Ekonomi Pancasila dikembangkan oleh para pendiri bangsa sebagai sistem ekonomi yang merupakan antitesa dari kolonialisme dan anak kandungnya yaitu kapitalisme.
DARA – Ekonomi Pancasila diwujudkan melalui demokrasi ekonomi yang bertujuan mencapai cita-cita proklamasi, memastikan sumber daya ekonomi dapat diakses oleh rakyat, dan nilai tambah ekonomi terdistribusi, sehingga mewujudkan keadilan sosial.
Saat ini ekonomi Indonesia menghadapi tantangan berupa kesenjangan wilayah dan sosial, korupsi yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, tata kelola yang buruk pada BUMN, berkembangnya ekonomi digital, kerangka kebijakan dan peraturan yang tumpang tindih, dan kerusakan sumber daya alam.
Dengan kondisi yang ada maka revitalisasi ekonomi Pancasila perlu dilakukan dalam tiga aras.
Aras pertama adalah konsep.
Konsep ekonomi Pancasila seringkali diabaikan dan dianggap ancaman oleh beberapa pihak.
Ekonomi Pancasila semakin terpinggir dalam proses pendidikan dan pengambilan kebijakan.
Penggalian kembali dan pengembangan konsep ekonomi Pancasila dalam konteks sistem ekonomi saat ini merupakan keharusan.
Aras kedua adalah kelembagaan.
Berbagai peraturan di berbagai sektor dan antar pusat-daerah masih tumpang tindih dan belum sinergis.
Omnibus law yaitu UU Cipta Kerja masih perlu dilihat efektivitasnya.
Aras ketiga adalah kapasitas.
Kesenjangan kapasitas antar pelaku ekonomi besar-menengah, kecil-mikro, di Jawa dan luar Jawa, sektor primer-sekunder-tertier, harus segera diakselerasi, sehingga Indonesia tidak hanya menjadi pasar, namun menjadi pelaku ekonomi yang berdaya, khususnya pada momen bonus demografi.
Revitalisasi ekonomi Pancasila adalah keniscayaan bagi rakyat Indonesia dan harus menjadi upaya kolektif.
Pokok-pokok diskusi diatas dibahas dalam webinar Kawal Indonesia, Baskara dan Perkumpulan Amerta dengan narasumber Bambang Ismawan (Bina Swadaya), DR Revrisond Baswir (UGM) dan Firdaus Putra (ICCI). Seperti dalam keterangan resminya yang diterima redaksi, Jumat (4/6/2021).***
Editor: denkur