Kasus kematian sapi mendadak diduga akibat mengidap penyakit Antraks di sejumlah wilayah di Indonesia, menjadi perhatian Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Meski dalam beberapa tahun terakhir kasus Antraks tak pernah ada di Kabupaten Bandung, tapi Distan turut mewaspadai dan mengantisipasinya.
DARA | BANDUNG – Kepala Distan Kabupaten Bandung Tisna Umaran menuturkan, antisipasi penyebaran Antraks dilakukan dengan dua cara. Pertama, di kelompok pedagang atau peternak. Kedua, antisipasi perdagangan sapi antar pulau.
“Ini sudah sesuai arahan dari Pemprov Jabar. Semua Kanupaten/Kota kompak mengantisipasi dan mengawasi masuknya hewan ternak dari luar pulau,” ujar Tisna saat ditemui di Komplek Perkantoran Pemkab Bandung, Soreang, Kamis (13/2/2020).
Tisna menyebutkan, pengawasan juga dilakukan di setiap perbatasan wilayah dan beberapa sentra pemotongan, dengan cara menurunkan tim kesehatan hewan (keswan) untuk melakukan penjangkauan. Keswan ini, bertugas langsung mengawasi hewan ternak di lapangan.
Diakui Tisna, masih banyak pedagang membeli hewan ternak tanpa melibatkan keswan. Hal ini yang menjadi kekhawatiran penyakit sapi gila itu masuk ke Kabupaten Bandung.
“Transaksinya liar, tidak ada laporan. Apalagi nanti saat masuk bulan kurban, jual beli hewan ternak sangat dinamis dan marak. Ini yang diantisipasi. Makanya perlu kewaspadaan dari petugas keswan dan penyuluh pertanian di lapangan,” terangnnya.
Distan Kabupaten Bandung sudah membekali para penyuluh pertanian dengan ilmu peternakan praktis sejak dua tahun lalu. Sehingga, penyuluh pertanian dan keswan menjadi garda terdepan dalam mengantisipasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bacillus Antrachis itu.
“Selama beberapa tahun ini, atau sudah lama sekali kami tidak pernah mendapat laporan adanya Antraks. Artinya di Kabupaten Bandung 0 kasus,” katanya.
Meski Antraks terlihat dari daging, namun menurutnya, deteksi hewan ternak terjangkit Antraks bisa dilakukan secara kasat mata saat sapi belum disembelih.
Ia mencontohkan, misalnya sapi terlihat kurang nafsu makan, mencret, atau letih kurang agresif, itu sudah masuk dalam lingkaran yang harus diwaspadai. “Nah, pedagang atau peternak harus langsung lapor ke dokter hewan atau keswan kalau ada gejala pada sapi mereka,” kata Tisna mengimbau.
Dirinya menambahkan, Antraks bisa menular ke manusia lewat konsumsi daging. Antraks juga dinilai sebagai penyakit yang cukup berbahaya apabila menular ke manusia. Sebab, penderita Antraks bisa meninggal.
“Memang perlu adanya pencegahan dini. Alhamdulillah, pedagang di Kabupaten Bandung sudah pintar dan berpengalaman. Tapi tetap saya imbau untuk segera lapor kalau memang ada kecurigaan sapi terpapar Antraks,” jelasnya.***
Wartawan: Muhammad Zein