DARA | JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan, industri tekstil nasional sudah sangat mengkhawatirkan. Tengoklah, tren neraca perdagangan tekstil, impornya meroket 13,79 persen, namun ekspornya nyaris stagnan dengan pertumbuhan tipis 0,90 persen.
”Daya saing ekspor tekstil turun. Banyaknya impor tekstil dan produk tekstil yang masuk ke Indonesia, tentu mematikan industri tekstil nasional,” ujarnya.
Faisal Basri juga mengkritik Presiden Joko Widodo kurang memperhatikan sektor industri, terutama tekstil dan produk tekstil (TPT). “Padahal, Jokowi industriawan. Tapi, seingat saya, baru tiga kali dia mengunjungi industri. Lebih sering ke bursa saham kayaknya,” ujarnya di kantor Trans Media, Kamis (25/7) seperti dilansir CNNIndonesia.
Faisal Basri juga mengatakan, kehadiran Pusat Logistik Berikat (PLB) yang didorong pemerintah justru menimbulkan masalah baru bagi industri tekstil skala kecil. Pasalnya, PLB menjadi sarang masuknya produk impor.
PLB, yang seharusnya menjadi pusat bahan baku, malah menjual produk tekstil secara eceran ke konsumen. “Coba cek ke Bandung (PLB) itu di sana beli sapu tangan dua biji saja bisa. Belum lagi persoalan regulasi yang menumpuk,” ujarnya.
Menurut perkiraan Faisal, sedikitnya ada 70 regulasi yang membatasi gerak aktivitas usaha tekstil. Kebanyakan regulasi tersebut terkait dengan lingkungan. “Banyak sekali regulasi, seolah-olah industri tekstil dihukum karena menjadi salah satu pelaku pencemaran Sungai Citarum. Ambang batas kadar limbah yang boleh dilepas itu standarnya tinggi sekali, lebih tinggi dari yang diterapkan negara lain,” ujarnya.***
Editor: denkur / Sumber: CNNIndonesia