangun saung-saung semi permanen.
Setiap pengunjung yang datang ke Desa Wisata Baros hanya perlu membayar Rp5 ribu saja. Wisatawan dapat menikmati jernihnya Sungai Citalutug, lalu ada bangunan semi permanen yang bisa digunakan untuk bercengkrama dengan keluarga sembari menikmati kudapan.
Jika ada pengunjung yang tidak membawa makanan, kata Firman, tak perlu risau. Karena di sekitar lokasi ada pedagang yang menyediakan nasi liwet beserta lauk pauknya. Kata Firman, untuk harga sangat bersahabat. Dengan adanya pengembangan Desa Wisata Baros ini mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
“Aman untuk anak-anak,” katanya.
Desa Baros Kecamatan Arjasari ini memiliki banyak potensi. Diantaranya, potensi sumber daya alam dan potensi kesenian seperti dalang, kendang, penyanyi, ada wayang serok, jaipong, pencak silat dan lainnya. Namun, menurut Firman, potensi tersebut belum bisa dikelola secara maksimal.
“Diaini kalau malam gelap gulita dan akses jalan rusak. Sebenarnya, banyak yang mau kita buat, misal produk kriya cuman terkendala mesin, itu butuh mesin injeksi plastik,” ujar Firman.
Editor: denkur