Sinopsis film Anak Kolong merupakan film bergenre drama romantis remaja yang penuh intrik.
DARA | Berbalut tema cinta, mimpi, dan persahabatan, film ini menggambarkan pertentangan antara impian pribadi dan harapan orang tua.
Berlatar di Bandung pada tahun 1992, film Anak Kolong menceritakan tentang seorang pemuda bernama Arya yang menolak mengikuti harapan ayahnya yang merupakan seorang tentara.
Sang ayah memiliki harapan begitu besar kepada Arya untuk melanjutkan jenjang kariernya sebagai seorang prajurit. Namun Arya menolak.
Junior Roberts, yang memerankan Arya, nengungkapkan kebanggaannya saat berperan dalam film ini, khususnya dalam menggambarkan karakter “anak kolong” dengan segala kompleksitasnya.
Menurut Junior, ini merupakan pengalaman pertama bagi dirinya berperan sebagai ‘anak kolong’.
“Ada kebanggaan tersendiri karena karakter ini dekat dengan banyak orang di Indonesia yang punya orang tua di militer,” ujar Junior saat ditemui usai menghadiri acara nonton bareng film “Anak Kolong” yang dilanjut dengan acara “meet and greet” di Bioskop Citimall Garut XXI, di kawasan Jalan Guntur, Kecamatan Garut Kota, kabupaten Garut, Jumat 8 November 2024.
Junior mengaku, dalam mempersiapkan perannya, ia mendapat banyak masukan dari beberapa pihak, termasuk salah satu produser yang juga “anak kolong”.
Ia belajar banyak tentang pola asuh dan didikan keras ala keluarga militer yang diakui tidak selalu mudah dimengerti, namun tetap memiliki tujuan yang baik.
Junior menyebutkan, bahwa film ini memiliki pesan yang kuat bagi para penonton, terutama tentang perspektif orang tua dalam membentuk karakter anaknya. Selama ini banyak yang salah paham dengan didikan keras para orang tua yang berprofesi sebagai tentara.
Lewat film ini, imbuhnya, seluruh pihak yang teribat dalam pembuatan film ini ingin menunjukkan sisi lain dari ketegasan tersebut, bahwa di balik itu ada niat baik. Pada kenyataannya pun, banyak “anak kolong” yang menjadi orang sukses karena memiiki karakter kuat akibat didikan yang diberikan orang tuanya.
“Kami berharap, pesan-pesan yang terkandung dalam “Anak Kolong” dapat tersampaikan dan diresapi oleh penonton. Saya optimis film ini akan diterima dengan baik, dan berharap dapat mencapai lebih dari 1.500 penonton,” ujar Junior.
Junior pun merasa senang karena pembuatan film “Anak Kolong” mendapat dukungan dari pemerintah dan juga DPR RI. Ia meniali, hal tersebut menjadi nilai tambah bagi kesuksesan film ini.
Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, menilai ide mengangkat kehidupan “anak kolong” ke layar lebar merupakan langkah tepat untuk mengenalkan nilai-nilai kedisiplinan dan solidaritas ala militer kepada generasi muda.
Ferdiansyah mengatakan, bahwa istilah “anak kolong” muncul di masa ketika para prajurit TNI dan keluarganya harus hidup berdesakan di asrama-asrama sempit.
Sebutan ‘anak kolong’ muncul karena anak-anak ini benar-benar tumbuh di bawah kolong tempat tidur dalam keterbatasan ruang hidup.
“Mereka mengalami kedisiplinan dan pola hidup yang keras, namun itu semua berperan besar dalam membentuk karakter mereka”, ujar Ferdiansyah yang juga merupakan anak dari seorang prajurit TNI itu.
Ferdiansyah menuturkan, salah satu alasan mengapa kehidupan “anak kolong” ini diangkat menjadi film, adalah untuk mengedukasi masyarakat mengenai pola didikan keras yang diterapkan oleh orang tua di keluarga militer.
“Pada masa itu, pola asuh sering kali bersifat otoriter akan tetapi hal itu terbukti mampu membentuk karakter kuat dan mandiri pada anak-anak mereka,’ ucap politisi Partai Golkar tersebut.
Ferdiansyah menyebutkan, meski berbeda dengan cara pengasuhan modern yang lebih dialogis, pendekatan otoriter masih relevan untuk beberapa situasi. Menurutnya, banyak dari generasi “anak kolong” yang berhasil mencapai posisi tinggi di pemerintahan dan berbagai lembaga karena didikan keras orang tua.
“Banyak yang kemudian menjadi pejabat publik, bahkan beberapa menjadi menteri atau pimpinan lembaga negara. Jadi, otoriter bukan berarti buruk, tetapi harus ada keseimbangan dengan dialog,” katanya.
Tiga Elemen Utama
Ferdiansyah juga menekankan ada tiga eleman utama yang ingin disampaikan dalam film “Anak Kolong” ini, yakni edukasi, budaya, dan hiburan. Film ini, ungkapnya, tidak hanya menyajikan drama kehidupan keluarga militer, tetapi juga membawa pesan edukasi dan solidaritas.
Menurut Ferdiansyah, pesan edukasi menjadi penting, terutama dalam memahami bahwa pola asuh keras tidak serta-merta berarti negatif. Selain itu, film ini menunjukkan bahwa dengan kekompakan dan solidaritas, banyak cita-cita bisa dicapai.
Dalam budaya militer sendiri, lanjut Ferdiansyah, solidaritas yang kuat menjadi ciri khas yang juga dikenal dengan istilah jiwa korsa.
“Solidaritas ini adalah pesan utama yang ingin disampaikan dalam film ini. Jika kita bersatu, insya Allah kita bisa mencapai semua tujuan”, ujarnya.
Ferdiansyah menambahkan, film ini juga dikemas dengan unsur hiburan yang menarik, seperti kisah cinta dan drama yang disuguhkan oleh para aktor dan aktris muda berbakat, sehingga diharapkan dapat mengundang lebih banyak penonton.
Ferdiansyah berharap film “Anak Kolong” dapat menginspirasi generasi muda untuk menghargai nilai-nilai disiplin dan tanggung jawab, yang ditanamkan dalam keluarga militer.
“Semoga film ini bisa menjadi inspirasi bahwa di balik didikan keras, ada maksud baik untuk membentuk anak-anak yang kuat, disiplin, dan siap menghadapi tantangan demi kemajuan bangsa,” ucapnya.***
Editor: denkur