Tenaga profesional sering kali bekerja dengan sesuatu yang nyata nilainya, dengan keyakinan bahwa mereka kompeten di bidangnya, atau sejauh mana tanggung jawab mereka atas pekerjaan mereka menjadi sangat penting.
DARA | Pada akhirnya, anggapan masyarakat atas suatu profesi tertentu akan memengaruhi perolehan hak-hak dalam profesi terkait: hak praktik, hak monopoli pada bidang profesi yang ditawarkan, untuk mengendalikan pemain baru dalam bidang profesi terkait, untuk memperoleh pendapatan yang relatif tinggi, menentukan peraturan bagi diri sendiri atau untuk dinilai oleh rekan-rekan satu profesi dan bukan oleh pejabat pemerintah.
Jika suatu profesi kehilangan kredibilitas di mata publik, akibatnya bisa sangat buruk dan bukan hanya bagi seorang profesional yang bermasalah. Loyalitas akuntan profesional diutamakan untuk kepentingan publik. Suatu profesi diadakan terutama untuk melayani masyarakat.
Layanan yang diberikan kepada masyarakat adalah sangat penting, sehingga membutuhkan tingkat keahlian yang sangat tinggi dan pada akhirnya dibutuhkan program pendidikan ekstensif dengan fokus utama pada intelektual bukannya pada hal yang sifatnya mekanis/teknis atau pelatihan dan skill.
Hal ini berarti akuntan harus bertindak jujur, objektif, dan tidak memihak dalam menjalankan tugasnya, terlepas dari kepentingan pihak-pihak yang terlibat.
Hampir selalu profesi yang dihargai paling tinggi yang mendapat lisensi untuk praktik di masyarakat, dan tingkat otonomi yang disetujui oleh profesi dari peraturan pemerintah, dengan “pita merah” (perhatian atau perlakuan yang terlalu ketat dalam hal detail dan kata-kata dalam peraturan, sehingga mempersulit selesainya suatu urusan), terbukti dengan tingkat kontrol yang diberikan atas pendidikan dan perizinan program oleh organisasi yang mewakili profesi.
Perlu dicatat bahwa otonomi sangat penting bagi suatu profesi. Otonomi atau kebebasan dari peraturan pemerintah dan pembuat peraturan lainnya, memungkinkan anggota profesi untuk dinilai oleh rekan seprofesi yang objektif dan memiliki informasi yang tepat, bukan oleh pembuat peraturan yang ditunjuk secara politis.
Selain itu, otonomi juga memungkinkan pemberian sanksi tanpa menarik perhatian publik secara berlebihan. Hal ini memungkinkan suatu profesi untuk mengelola urusannya secara efisien dan tersendiri, sehingga publik
memiliki kesan bahwa profesi ini bertanggung jawab dan mampu melaksanakan tugasnya kepada anggota masyarakat dengan benar.
Namun, jika masyarakat merasa bahwa proses ini tidak adil atau objektif atau kepentingan umum tidak dilindungi, maka pemerintah akan turun tangan untuk memastikan adanya perlindungan kepentingan tersebut. Di sini, seperti halnya ketika berurusan dengan klien, pemeliharaan kredibilitas adalah sangat penting.
Kode etik profesi akuntansi memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kepercayaan publik.
Kepercayaan publik adalah landasan fundamental bagi profesi akuntansi karena masyarakat mengandalkan akuntan untuk menyediakan informasi keuangan yang tepat, akurat, dan dapat dipercaya.
Kode etik profesi akuntansi berfungsi sebagai pedoman bagi akuntan dalam menjalankan tugasnya secara profesional, berintegritas, dan bertanggung jawab. Dengan mematuhi kode etik profesi, akuntan dapat menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa informasi keuangan yang mereka berikan dapat diandalkan oleh berbagai pihak.
Kode etik profesi akuntansi memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kepercayaan publik.
Kepercayaan publik adalah landasan fundamental bagi profesi akuntansi karena masyarakat mengandalkan akuntan untuk menyediakan informasi keuangan yang tepat, akurat, dan dapat dipercaya.
Kode etik profesi akuntansi berfungsi sebagai pedoman bagi akuntan dalam menjalankan tugasnya secara profesional, berintegritas, dan bertanggung jawab. Dengan mematuhi kode etik profesi, akuntan dapat menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa informasi keuangan yang mereka berikan dapat diandalkan oleh berbagai pihak.
Etika memegang peran yang penting dalam kegiatan pemeriksaan akuntansi. Para auditor dan akuntan publik harus menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam menjalankan tugasnya agar menghasilkan pemeriksaan yang berkualitas dan dapat dipercaya.
Kode etik independensi merupakan pilar fundamental dalam pemeriksaan akuntansi. Independensi auditor menjadi
kunci utama dalam menghasilkan pemeriksaan yang berkualitas dan dapat dipercaya.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik.
