PT Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok kini bertransformasi menjadi pelabuhan digital. Hingga telah mengimplementasikan beberapa sistem yang terotomatisasi dalam rangka menuju Smart Port.
DARA – Demikian diungkapkan General Manager PT Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok, Guna Mulyana dalam kegiatan webinar dalam rangka Hari Pers Nasional 2021 di Menara Maritim Pelindo 2 Tanjung Priok Jakarta, Rabu (5/2/2021).
Diskusi diikuti ratusan peserta, terutama media dan perwakilan PWI provinsi.
Webinar yang digagas PWI Jaya bertajuk Nasional Kepelabuhan menghadirkan pembicara kunci Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua PWI Pusat Atal S Depari, Pengamat Pelabuhan Sabri Saiman dan Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok (KSOP) Captain Mugen S Hartoto .
Dalam diskusi tersebut, sebagai pembicara pertama sekaligus mewakili tuan rumah, Guna Mulyana membawakan makalah sesuai tajuk yakni Menyongsong Wajah Baru Pelabuhan Tanjung Priok.
Sedangkan KSOP Tanjung Priok membawakan makalah ”Tanjung Priok as a Port City”.
Guna Mulyana mengungkapkan, beberapa sistem yang terotomatisasi dalam rangka menuju Smart Port seperti Buffer Area System, Car Terminal Operating System, Reception Facility, Non Petikemas Terminal Operating System (NPKTOS), Terminal Operating System (TOS), Auto Tally, Container Freight Station (CFS).
Digitalisasi dimaksud, kata Guna, dalam rangka Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok jangka panjang. “Konsep ini yang sekarang menjadi Megapolitan Jabodetabek,” katanya.
Ia mengatakan, perkembangan tata ruang Jakarta ini terus berlanjut hingga sekarang. Perluasannya kini sudah mencapai Cikarang di timur, di barat sudah mencapai Maja dan di selatan sudah menuju ke arah Sukabumi/Bogor.
“Pengembangan tata kota Jakarta sejalan dengan pengembangan pelabuhan Tanjung Prioksebagai pusat pertumbuhan kota,” katanya.
Sementara Capt Mugen S Sartoto mengatakan, perkembangan sosial ekonomi daerah hinterland Pelabuhan Tanjung Priok (Provinsi DKI Jakarta dan sebagian wilayah Jawa Barat) meningkatnya arus volume barang (konvensional & petikemas) dari segi kapasitasnya masih memadai.
Namun, aksesibitasnya dari dan menuju pelabuhan yang sangat rendah karena masalah kemacetan lalu lintas serta lamanya bongkar muat, termasuk dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok (5,5 hari) membuat tidak efisien, dari segi biaya transport logistik menjadi lebih mahal maupun dari segi waktu yang dibutuhkan untuk pelayanan bongkar muat barang.
Berdasarkan kondisi Pelabuhan Tanjung Priok tersebut, kata Mugen, maka muncul rencana-rencana pembangunan terminal yang baru dan peningkatan dari pelabuhan-pelabuhan yang sudah ada sebagai alternatif dalam peningkatan kinerja dalam pelayanan kepelabuhan.
Sabri Saiman mengambarkan kondisi jalan di Jakarta Utara menjadi macet walaupun telah dibangun jalan Tol dan fasilitas lainnya untuk mendukung kegiatan Pelabuhan Tanjung Priok.
Oleh karena itu, Sabri menilai, perlu juga pembenahan depo-depo Container dan trucking area yang berada di daerah pemukiman penduduk.
Sabri menilai, keinginan Pemerintah DKI Jakarta untuk menyatukan kota tua dan Pelabuhan Sunda Kelapa menjadi Haritage Port, dan hal ini akan terjadi pemindahan barang dan kapal ke Pelabuhan Tanjung Priok.
Sabri bermimpi, pemerintah ke depan dapat menyatukan moda transportasi, Laut, darat dan kereta api. Oleh karena itu, ia merekomendasikan kepada Pemerintah DKI Jakarta dapat merubah Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok, Sunda Kelapa dan pemindahan Depo Pertamina Pelumpang ke area Pelabuhan Tanjung Priok, yang berdampak kepada lingkungan masyarakat Jakarta Utara.
Dengan terwujudnya pemikiran diatas, Sabri berharap, terjadi transformasi pemikiran masyarakat bahwa pelabuhan sebagai pintu gerbang ekonomi bukanlah sebagai penyebab kemacetan.***
Editor: denkur