Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM menyusun 15 rencana aksi yang dituangkan dalam Deklarasi Resolusi Pemasyarakatan 2020. Rencana aksi itu diinstruksikan untuk dijalankan oleh 681 satuan kerja (satker) pemasyarakatan di Indonesia.
DARA | BANDUNG – Dirjen Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami dalam teleconference yang ditayangkan di Lapas Narkotika IIA Jelekong, Kamis (27/2/2020) menuturkan, 15 rencana aksi yang menjadi resolusi pada 2020 harus bisa dicapai.
“Sebanyak 681 UPT atau satker pemasyarakatan kami dorong untuk membangun zona integritas. Agar ke depan satker-satker ini bisa mendapatkan predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM),” ujar Sri.
Menurut Sri, selama ini dalam perjalanannya, pemasyarakatan tak lepas dari praktik pungli, diskriminasi, gratifikasi, hingga penyimpangan yang lain.
Akan tetapi, praktik penyimpangan tersebut lambat laun semakin menipis. Oleh karena itu, dengan 15 aksi rencana resolusi pada 2020 ini, penyimpangan semakin bisa ditekan.
“Terbukti, semakin ke sini semakin membaik. Ada 219 satker memperoleh predikat WBB dan WBBM. Pada 2015 hanya 1 satker yang dapat predikat, kosong sampai 2017. Lalu tahun 2018 ada 5. Pada 2019 ada 23 dapat WBK dan 1 WBBL. Jadi ada kemajuan,” katanya.
Menurutnya, predikat tersebut diberikan bukan dari internal. Melainkan dari Kemenpan RB dan BPS dengan rujukan indeks persepsi korupsi dan indeks kepuasan masyarakat.
Pada tahun ini, lanjut Sri, 681 satker sudah mengisi syarat indeks persepsi korupsi dan indeks kepuasan masyarakat. Tentu saja, ini menjadi angin segar bahwa pemasyarakatan di Indonesia seluruhnya bersiap menuju zona integritas.
“Makanya penting untuk disosialisasikan. Agar semua satker bisa mendapat predikat itu. Stigma negatif soal penyimpangan agar runtuh dengan sendirinya,” ucap Sri.
Kendati demikian, Sri tak menampik saat ini masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Ditjen Pemasyarakatan. Antara lain, over crowding warga binaan.
“Satu tahun, kami bisa berhadapan dengan 415 ribu warga binaan keluar dan masuk lapas. Paling banyak adalah kasus narkoba. Dari 268 ribu kasus, 130 ribu lebih itu kasus narkoba,” terangnya.
Oleh karena itu, untuk menekan angka over crowding, Ditjen Pemasyarakatan memberikan program integrasi berupa PB, CB, dan CMB kepada 69.458 narapidana. Selain itu juga mengadakan program rehabilitasi media dan sosial kepada 21.540 narapidana narkoba.
“Pengguna narkoba ini yang membuat ribet. Pengguna atau korban sesuai UU Nomor 35 itu disuruh rehab. Tapi malah masuk penjara. Ada juga yang bukan pengguna narkoba masuk juga. Putusan dari pengadilan tidak tepat,” ungkapnya.
Maka dari itu, dengan deklarasi tersebut, pemasyarakatan di Indonesia secepatnya bisa mengatasi berbagai pekerjaan rumah yang ada. Sehingga, pemasyarakatan di Indonesia akan jauh lebih baik.
Sementara itu Plh Kalapas Narkotika Klas II Jelekong, Agus Sutisna menuturkan, ada 15 poin dalam deklarasi resolusi tersebut. Dalam poin resolusi pemasyarakatan tersebut, ada sejumlah poin penting yang harus dilakukan oleh satker pemasyarakatan di seluruh Indonesia.
Beberapa di antaranya, mewujudkan satker yang bebas korupsi, pengurangan over kapasitas, pencegahan dan penanggulangan penyakit menular, dan peningkatakan kualitas SDM.
“Untuk over kapasitas di Lapas Narkotika II Jelekong ini tidak ada masalah. Masih stabil. Namun memang sesekali di waktu tertentu ada peningkatan jumlah warga binaan,” kata Agus.
Selain itu, Lapas Narkotika IIA juga tengah mendorong warga binaan yang akan mengikuti program pembebasan bersyarat (PB) dan Cuti Bersyarat (CB) setelah memenuhi persyaratan, agar kapasitas jumlah warga binaan bisa terkendali.
Agus menuturkan, selain program tersebut pihak lapas juga sudah tidak menerima lagi titipan-titipan warga binaan yang tidak ada dasar hukumnya yang jelas. “Over staying di sini juga sudah tidak ada masalah lagi. Semuanya terkendali,” ucapnya.
Menurut dia, Lapas Narkotikka IIA Jelekong juga berkomitmen untuk terus menggandeng sejumlah instansi dalam meningkatkan kualitas pembinaan agar lebih efektif dan semakin baik.
“Kami juga di dalam lapas ada pelatihan kerja kepada warga binaan. Dimana warga binaan bisa mengasah keterampilannya untuk bekal beriwirausaha setelah keluar dari lapas,” katanya.***
Wartawan: Muhammad Zein