Profesi akuntansi memegang peran krusial dalam mengelola keuangan dan memberikan informasi yang akurat kepada pemangku kepentingan. Untuk memastikan praktik yang etis dan profesional, sebuah kode etik menjadi landasan yang penting bagi para akuntan.
Kode etik ini membimbing perilaku mereka dalam menjalankan tugas mereka dengan kejujuran, integritas, dan tanggung jawab.
Etika dalam auditing mengacu pada prinsip dan standar perilaku yang harus diikuti oleh auditor dalam pelaksanaan tugas mereka.
Etika yang baik sangat penting dalam auditing untuk memastikan integritas, objektivitas, dan transparansi proses audit.
Berikut adalah prinsip-prinsip etika utama yang harus diikuti oleh auditor:
1. Integritas
Integritas adalah nilai atau prinsip yang berkaitan dengan kejujuran, konsistensi, dan moralitas tinggi dalam perilaku seseorang atau suatu entitas. Dalam konteks profesional, integritas berarti melakukan pekerjaan dengan jujur dan adil, serta mematuhi standar etika dan aturan yang berlaku.
Auditor harus bertindak dengan integritas tinggi, artinya mereka harus jujur dan berperilaku sesuai dengan prinsip etika profesional. Ini termasuk menghindari tindakan curang atau menyesatkan dalam pelaksanaan audit.
2. Objektivitas
Objektivitas adalah prinsip yang menekankan sikap tidak memihak, adil, dan bebas dari bias dalam menilai atau mengevaluasi situasi, peristiwa, atau informasi.
Dalam konteks profesional, seperti dalam auditing, akuntansi, atau bidang lain yang melibatkan penilaian dan pengambilan keputusan, objektivitas berarti menilai fakta atau informasi berdasarkan bukti yang ada tanpa dipengaruhi oleh preferensi pribadi atau kepentingan pihak lain.
Auditor harus menjaga objektivitas dalam penilaian mereka dan tidak memihak. Mereka harus menilai bukti audit secara adil dan tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau hubungan dengan klien.
3. Independensi
Independensi adalah landasan penting bagi integritas profesi auditing. Auditor yang tidak menjaga independensi dapat merusak kepercayaan publik dan mengancam kredibilitas laporan keuangan yang mereka audit. Oleh karena itu, menjaga independensi adalah kewajiban yang diatur dalam kode etik dan standar profesional auditor.
Auditor harus independen dari entitas yang mereka audit. Ini berarti tidak memiliki hubungan keuangan atau hubungan pribadi yang dapat mempengaruhi penilaian objektif mereka.
4. Kerahasiaan
Kerahasiaan adalah prinsip etika yang menuntut individu atau entitas profesional untuk menjaga informasi yang mereka peroleh dari klien, pasien, atau pihak lain dalam konteks hubungan profesional tetap rahasia dan tidak mengungkapkannya kepada pihak ketiga tanpa izin yang tepat.
Kerahasiaan adalah nilai penting dalam banyak profesi, termasuk akuntansi, hukum, kedokteran, dan konseling. Auditor harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama audit. Mereka tidak boleh mengungkapkan informasi klien tanpa izin atau tanpa kewajiban hukum.
5. Kehati-hatian Profesional
Kehati-hatian profesional adalah prinsip etika yang mengharuskan individu atau entitas profesional untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka dengan penuh hati-hati, cermat, dan ketelitian.
Ini berarti bahwa profesional harus selalu mempertimbangkan risiko dan konsekuensi dari tindakan mereka, serta memastikan bahwa mereka menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman mereka untuk memberikan layanan yang terbaik bagi klien mereka.
Auditor harus menjalankan tugas mereka dengan kehati-hatian profesional, artinya mereka harus menggunakan keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman mereka dengan penuh tanggung jawab.
6. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan seseorang dalam bidang profesinya yang mencakup pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan etika yang diperlukan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab profesional dengan baik.
Auditor harus terus memperbarui keterampilan dan pengetahuan profesional mereka untuk menjalankan tugas
mereka dengan kompeten.
Ini termasuk mengikuti perkembangan terbaru dalam standar audit dan peraturan keuangan.
7. Kepatuhan terhadap Standar Profesional
Kepatuhan terhadap standar profesional adalah prinsip etika yang mengharuskan individu atau entitas profesional untuk mematuhi pedoman, peraturan, dan standar yang ditetapkan oleh organisasi profesional atau badan pengatur dalam bidang mereka.
Standar profesional ini mencakup praktik terbaik, metode kerja, dan kode etik yang mengatur perilaku dan kinerja
profesional. Auditor harus mematuhi standar auditing yang berlaku, termasuk standar yang ditetapkan oleh organisasi profesional seperti [Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)](https://www.iaiglobal.or.id/) atau [American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)](https://www.aicpa.org/).
Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etika ini sangat penting bagi auditor untuk memastikan bahwa mereka memberikan layanan audit yang dapat dipercaya dan berintegritas kepada klien mereka dan masyarakat umum. Pelanggaran etika dapat mengakibatkan sanksi profesional, hukum, dan reputasi buruk bagi auditor.
Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya Kode etik profesi akuntansi tidak hanya menjadi pedoman tetapi mencerminkan komitmen para akuntan untuk menjaga integritas, transparansi, dan profesionalisme dalam semua aspek pekerjaan mereka.
Dengan mematuhi kode etik ini, para akuntan dapat membangun kepercayaan pemangku kepentingan dan memelihara reputasi profesi akuntansi secara keseluruhan.
Auditing memberikan nilai tambah bagi laporan keuangan perusahaan, karena akuntan publik sebagai pihak yang ahli dan independen pada akhir pemeriksaan akan memberikan pendapat mengenai kewajaran posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan laporan arus kas.
Sebagai seorang profesional, maka seorang akuntan publik punya tanggung jawab besar kepada publik yang telah mempercayakan penilaian profesional seorang akuntan publik yang independen untuk mewakili kepentingan mereka terhadap kondisi sesungguhnya tentang keuangan perusahaan.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Auditing Seksi 110, mengatur tentang “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”.
Standar tersebut antara lain dinyatakan bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak. Bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.
Contoh kasus pelanggaran kode etik profesi akuntansi Skandal Enron
Enron Corporation adalah perusahaan energi Amerika yang berkantor pusat di Houston, Texas. Sebelum bangkrut pada akhir tahun 2001, Enron memiliki sekitar 21.000 karyawan dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia di bidang listrik, gas alam, pulp dan kertas, serta komunikasi. Enron mengklaim pendapatan sebesar $101 miliar pada tahun 2000.
Fortune menobatkan Enron sebagai “Perusahaan Paling Inovatif di Amerika” selama enam tahun berturut-turut. Enron go public pada akhir tahun 2001 ketika terungkap bahwa laporan posisi keuangannya terutama didukung oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan dirancang secara kreatif.
Pada tanggal 30 November 2001, perusahaan-perusahaan Eropa mengajukan kebangkrutan, dan dua hari kemudian, kota minyak Amerika Houston, Texas, mengejutkan dunia keuangan. Enron, perusahaan terbesar ketujuh di Amerika Serikat, perusahaan perdagangan energi terbesar di dunia, bangkrut.
Pada saat itu, ini merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah Amerika dan 4.000 pekerjaan hilang.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa kebangkrutan ini bukanlah akibat dari melemahnya perekonomian global, melainkan kesalahan fatal dalam sistem akuntansi mereka.
Selama tujuh tahun terakhir, Enron telah melebih-lebihkan laba bersihnya dan melunasi utangnya. Andersen (sebelumnya Arthur Andersen), seorang auditor independen, dituduh terlibat dalam “menyusun” akuntansi kreatif Enron.
Lebih buruk lagi, firma hukum yang memberikan nasihat kepada Enron, Vinson dan Eikins juga dituduh terlibat dalam korupsi global tersebut, membantu membuka kemitraan kontroversial yang dipandang sebagai penyebab keruntuhan Enron.
Runtuhnya Enron dimulai dengan dibukanya kemitraan yang dirancang untuk meningkatkan keuntungan Enron. Entah Enron menjadi serakah atau kreativitas mereka menjadi liar, Enron tidak pernah mengungkapkan kinerja kemitraan ini dalam laporan keuangan kepada pemegang saham atau perusahaan publik terkemuka Amerika, Securities Exchange Commission (SEC).
Selain itu, Enron bahkan mengalihkan utang induk perusahaannya sebesar 690 juta dolar kepada perusahaan tersebut. Akibatnya, laporan keuangan perusahaan induk terlihat sangat menarik sehingga menyebabkan harga saham Enron naik.
Dunia akuntansi semakin dikejutkan dengan pemusnahan dokumen David Duncan, partner senior Andersen di Enron. Duncan memerintahkan suaminya untuk menghancurkan ratusan kertas kerja dan email terkait Enron. Kertas kerja merupakan dokumen penting dalam dunia akuntansi yang berhubungan dengan laporan keuangan klien.
Secara umum, setiap dokumen kerja, komunikasi dan laporan keuangan harus didokumentasikan dengan baik selama enam tahun. Hanya setelah 6 tahun dokumen tersebut dapat dimusnahkan. Penghancuran dokumen
ini meyakinkan publik dan Kongres bahwa Andersen sebenarnya mengetahui praktik bisnis buruk Enron namun tidak ingin mengungkapkannya dalam laporan auditnya karena takut kehilangan Enron sebagai klien.
