Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) menggelar Workshop Pendampingan Sekolah Ramah Anak (SRA) melalui Pemampuan Pesantren Ramah Anak (PRA) di Hotel Grand Pasundan, Kota Bandung.
DARA – Kegiatan tersebut bertujuan memberikan penguatan kepada semua pesantren yang ada di kota Bandung dengan peserta workshop dari pimpinan atau pengurus pondok pesantren.
Materi yang diberikan yakni “Menjadikan Pesantren Ramah Anak” dengan narasumber Siti Muntamah yang juga sebagai Ketua TP PKK Kota Bandung.
“Dukungan Kementrian Agama terhadap Pesantren Ramah Anak” oleh Iman Aminuddin, dan “Pesantren Ramah Anak Sebagai Wujud Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak” oleh Iriansyah.
Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana mengatakan, pesantren adalah institusi pendidikan yang menjalankan misi membentuk sumber daya manusia yang berkarakter, berkualitas, dan berdaya saing.
“Meski orang tua peserta didik memegang peran sentral, lembaga pendidikan formal juga bersifat strategis. Karena proses belajar mengajar dilakukan secara sistematis dan metodologis,” katanya saat menyampaikan sambutan, Kamis (6/5/2021).
“Sangat beralasan jika Pesantren harus menjadi rumah kedua bagi anak-anak. Harus menjadi tempat yang nyaman dan menyenangkan untuk berinteraksi dengan sesama bermain dan menuntut ilmu secara bersamaan,” lanjutnya.
Menurutnya, sebagai rumah kedua Pesantren harus menyediakan lingkungan fisik atau fasilitas yang terstandar.
Pesantren juga harus memilik lingkungan sosial yang mampu merangsang lahirnya kreativitas dan inovasi, itulah makna hakiki dari pesantren ramah anak.
“Oleh karena itu, workshop pendampingan sekolah ramah anak melalui pemampuan Pesantren ramah anak, mudah-mudahan menjadi momentum untuk saling bertukar pikiran dalam menciptakan lingkungan Pesantren yang benar-benar disukai oleh peserta didik,” katanya.
Yana menilai, pesantren bisa menjadi solusi untuk mengubah manusia yang tadinya terbelakang menjadi manusia-manusia yang tangguh, berbudi pekerti, serta cerdas secara intelektual dan spiritual.
“Asumsi ini pula yang sesungguhnya harus menjadi pondasi untuk membangun manusia yang maju dan dihargai bangsa lain, sekaligus dalam rangka menyikapi tantangan kehidupan yang semakin berat dan kompleks,” ucapnya.
Menurutnya, pesantren dituntut menyelenggarakan pendidikan yang menyenangkan agar tidak hanya membuat peserta didik cerdas secara akademis saja.
“Tetapi juga cerdas secara sosial dan spiritual. Untuk itu saya berharap kegiatan hari ini bisa menghasilkan gagasan-gagasan baru untuk memajukan pesantren yang ramah anak dalam arti hak-hak peserta didik terpenuhi secara optimal,” lanjutnya.
Sementara itu, Kepala DP3A Kota Bandung, Rita Verita meyakini, pesantren terus berlomba-lomba memberikan yang terbaik untuk para santri atau siswanya.
“Materi yang diberikan tentunya materi-materi yang memang berkaitan dengan Pesantren Ramah Anak karena Pesantren Ramah Anak ini termasuk salah satu indikator untuk mengangkat nilai Kota Layak Anak yang kami akan hadapi untuk verifikasinya pada bulan Mei sampai Juni yang akan datang,” katanya.
Rita berharap Pesantren dapat memperhatikan dengan sebaik-baiknya untuk keamanan, kenyamanan, dan memperhatikan hak-hak anak, sehingga anak bisa berkonsentrasi penuh dalam belajar dan ibadahnya.
“Tentunya ini semua ada dalam dasar hukumnya, mulai dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak sampai dengan Peraturan Daerah Kota Bandung nomor 4 tahun 2019 tentang penyelenggaraan perlindungan anak,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Bandung, Tedi Ahmad Junaedi menyambut positif kegiatan tersebut.
“Dalam rangka mewujudkan Kota Bandung sebagai kota layak anak, salah satu indikatornya adalah terdapat di pondok pesantren atau Madrasah yang ramah anak, maka kerja sama dengan Pemkit Bandung melalui DP3A ini terus kita upayakan,” katanya.
“Di Kota Bandung ini ada 182 Pesantren yang terdaftar melalui Kemenag dan mempunyai nomor statistik. Mudah-mudahan nanti terwujud Madrasah dan Pondok Pesantren yang ramah anak,” harapnya.***
Editor: denkur