Pekan Olahraga Nasional (PON) digelar empat tahun sekali. Tahun ini Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) akan menggelar PON ke XX di Papua, 2 hingga 15 Oktober mendatang.
DARA – PON adalah cikal bakal ditetapkannya Hari Olahraga Nasional (Haornas) setiap tangga 9 September, bertepatan PON pertama pada 1948 di Solo.
Berikut sejarah singkat PON 1948 dan penetapan Haornas, seperti dikutip dara.co.id dari viva.co.id melansir Antara, Kamis (9/9/2021).
Pada tahun 1948, Indonesia tengah dilanda situasi yang tidak stabil setelah masih bertikai dengan pihak Belanda yang sebelumnya melakukan aksi agresi militer I.
Di tengah ketidakstabilan negara ini, Indonesia juga harus menerima kenyataan tidak bisa mengirimkan atlet-atlet mereka ke ajang Olimpiade London 1948.
Hal ini terjadi dikarenakan Inggris saat itu belum mengakui kemerdekaan Indonesia dan tidak bisa menerima paspor dari negara ini.
Selain itu, Inggris juga menawarkan Indonesia untuk menggunakan paspor Belanda agar bisa berlaga di Olimpiade 1948, namun pada akhirnya usulan tersebut ditolak.
Dihadapkan situasi yang tidak menguntungkan seperti ini, Indonesia akhirnya memilih langkah tegas dengan tidak berpartisipasi di Olimpiade dan membuat pesta olahraga sendiri di Indonesia.
Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) saat itu yang menerima kenyataan ini selanjutnya berencana membuat Pekan Olahraga Nasional pada 9-12 September 1948 di Surakarta.
Pada PON pertama ini, terdapat 9 cabang yang dipertandingkan yaitu atletik, bola keranjang, bulu tangkis, tenis, renang, sepak bola, panahan, bola basket dan pencak silat.
Tidak seperti PON tahun ini, pergelaran pertamanya tidak bisa diikuti oleh semua atlet yang berasal dari pulau Jawa dikarenakan blokade yang diberlakukan oleh Belanda.
Tercatat ada 13 kontigen yang mengikuti PON 1948 ini yaitu Surakarta, Yogyakarta, Kediri, Bandung, Madiun, Magelang, Malang, Semarang, Pati, Jakarta, Kedu, Banyuwangi dan Surabaya.
Pada akhir pergelaran ini, Surakarta berhasil menjadi juara umum, disusul Yogyakarta di peringkat dua dan Kediri yang berada di posisi ketiga.
Secara keseluruhan acara ini berjalan sukses dengan diikuti oleh 600 atlet yang memperebutkan 108 medali dan diperkirakan dihadiri oleh 40 ribu penonton yang hadir di Stadion Sriwedari, Surakarta.
Perkembangan PON Setelahnya
Setelah sukses menggelar perhelatan pertama di Surakarta, PON pada akhirnya berkembang menjadi acara olahraga yang digelar setiap empat tahun sekali walaupun pada tahun-tahun awal digelar tidak seperti itu.
PON kedua diselenggarakan pada 1951 di Jakarta pada 21-28 Oktober 1951 dan pada 1953, tepatnya 20-27 September, Medan berkesempatan menjadi tuan rumah PON yang ketiga. Pada gelaran ini, Jawa Barat berhasil keluar sebagai juara umum.
Selanjutnya tercatat hingga saat ini, sudah ada total 18 PON yang sukses digelar di berbagai daerah di Indonesia dengan catatan PON ke-6 di Jakarta tidak jadi digelar dikarenakan pecahnya peristiwa G30S/PKI.
Saat ini, kita tengah menantikan pelaksanaan PON yang ke-20 yang rencananya akan digelar pada 2-15 Oktober 2021 di Provinsi Papua dengan tiga kota penyelenggara yaitu Jayapura, Timika dan Merauke.
Penetapan Hari Olahraga Nasional
Keberhasilan Indonesia menyelenggarakan PON pertama pada 1948 di tengah situasi yang sulit mengilhami untuk lahirnya Hari Olahraga Nasional.
