Cerita atau dongeng Sunda Radio di tahun 1970 hingga akhir 1990 sangat digemari masyarakat Jawa Barat. Paling tidak ada empat judul dongeng yang popular saat itu, yakni Si Buntung Jago Tutugan, Waliwis Bodas dan Si Rawing. Sejumlah nama pendongeng pun muncul jadi idola.
Kegandrungan mendengarkan dongeng Sunda radio saat itu tak hanya menjadi fenomena keseharian warga desa, orang perkotaan pun sama saja. Di sela-sela aktifitasnya, banyak orang yang menghidupkan radionya sekadar mendengarkan dongeng.
Warga pedesaan apalagi, selepas dari sawah atau kebun, para petani istirahat, duduk-duduk di bale rumahnya mendengarkan dongeng seraya menikmati kopi, kulub hui atau sejenisnya. Lalu, kepulan asap rokoknya yang tak henti menghembus ke udara.
Jadwal siara dongeng awalnya hanya selepas asyar hingga pukul 11 malam. Namun, dalam karena minat masyarakat begitu besar sehingga sejumlah radio ada yang menyiarkan dongeng pukul 10 pagi. Jadi kemudian jadwal siaran dongeng bisa seharian penuh oleh stasiun radio yang berbeda-beda.
Kemudian dari sekian banyak judul dongeng yang disiarkan, setidaknya ada empat judul dongeng yang sangat popular di masyarakat, yakni dongeng Si Buntung Jago Tutugan dan Waliwis Bodas karya S Sukandar, Si Rawing karya Yat. R, dan Sirod Djelema Gaib karya K Soekarna.
Lalu, sederet nama pendongeng pun muncul menjadi idola, diantaranya Rachmat Dipradja, Aki Balangantrang, Wa Képoh, Mang Jaya, Mang Barna, Ki Mad Ohle, Aom Cecep, Jamar Media dan sebagainya.
Kegandarungan mendengar dongeng dari radio ternyata juga telah mendongkrak pasaran buku dongeng lain di berbagai toko buku. Penerbit buku roman pop pun mendulang sukses di era tahun 1960 dan 1970 an.
Seperti yang ditulis GaluhPurba.com, jadi masyarakat bukan saja memburu buku-buku yang dibacakan oleh para juru dongeng sohor, melainkan buku-buku lainnya banyak digemari. Atep menuliskan bahwa jumlah buku-buku tersebut mencapai ratusan judul.
Contohnya Waliwis Bodas (Tjaringin, 1969) karya S. Sukandar; Si Buraong (Wargina, 1971) karya K. Soekarna; Andjar (Pusaka Sunda, 1967) karya A. Roestandi. Pusaka nu Ménta Wadal (Romanato, 1970) karya A. Tolib; Rusiah Euis Marlinah (Wargina, 1969) karya Tatang KS.
Ironisnya yang mengoleksi buku-buku tersebut adalah perpustakaan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), yang mengoleksi roman Sunda sedikitnya 270-an judul. Buku-buku dan naskah dongeng Sunda, luput dari pengamatan para kritikus sastra Sunda.
Dari sekian banyak dongeng Sunda di radio, cerita yang sangat fenonemal adalah Sirod Djelema Gaib (Saputra, 1969) karya K. Soekarna, Si Buntung Djago Tutugan (Tjaringin, 1969) karya S. Sukandar atas karyanya, dan Si Rawing karya Yat. R.
Dongéng Sunda Si Rawing yang dipedar oleh Si Raja Dongéng Wa Képoh (Drs. Ahmad Sutisna) tak pelak lagi membuat masyarakat lebih tergila-gila mendengarkan dongeng Sunda.
Kegandrungan masyarakat terhadap Si Rawing, menyedot perhatian produser film dari Jakarta, yang kemudian dongeng Si Rawing diangkat ke film layar lebar, diproduksi oleh PT. Kanta Indah Film. Adapun pemeran tokoh Si Rawing adalah aktor laga ternama Barry Prima.(Bersambung)
Editor: denkur