Korban pertama dari keruntuhan Enron adalah ribuan karyawannya. Mereka tidak hanya kehilangan pekerjaan, mereka juga kehilangan tabungan pensiun. Karena biasanya perusahaan mengelola sendiri simpanan karyawannya, maka perusahaan menginvestasikan uangnya pada perusahaan tersebut dalam bentuk saham.
Hal yang menyedihkan adalah saham Enron bernilai $80 per saham pada bulan Februari 2001, namun hanya 26 sen per saham ketika Enron mengajukan kebangkrutan. Yang lebih menyakitkan lagi, para eksekutif Enron yang menerima saham Enron sebagai bagian dari paket kompensasi mereka bebas menjual saham tersebut dengan harga $80 per saham, menjadikan mereka miliarder.
Kesalahan Enron tidak hanya terbatas pada merusak pembukuan. Mau tidak mau, perusahaan sebesar Enron tidak akan bangkrut jika kondisi disekitarnya etis dan legal.
Keberanian auditor Andersen untuk “menerima” sistem akuntansi yang terpisah dari Enron tidak berarti apa-apa ketika Kongres menyetujui pemisahan divisi “akuntansi/auditing” dan “konsultasi” yang diterapkan oleh Lima Besar.
Proposal spin-off ini dibuat oleh Arthur Levitt, mantan ketua Komisi Sekuritas dan Bursa AS, pada tahun 1999. Anggota Kongres, yang menerima bantuan keuangan dari Wall Street dan Lima Besar selama kampanye mereka, menolak keras proposal tersebut.
Ternyata dukungan finansial tersebut masih dalam batas undang-undang. Enron adalah contoh perusahaan yang dibangun berdasarkan ilusi (Kaardimaja). Hampir seluruhnya terdiri dari satu kebohongan yang ditutupi kebohongan lainnya.
Sayangnya, banyak pihak yang bersedia ikut serta dalam drama hebat ini karena mereka tahu jika kebohongan itu terlalu besar dan berdampak pada hampir semua orang, maka tidak ada pihak lain yang dianggap “tidak berbohong”.
Singkatnya, kisah Enron dapat diartikan sebagai perkawinan antara keserakahan para pemimpin bisnis dan kehausan akan kekuasaan para politisi. Satu hal yang perlu diketahui semua orang di seluruh dunia adalah kebijaksanaan untuk memahami kegagalan besar ini.
Akuntansi merupakan salah satu profesi tertua dan paling konservatif di dunia, akuntan mengikuti aturan etika mereka sendiri dan bangga dengan kemurnian nama baik akuntan yang telah ada selama ratusan tahun.
Kasus ini juga mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik terhadap praktik akuntansi dan audit. Ini menunjukkan betapa merusaknya ketika kode etik diabaikan. Kasus Enron menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan perusahaan.
Hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya peran auditor dalam memastikan keakuratan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu, kasus Enron menjadi pembelajaran bagi perusahaan modern, yang harus selalu memperhatikan etika bisnis dan memastikan laporan keuangan perusahaan akurat dan transparan.
Dari kasus Enron, kita bisa belajar bahwa kode etik bukan sekadar hiasan. Kode etik harus benar-benar dihidupi dan dijadikan dasar dalam setiap pengambilan keputusan. Akuntan harus terus-menerus menyadari bahwa tindakan mereka memiliki dampak yang besar tidak hanya bagi diri mereka sendiri tapi juga bagi banyak orang lain.
Salah satu cara untuk mencegah timbulnya fraud yang diakibatkan kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik adalah pengaturan rotasi auditor (akuntan publik).
Sesuai Keputusan Menkeu (KMK) No. 359/KMK. 06/2003 tentang perubahan KMK No.423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tertanggal 21 Agustus 2003, telah diatur tentang pembatasan dan rotasi terhadap akuntan publik.
Pasal 6 ayat 4 Kepmenkeu tersebut dinyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) paling lama untuk lima tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama tiga tahun berturut-turut.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi perlu menyelenggarakan suatu lokakarya (workshop) tentang fraudulent financial reporting atau fraud in financial statement untuk para akuntan publik agar terdapat pemahaman yang sama, sehingga dapat dilakukan pencegahan serta pendeteksian secara dini kemungkinan terjadinya fraud di perusahaan.
Hal ini dimaksudkan agar akuntan publik dapat berhasil mendeteksi adanya fraud, sehingga dapat dihindarkan akuntan publik gagal mendeteksi terjadinya fraud yang sangat merugikan berbagai pihak.***
Kelompok 2: Ade Kurniawati, Ani Nur Safitri, Januar Ilham Pangestu, Mutiara Sabila, Nanda Fitriyaramadhani, Shela Septiyani. Mahasiswa/I Universitas Pamulang
Editor: denkur