Berawal dari Sidang Paripurna KONI XIII di Senayan, Jakarta pada 16-17 Mei 1983, muncul usulan dari Ketua Umum KONI Pusat, Sri Sultan Hamengku Buwono IX soal penetapan Hari Olahraga Nasional.
Selanjutnya pada sidang tersebut, akhirnya diputuskan peringatan Hari Olahraga Nasional akan diperingati setiap tanggal 8 September.
Namun dalam prosesnya, ada pro kontra soal penetapan ini dan pada akhirnya muncul kesimpulan Hari Olahraga Nasional akan diperingati pada tanggal 9 September, bertepatan dengan hari pembukaan Pekan Olahraga Nasional di Solo pada tahun 1948.
Keputusan ini semakin diperkuat oleh Presiden Soeharto pada 9 September 1983 ketika melakukan peresmian pemugaran Stadion Sriwedari, Solo yang memutuskan penetapan Hari Olahraga Nasional akan jatuh setiap tanggal 9 September.
Hingga kini, seluruh Indonesia sepakat memperingati Hari Olahraga Nasional pada tanggal 9 September setiap tahunnya.
DBON sebagai Program Penunjang Prestasi Olahraga di Indonesia
Pada 9 September 2021, bertepatan dengan Hari Olahraga Nasional (Haornas), Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) direncanakan akan meluncurkan program Desain Besar Olahraga Nasional (DBON).
DBON lahir berkat arahan dari Presiden Joko Widodo dan ditindaklanjuti oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali soal ekosistem pembinaan prestasi olahraga nasional.
DBON merupakan sebuah program pembinaan olahraga dari hulu hingga hilir yang diharapkan bisa mewujudkan kebugaran, di mana dengan banyaknya talenta-talenta yang bugar jenjang-jenjang selanjutnya mudah didapatkan, sampai puncaknya pabrikasi prestasi dapat tercapai.
“Prestasi tidak boleh seperti sekarang, by accident, hanya menemukan kemudian dipoles dan berhenti tidak ada kelanjutan. Prestasi harus dipabrikasi, pabriknya adalah DBON, talenta yang sehat dan bugar adalah bahannya,” ujar Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali.
Selanjutnya Presiden Joko Widodo direncanakan akan meluncurkan langsung program DBON di peringatan Haornas tahun ini pada 9 September 2021.
Paradigma Indonesia dalam DBON ini juga sudah jauh menatap ke depan, bukan hanya mengejar prestasi pada level SEA Games maupun Asian Games. Tetapi sudah berorientasi pada Olimpiade maupun Paralimpiade. Dengan begitu, ajang-ajang regional hanya menjadi sasaran antara.
Dalam DBON, juga ditegaskan terdapat 14 cabang olahraga prioritas yang ditargetkan untuk bisa meraih medali di level Olimpiade ataupun Paralimpiade. Kerangka pembinaannya pun mengacu pada DBON. Menpora Amali memastikan bahwa DBON ini menjadi fondasi olahraga Indonesia.
“Ada 12 nomor Olimpiade yang menjadi unggulan, yaitu bulu tangkis, angkat besi, panjat tebing, panahan, menembak, karate, taekwondo, balap sepeda, atletik, renang, dayung, dan senam artistik. Sementara 2 yang dipersiapkan karena punya potensi besar yaitu pencak silat dan wushu. Jika Indonesia berhasil menjadi tuan rumah tentu mudah, sekarang masih perlu diperjuangkan untuk mendapatkan dukungan minimal 75 negara dan tersebar 5 benua. Untuk wushu relatif lebih mudah karena sudah didukung lebih dari 75 negara,” jelas Zainundin Amali.
“Yang akan kami tempatkan di satu training camp nanti di Cibubur, dengan menerapkan sistem degradasi. Bagi cabor-cabor unggulan tapi tidak bisa berprestasi, maka kita akan degradasi. Semisal akan kita ganti dengan cabor lain,” tambahnya.***
Editor: denkur | Sumber: viva.co.id- Antara