Detail mengenai detik-detik terakhir pemimpin tertinggi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), Abu Bakar Al Baghdadi yang meledakkan diri dua hari lalu kembali mewarnai berita.
DARA | Kali ini mengenai pembelot dari ISIS yang memberikan informasi kunci pada pasukan militer AS, Delta Force yang mengeksekusi Operation Obliteration.
Dikutip dari DarilyMail, Rabu (30/10/2019) pembelot yang tak disebutkan kewarganegaraannya itu bahkan berada di lokasi persembunyian Al Baghdadi di Suriah ketika personel Delta Force menyergapnya, Minggu waktu setempat. Demikian keterangan sejumlah pejabat Timur Tengah pada Washington Post.
Informan krusial ini memberikan informasi rinci termasuk tata letak interior kompleks persembunyian. Tak itu saja, menyusul sukses operasi ini sang pembelot diperkirakan akan menerima sebagian atau seluruh imbalan informasi mengenai Al Baghdadi yang sejauh ini “dihargai” $25 juta atau Rp 350 miliar oleh pemerintah AS. Pria yang sama sudah diamankan dari Suriah bersama keluarganya dua hari setelah serangan.
Seorang pejabat lainnya kepada Washington Post mengatakan informan dimaksud merupakan pria Sunni-Arab yang memiliki dendam pribadi setelah ISIS membunuh anggota keluarganya. Informan ini juga diyakini sebagai sosok sama seperti yang dilaporkan NBC News telah mencuri celana dalam Al Baghdadi untuk uji DNA yang mengonfirmasi identitasnya.
Berikutnya personel intelijen Kurdi yang mengawasi sang informan meneruskan potongan informasi pada pasukan Amerika yang kemudian menyergap rumah persembunyian Al Baghdadi. Pemimpin kelompok ekstrem berusia 48 tahun itu diketahui bunuh diri dengan meledakkan bom yang juga menewaskan tiga anaknya.
Jenderal Mazloum Abdi dari Pasukan Demokrat Suriah mengatakan, termasuk informasi yang didapat yaitu tata ruang kamar Al Baghdadi di perbatasan Turki tersebut. Juga jumlah penjaga, denah lengkap serta detail terowongan.
Pengungkapan mengenai informan muncul setelah Presiden Donald Trump dikritik untuk keputusannya menarik pasukan AS dari Suriah hingga meninggalkan pasukan Kurdi menghadapi serangan Turki sendiri. Selama ini pasukan Kurdi menjadi sekutu AS dalam memerangi ISIS di Suriah, Irak dan perbatasan Turki.
Trump sendiri memuji pasukan AS atas serangan berujung kematian Al-Baghdadi yang disebutnya meninggal dalam ketakutan total dan kepanikan saat terdesak pasukan Delta Force.
Namun, kepada New York Times dua pejabat intelijen mengatakan Amerika menerima informasi lebih banyak dari pihak Suriah dan Kurdi-Irak mengenai keberadaan Al Baghdadi. Mereka juga berperan penting dalam menjatuhkannya. Bahkan mereka menambahkan serangan sudah direncanakan musim panas lalu dan operasi ini hampir terungkap saat Trump tiba-tiba mengumumkan rencana menarik pasukan Amerika dari Suriah utara.
Langkah berani ini memaksa pejabat Pentagon memberikan lampu hijau untuk serangan malam Sabtu itu. Ini dilakukan sebelum kendali atas pasukan, mata-mata, dan pesawat pengintai ditarik. Demikian dikungkapkan pejabat militer, intelijen dan kontraterorisme kepada Times.
Mereka mengatakan kematian Al Baghdadi bagaimanapun sudah dapat diprediksi terlepas dari kepemimpinan Trump dengan bantuan Kurdi yang terus memberikan informasi kepada CIA. Bantuan tetap diberikan meski Trump membuat posisi mereka rentan terhadap serangan dari Turki.
Sementara itu salah satu kepingan informasi penting dalam serangan persembunyian Al Baghdadi oleh Delta Force yaitu celana dalam miliknya yang berhasil didapat informan. Celana ini ikut memastikan uji DNA identitas Al Baghdadi. Setidaknya demikian cuitan Polat Can, pejabat senior Pasukan Demokratik Kurdi. Informan juga memberikan sampel darah pemimpin ISIS itu untuk membuktikan dirinya benar-benar memiliki akses pada Al Baghdadi.
Para pejabat intelijen AS menggunakan sampel tadi untuk mendapatkan kecocokan DNA Al Baghdadi sekaligus memulai serangan. Celana dalam Al Baghdadi didapat tiga bulan lalu, sedangkan sampel darah satu bulan lalu, kata seorang pejabat Kurdi kepada NBC. Trump pun berterima kasih atas peran Kurdi – Suriah hari Minggu lalu atas peran mereka dalam membantu menemukan Baghdadi.
Berbicara kepada reporter di Gedung Putih, ia mengatakan pihak Kurdi tidak terlibat secara militer, tetapi memberikan beberapa informasi yang ternyata sangat membantu. Pasukan Kurdi sejauh ini kehilangan 11.000 jiwa sejak ikut memerangi ISIS bersama AS lima tahun lalu. Selain Kurdi pasukan, Trump juga berterima kasih kepada Rusia dan negara-negara lain yang ikut terlibat.***
Editor: denkur
Berita ini diambil seutuhnya dari galamedianews.com, Rabu (30/10/2019)