Pelantikan jabatan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) setara dengan eselon 2 dan tenaga administrator (eselon 3) di lingkungan Pemkab Bandung Barat, pada Jum’at (25/8/2023) menuai polemik.
DARA | Salah satunya disorot terkait pelantikan camat yang dinilai tidak mengadu pada aturan perundang-undangan yang berlaku.
Djamu Kertabudi, pengamat ilmu pemerintahan dan politik membahas tentang pelantikan pejabat, yang dilakukan Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan di akhir masa jabatannya.
Menurutnya, walaupun pada prinsipnya pemindahan pegawai atau pejabat melalui mutasi/promosi memang merupakan wewenang Pejabat Pembina Kepegawaian, yang dalam hal ini Bupati Bandung Barat.
Namun, untuk jabatan camat ada persyaratan khusus, yaitu harus berlatar belakang Sarjana Ilmu Pemerintahan atau telah mengikuti Diklat Kepamongprajaan.
Disamping itu secara prosedural harus diusulkan terlebih dahulu kepada Mendagri melalui Gubernur untuk mendapatkan rekomendasi.
“Untuk jabatan camat, itu diatur langsung berdasarkan UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 224. Ada persyaratan khusus yang harus dipenuhinya,” ujar Dosen Ilmu Politik Universitas Nurtanio Bandung ini, saat dihubungi, Minggu (27/8/2023).
Ia juga menegaskan, untuk pengangkatan camat apabila tidak sesuai dengan ketentuan itu, maka tidak sah. Dan Gubernur berwenang membatalkan mutasi itu.
Hal itu, sebagaimana tercantum pada UU No.23 Tahun 2024 unto PP No13 Tahun 2018, dan Permendagri No.12 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Tugas dan wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat.
Selain pengangkatan camat yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan, Djamu juga menyoroti tentang pelantikan tersebut disaat akhir masa jabatan Bupati Bandung Barat.
Membandingkan dengan Kabupaten Bandung pada saat kepemimpinan Dadang Naser, kebijakannya tidak melakukan pemindahan pejabat, menjelang 6 bulan akhir masa jabatannya.
Langkah yang diambil Dadang Naser pada saat itu, mengacu pada Undang-undang No.10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota, yang menyebutkan larangan bagi Gubernur/Bupati/Walikota melakukan pemindahan Penjabat pada waktu 6 bulan menjelang akhir masa jabatan. Terkecuali mendapat persetujuan Mendagri.
Adanya klausul dimaksud untuk menjaga jangan sampai pemindahan pejabat sarat muatan politik dan bersifat transaksional.
Dadang Nasser sebagai Bupati Bandung, tidak melakukan pemindahan jabatan pada itu, lantaran 6 bulan lagi masa jabatannya habis.
Padahal, sambung Djamu, padahal pada saat itu banyak jabatan terutama jabatan JPT Pratama dan Administrator yang mengalami kekosongan. “Beliau paham tentang etika pemerintahan,” kata Djamu.
Berbanding terbalik dengan akhir masa jabatan Hengky Kurniawan, tinggal kurang dari sebulan akhir masa jabatannya, justru melakukan pemindahan jabatan.
Bukan hanya untuk menetapkan JPTP saja, hasil dari seleksi terbuka. Melainkan sekaligus pelantikan administrator yang setara eselon III juga.
“khirnya seperti biasanya di KBB muncul kegaduhan. Konon ada temuan yang berkonotasi pelanggaran,” ujar Djamu.
Selain itu, ia juga menyesalkan ada pejabat yang dipromosikan, padahal baru menduduki jabatannya baru beberapa bulan saja.
Jika benar temuan ini maka bisa dikatakan sebuah pelanggaran. Mengingat menurut UU No.5 Tahun 2014 dan PP No 11 tahun 2017 tentang manajemen PNS bahwa pemindahan pejabat ini harus sekurang-kurangnya dua tahun dalam masa jabatan terakhirnya.
Persoalan lainnya yang muncul adalah, ada satu jabatan yang dijabat dua orang. “Soal ada satu jabatan diisi dua orang, jelas ini sebuah kekeliruan,” ujarnya.
Editor: denkur