Corona masih mewabah, termasuk di Kabupaten Bandung. Data aplikasi Sabilulungan Jihad Melawan Corona (Sawarna) menunjukan angka terkonfirmasi Covid-19 hari ini mencapai 5.206 kasus.
DARA – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, Grace Mediana Purnami menyebutkan, dalam penanganan Covid-19 kewajiban dinkes selain melakukan tindakan preventif pencegahan juga meliputi 3T yaitu Testing, Tracing, dan Treatment.
Grace menjelaskan tindakan preventif yang dilakukan sebagai pencegahan adalah dengan melakukan sosialisasi secara masif tentang gerakan 3M (Memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak).
“Kita terus mengingatkan dan mengajak masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan dengan melakukan 3M,” ujarnya di Soreang, Selasa (18/1/2021).
Tindakan testing, kata Grace, pihaknya secara masif melakukan test kepada masyarakat untuk menemukan kasus-kasus Covid-19 di masyarakat agar bisa segera dilakukan tracing untuk mencegah terjadinya klaster-klaster baru.
“Setelah melakukan testing dan tracing, apabila ada masyarakat yang terkonfirmasi positif maka akan segera dilakukan treatment, baik itu isolasi mandiri atau dirawat di fasilitas kesehatan yang disediakan,” jelasnya.
Terkait treatment (perawatan) bagi masyarakat yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan menjalani isolasi mandiri (Isoman), Grace mengatakan pihaknya terus memantau mereka melalui komunikasi lewat telepon, SMS, atau whatsapp.
“Kalau ada yang melaksanakan Isoman, kita laporkan dan berkoordinasi dengan puskesmas setempat. Kita pasti langsung memberi mereka obat-obatan, lalu pasien diminta data dan nomer kontaknya agar bisa dipantau jika ada keluhan yang dirasakan agar kita bisa dengan cepat menentukan harus dirawat dimana,” jelasnya.
Grace menyebut, pihaknya tidak sampai melakukan dokter atau perawat kunjung kepada pasien yang Isoman, sebab jumlah tenaga medis yang ada tidak memadai jika dibanding banyaknya masyarakat di Kabupaten Bandung yang melakukan Isoman, sehingga pantauan terbaik memang dilakukan melalui komunikasi saja.
“Jadi pihak medis menyempatkan minimal sekali dalam sehari selama masa isolasi itu untuk memantau keadaan mereka,” katanya.
Lama Isoman sendiri, kata Grace, dari teori yang ada adalah selama empat belas hari. Skemanya adalah selama empat belas hari tersebut, pasien mendapatkan treatment, tetapi jika dalam kurun waktu tersebut (14 hari) pasien sudah tidak merasakan keluhan atau gejala berarti pasien tidak usah dilakukan swab ulang.
“Jadi kalau sudah lewat empat belas hari dan tidak ada keluhan atau gejala berarti itu sudah tidak berpotensi menularkan, itu (covid-19) kan virus, nah kalau virus itu datang dan pergi tergantung daya tahan tubuh kita. Jadi ada fase, nah fase penularan itu adalah dalam waktu seminggu kebawah, makanya disarankan untuk tidak bepergian, harus diam dirumah,” paparnya.
Meski demikian, Grace tetap menyarankan masyarakat yang lepas dari masa Isoman untuk tidak bereuforia, mereka harus tetap menjaga kesehatan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Untuk bantuan pangan bagi masyarakat yang melakukan Isoman, menurut Grace itu seharusnya diperhatikan oleh lingkungan sekitarnya. Itulah mengapa setiap desa harus menjadi desa tangguh covid-19 dibawah Satgas Covid-19.
“Jadi itu seharusnya ada empati dari masyarakat sekitar, kita kan melalui ini sudah hampir setahun, seharusnya masyarakat sudah tidak berstigma negatif lagi, harusnya sudah terbangun empati dari masyarakat untuk mereka yang sedang menjalankan Isoman, sehingga ketika seseorang melakukan isolasi, ekonominya tetap terbantu. Kalau kami (Dinkes) kan ketika ada yang positif itu biasanya langsung diberi obat-obatan, karena itu memang harus tersampaikan. Kalau masalah ekonominya, itu tidak diranah kami,” pungkas Grace.***
Editor: denkur