OLEH: Sabpri Piliang
WARTAWAN SENIOR
“INI adalah sebentuk ekspresi paling brutal, putus asa, kejam, dan buruk yang pernah saya dengar”. (Frank Sinatra, penyanyi & aktor AS/1915-1998).
Gempuran ratusan, atau ribuan kilo bom Israel ke penduduk sipil Gaza (18/3), pekan lalu. Satu bentuk brutalistis dan “putus asa” yang jauh dari ‘etika’ perang sekalipun.
Inklusifitas kemanusiaan tidak akan membenarkan, tindakan ini. Bahkan, sekalipun oleh rakyat Israel sendiri. Semua, di luar batas nalar!
Sakit jiwa! Itulah ‘piktur’ yang bisa terlihat dari pelaku pengeboman Gaza, dengan korbannya 174 anak-anak (dari total 400-an korban).
Memang ada korban dari pihak pejuang Hamas, namun jumlahnya tidak sampai 20 orang. Serangan “random sampling” Israel ini, telah terpola, dengan alasan yang terduplikasi. “Mengejar Hamas”.
Mengerikan, memang! Terlebih melihat klaim Israel, serangan bom tersebut telah dikoordinasikan dengan AS. Sebegitukah negeri adidaya ini memfasilitasi brutalitas?
Demokrasi dan HAM dunia, kini bagai lampu merah yang “berkedip-kedip”. AS yang merupakan polisi dunia, tidak bisa lagi menjadi tempat besandar. Tak bisa jadi tempat mengadu “keluh kesah” bangsa yang tertindas.
Bila pemimpin AS sebelum Donald Trump (Carter, Clinton, Obama, Biden), masih mampu ber-“basa-basi” menyelesaikan konflik “el classico” Israel-Palestina. Kini tidak lagi.
AS di tangan Donald Trump tengah berproses menjadi “otoritarianisme”. Baik secara inklusif (dunia), maupun eksklusif (dalam negeri AS) sendiri.
Demokrasi AS selama 240 tahun (merdeka 1776), kini sungguh-sungguh berada dalam “narrow margin”. Satu garis tipis, yang berada di tepi sebidang halaman luas.
Keluh kesah, dengan kekinian AS . Tidak hanya dimiliki oleh kawan dan lawan AS saja. Presiden ke-45 dan 47 ini, bahkan terus mengonsolidasikan kekuasaan eksekutifnya.
Juga, sekaligus melemahkan sistem pengawasan dan keseimbangan. Serta menantang norma hukum dan kelembagaan yang telah ditetapkan sebagai konvensi.
Trump betul-betul telah menjadi pemimpin terkuat, dalam sejarah AS. Perintah lisan hakim yang melarang penerapan UU 1798 (tentang Musuh Asing). Yang hanya boleh digunakan saat perang saja, ditentang oleh Gedung Putih (White House).
Pengusaha dan politisi berusia 78 tahun ini, “menyerang” James Boasberg. Kepala hakim distrik Washington yang melarang deportasi (untuk yang sudah lengkap persyaratannya), sebagai hakim radikal, gila, dan licik.
Lebih jauh lagi, Presiden Donald Trump menyebut hakim James Boasberg. Harus dimakzulkan.
Tak urung, kemarahan Trump kepada James Boasberg, atas tentangan penerapan UU 1798 ini. Menimbulkan reaksi Kepala Hakim MA (Mahkamah Agung).
Kepala Hakim MA, John Roberts, seperti dikutip “The Guardian” menyampaikan teguran langka kepada Presiden Donald Trump. Dia menegaskan, “pemakzulan”. “Bukanlah tanggapan yang tepat terhadap ketidaksetujuan menyangkut keputusan pengadilan”.
Berbagai reaksi masif dari orang-orang “lingkar dalam” (in group) yang pernah berada di istana. Bermunculan. David Fum (mantan penulis pidato Presiden George W. Bush mengingatkan, hampir setiap tindakan besar Trump secara sengaja, ilegal. Dia telah berjudi, bahwa sistem demokrasi AS terlalu rusak.
Dalam satu ‘frasa’ Fum menyebut, “dobraklah pintu, maka seluruh bangunan akan runtuh. Saat ujian telah tiba”! AS di genggaman Trump, memang tengah dalam ujian. Gejolak domestik, dunia, dan aliansi trans-atlantik, kini tengah dalam cobaan.
Aliansi Eropa dan Amerika Utara (AS) yang disebut Trans-Atlantik, tengah “terkoyak”, dalam kasus Ukraina.
Penghentian bantuan total militer AS terhadap Ukraina dalam perang melawan Rusia. Melahirkan sikap paradok Uni Eropa yang tetap ingin setia memenangkan Ukraina.
Kesan, Trump lebih membela Presiden Rusia Vladimir Putin. Lebih tertarik dengan proposal Putin. Ditambah desakan, Presiden Zvonymyr Zelensky, agar menerima kehendak Putin. Telah berujung “debat sengit” Trump-Zelensky di ruang Oval (White House).
Fenomena Trump memang menarik untuk dikaji. Sebagai pengamat Timur Tengah, saya ingin mengatakan cara berpikir Presiden AS Donald Trump. “Tembak Dulu, Bidik Kemudian”.
Kasus Gaza, pemakzulan hakim, masalah Zelinsky (Ukraina), Trump lebih suka bertindak lebih dahulu. Setelah itu, baru dirundingkan.
Dunia akan terus gonjang ganjing. Setidaknya, hingga Pemilu AS 2029 mendatang. Yang kita takutkan, di tengah keputusasaan. Akan semakin maraknya “terorisme”. Putus asa menyuburkan terorisme.